Bagian II : Jurnalis Sesa(A)t



Adalah ketika saya tidak lagi bekerja di salah satu perusahaan penjualan mobil merk Korea dimana akhirnya saya memutuskan untuk memulai karir kembali sebagai seorang jurnalis di salah satu koran harian umum terbesar di Riau. Saya masih memasang tekad bahwa saya bisa menjadi jurnalis yang baik dalam artian saya bisa menikmati pekerjaan sebagai jurnalis secara lahir dan bathin. Tidak sulit bagi saya untuk menembus dan bekerja sebagai jurnalis di harian umum itu, karena tidak butuh waktu lama nama saya segera menghiasi beberapa halaman bahkan halaman bagian depan. Headline harian yang merupakan berita pilihan. Menyesuaikan diri sebagai seorang jurnalis pemula di daerah Pekanbaru juga tidak sulit karena dengan cepat saya membaur dengan beberapa jurnalis lain yang memang kebanyakan juga memiliki darah Minangkabau.
Orang minangkabau bilang “lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain hilalang nyo” itu lh kiranya yang saya rasakan ketika menjadi seorang jurnalis di Wilayah Riau yang sebenarnya berdekatan langsung dengan Sumatera Barat.

Tidak jauh berbeda memang dengan Padang, kehidupan jurnalis di sini masih seputaran amplop dengan nama lainnya adalah “caro”. Namun ada sedikit bumbu yang ditambahkan di Wilayah Riau yaitu kekuasaan sehingga tidak heran apabila beberapa bahkan hampir semua harian umum di Riau memiliki halaman advetorial yang sangat banyak. Sebenarnya secara advetorial itu sah-sah saja tetapi ibaratnya kita mendapatkan makanan dari si pemberi makan apakah kita maih berani melawan? Itu adalah poin penting dari pertanyaannya. Arus “caro a.k.a amplop” di Pekanbaru sangat deras bahkan deras sekali sehingga wartawan dari media tidak jelas menjamur di Pekanbaru.
Bahkan terlontar dari mulut salah seorang teman yang bekerja di media online yang katanya,” nda, kamu harus tahu kalau di sini (Riau-Pekanbaru) berita itu tidak penting, yang penting adalah uangnya,” seraya membaginya kepada saya.
Kebetulan juga saya ditempatkan di tempat yang disebut sebagai istilah lahan basah oleh para wartawan, karena para anggota isi gedungnya yang sangat dermawan kepada para wartawan. :D.
 “sudah sarapan kawan-kawan, kalau belum ayok kita sarapan dulu? atau mau mentahnya saja,” itu kata-kata yang sudah sangat tidak asing lagi ditelinga saya.
Tidak hanya soal amplop, namun juga soal kekuasaan yang kental. Contohnya saja salah satu harian umum terbesar yang selalu berbeda pemberitaannya ketika terkait dengan kasus RZ mantan Gubri Riau yang telah di vonis hakim, pemberitaan media tersebut selalu berbeda bahkan hanya menulis bagian kecilnya saja ketika sebagian besar media lain malah menuliskannya secara besar-besaran. Banyak keanehan lain yang terjadi yang sebenarnya pola itu telah diketahui oleh hampir semua jurnalis tetapi mereka kebanyakan diam dan mengikuti pola yang telah ada, sehingga ya kita tahu bahwa media tidak lagi berfungsi sebagai alat untuk mencerdaskan bangsa namun malah saling menjatuhkan.
Walaupun tidak semua Jurnalis itu melakukan tindakan-tindakan mengikuti pola buruk namun kebanyakan yang saya temui adalah seperti itu, sehingga bathin pun bergejolak. Menyalahkan Jurnalis adalah sebuah kesalahan besar karena kita harus melihat secara keseluruhan mulai dari pemerintahnya, pemegang kepentingan, pengusaha dan manajemen perusahaan. Balik lagi kepada kata saya di awal tadi, “urusan perut dan si pemberi isi perut”. Jurnalis yang di sebut sebut sebagai pilar kelima dari demokrasi ini pun menurut saya apabila terus mengikuti pola buruk maka pilar ini tidak akan berfungsi dengan baik. Tidak heran maka beberapa wartawan senior yang dulunya gigih memperjuangkan idealisnya kini lebih memilih profesi lain, dan hal itu juga berlaku kepada saya.
Sebentar saja saya mencicipi manisnya lembaran-lembaran itu lalu bathin saya pun seakan bergejolak dan merasa membodohi masyarakat maka keluar adalah jalan satu-satunya yang paling tepat.
Untuk para Jurnalis indonesia, semoga lebih baik dari hari ini. Bravo!

Pekanbaru, 29 Agustus 2014

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )