This is Our Holiday


Rutinitas pekerjaan tak pelak membuat kami juga merasa bosan dan ingin sekali rasanya melegakan otak dengan cara jalan-jalan. Sebelumnya kami juga telah melakukan banyak perjalanan, hingga hampir semua destinasi di wilayah Kota Padang telah kami jejaki. Namun beberapa tahun belakangan ini kami tak lagi bisa liburan dan berkunjung ke tempat wisata sesuka yang kami inginkan, karena jarak yang cukup jauh dan pekerjaan yang “membuang waktu”.
Hari ulang tahun kemerdekaan yang ke 70 tiba, tentunya semua dirayakan dengan upacara dan liburan. Saya memilih bagian liburan karena selain ingin menenangkan otak, rasa ingin bertemu dia juga bergejolak. Kalau nama kerennya rindu-rindu gimana gitu....:D. Segala sesuatunya telah saya persiapkan jauh-jauh hari untuk liburan kali ini, saya membutuhkan stamina yang lebih karena akan melakukan perjalanan dengan sepeda motor alias touring menuju Kota Padang dari Teluk Kuantan. Sekitar 220 kilometer mungkin yang akan saya tempuh, tapi tentunya tidak akan terasa melelahkan karena terbayang akan bertemu dia. Sebenarnya lebih kepada pengen makan ikan bakar di tepi laut, ngidam. Sabtu pagi nan cerah saya bersiap, sengaja tidak sarapan pagi dengan makanan berat karena dia berjanji akan memberi makan orang-orang lapar seperti saya setibanya di Solok nanti. Pasti enak pikir saya, jelas sekali enak karena dia cukup pintar memasak. Setelah meneguk segelas susu dan memakan sepotong biskuit saya membangunkan dia yang masih tidur. “saya berangkat, bangun dan mandi cepat karena tiga jam lagi sampai,” saya melihat arloji menunjukkan pukul enam pagi. Tidak seperti biasanya, kali ini suara dia terdengar lebih bersemangat, mungkin karena ingin bertemu dengan saya. Barangkali dia akan meloncat dari tempat tidurnya setelah mendengar saya akan berangkat. 

Semua perlengkapan touring telah saya kenakan, helm, masker, sarung tangan dan yang paling penting adalah jaket yang anti angin. Soal jaket yang saya miliki memang agak unik, ketika cuaca panas akan terasa dingin dan begitu sebaliknya. Jaket itu saya beli dari toko pakaian bekas milik teman setahun yang lalu. Berdoa sebentar lalu saya segera tancap gas menuju Kota Solok. Dalam perjalanan tidak terjadi kendala yang berarti, awalnya jalan yang saya tempuh memang agak jelek karena banyak lubang sebesar kolam ikan, namun semakin mendekati perbatasan Sumatera Barat maka jalanan semakin mulus dan kecepatan terus saya tambah. Kadang saya sempat berfikir ketika mengedarai sepeda motor tentang rumus fisika yang bisa memperkirakan waktu tempuh dari kecepatan dan jarak. Berulang kali saya memikirkan rumus yang dibacakan oleh guru fisika semasa SMA tetapi tetap saja otak saya tidak bisa mencernanya dengan baik. Misalnya saja jarak ke Kota Solok 165 kilometer, dengan kecepatan rata-rata 80 km berapa lama jarak tempuh saya kesana? Itu adalah pertanyaan yang selalu saya tanyakan kepada diri sendiri ketika berkendara cukup jauh. Walaupun memang memiliki hobi touring naik sepeda motor akan lebih enak jika tidak melakukannya sendirian alias alone touring karena tidak ada kawan yang bisa diajak bicara hingga kadang rasa kantuk melanda. Sejauh ini saya masih sangat nyaman dengan sepeda motor apalagi dengan dia.
Sesekali saya melewati perkampungan penduduk lalu hutan belantara lalu kampung penduduk lagi, kadang ada juga pemandangan sawah yang luas menguning dan sungai dangkal yang airnya jernih. Untuk menghalau rasa bosan saya memasang handsfree sambil mendengarkan lagu-lagu favorit mulai dari lagu barat hingga lagu dangdut, yang penting heppi.
Alunan musik membuat perjalanan lebih asik hingga tidak terasa saya sudah hampir sampai di Kota Solok, melongok kembali arloji saya bergeser tiga jam dari pukul enam. Tanpa fikir panjang saya langsung menuju rumah kontrakan dia, “saya sudah diluar,” kembali saya menelepon dia. Tidak lama berselang dia keluar dengan sepiring nasi dan segelas air minum. Lapar yang saya tahan sudah tidak terbendung lagi, “enak...enak..memang kamu pintar masak, udah  bisa jadi istri nih,” saya terus melahap gulai ayam cabe hijau yang telah ia masak semalam. Lezat sekali hingga saya kekenyangan, “gimana enak ga?”, katanya sembari memberikan air minum. Saya kira makanan tanpa sisa dipiring telah memberikan cukup jawaban yang membuat hatinya senang. Beberapa saat kami istirahat lalu melanjutkan perjalanan menuju Kota Padang, kini tenaga saya sudah pulih kembali. Perjalanan menuju Kota Padang tentu tidak akan sepi lagi karena sekarang dia sudah berada dibelakang saya. Kami bercerita tentang banyak hal dalam perjalanan, kami tertawa lepas sehingga disepanjang perjalanan. Sebentar saja rasanya kami sudah sampai, saya melihat panorama Kota Padang dari puncak Sitinjau amboii indah sekali, jelas sekali terlihat hamparan rumah penduduk yang dibatasi langsung oleh garis pantai.
Setibanya kami memutuskan untuk beristirahat sebentar di Sekre Genta Andalas, rumah kedua waktu kami masih kuliah dimana banyak memory juga terukir disini. Rasa rindu akan suasana sekre yang hiruk pikuk membuat saya bersemangat, apalagi bertemu dengan junior-junior yang bisa bercerita tentang Genta masa sekarang. Saya merebahkan diri di sekre lalu bercerita dengan beberapa orang calon anggota baru. Kami juga tidak lupa berkunjung ke kantin belakang sekre, menikmati semangkuk sop daging yang Dion bilang itu adalah sop daging yang paling enak. Hingga sore menjelang kami memutuskan untuk menuju pantai, bernostalgia bahwa beberapa tahun yang lalu tempat itu adalah langganan kami untuk melepas lelah ditengah kegiatan kampus yang cukup menguras otak dan tenaga. Kami berhenti lalu menapaki pasir pantai, mengabadikan beberapa moment, melihat anak-anak bercengkrama dengan ombak hingga menikmati sunset yang indah. Perlahan rupa langit berubah menjadi merah merona lalu matahari hilang seperti ditelan oleh lautan, saya puas sekali karena memang saya suka dengan pantai dan suara ombak yang menenangkan. 
Senja di Pantai Padang
Selepas senja itu saya mengajak dia untuk menikmati destinasi utama kami apalagi kalau bukan menikmati ikan bakar laut yang sangat lezat. Asiknya lagi kita bisa memilih ikan laut yang akan kita santap, saya memilih satu ekor kakap putih yang cukup besar dan memesan satu porsi udang laut bakar. Ini adalah salah satu bentuk kegilaan kami pada kuliner, dimana kami selalu penasaran mencoba makanan baru. Setelah memilih ikan yang cukup untuk kami makan berdua, saya dan dia menunggu beberapa saat hingga meja kami penuh dengan makanan. Ikan bakar, udang bakar, tiga jenis sambal yang bisa dicocol dengan ikan dan udang serta beberapa lalapan segar penambah selera makan. Saya sudah tidak sabar ingin melahap semuanya, ketiga sambal saya coba tetapi sambal pedas yang menjadi favorit, sesekali saya juga mencocolnya dengan sambal manis. Gurih dan manisnya daging ikan kakap membuat saya tidak bisa menguyah pelan, saya melihat dia juga tengah bersemangat makan. Entah itu karena ikannya yang enak atau karena sedang berada di dekat saya....piuuuwittt. Jika beberapa bulan sebelumnya kami tidak sanggup menghabiskan semua hidangan, kali ini hampir semua sudah kami santap hingga menyisakan tulang belulang ikan. Malam itu benar-benar menyenangkan, selain bertemu dengan dia yang mengobati rindu, kami juga bisa menikmati makan malam bersama. Saya tidak ingin pulang terlalu larut malam dan bukan kebiasaan saya jika pergi dengan dia untuk pulang larut malam. Kira-kira mendekati pukul sembilan saya mengantarkannya menuju rumah temannya. Kami beristirahat dengan penat yang melanda.
Esok pagi tetap saja saya bangun lebih awal walaupun itu adalah hari libur, kami sarapan bersama di tempat sarapan yang juga dulu biasa kami mengisi perut pada pagi hari. Sayangnya saya merasakan perbedaan, makanannya sudah tidak seenak dulu lagi.
Cuaca pagi itu cukup cerah hingga tidak ada bayang awan gelap yang kami lihat. Saya dan dia kembali ke kampus setelah sarapan karena ingin menjemput laptop yang kemarin saya tinggal di kampus. Rencana selanjutnya adalah membeli sebuah kamera yang telah kami rencanakan kemarin sore lalu melanjutkan ke pantai air manis, tetapi setelah kamera ditangan hujan lebat melanda kota. Benar-benar perubahan cuaca yang cepat, kami terperangkap di dalam sebuah pusat perbelanjaan. Sembari menunggu hujan reda kami makan siang hingga minum kopi namun hujan juga belum kunjung reda, membuat kami tidak punya waktu lagi ke pantai. Saya harus menemui beberapa orang teman lama karena sudah berjanji jauh hari untuk berkumpul di tempat salah seorang teman. Mini reuni melepas kangen masa-masa kuliah.
Rinai masih turun, tetapi saya sudah berada di rumah teman untuk menunggu teman-teman yang lain datang. Malam itu saya menghabiskan malam penuh gelak tawa sambil menikmati gorengan dan roti bakar bersama teman-teman satu jurusan ketika di kampus. Perlahan saya bisa memberikan pengertian kepada dia bahwa teman juga adalah penting bagi kehidupan walaupun saya tahu dia ingin sekali menikmati malam itu bersama saya. Senang sekali rasanya memiliki dia dan teman-teman yang bisa mengerti dengan keadaan. Saya kembali kerumah dengan hujan rinai yang masih menemani perjalanan pulang. “saya sudah dirumah, sekarang mari kita tidur esok pagi kita akan balik,” saya memberi kabar kepadanya sebelum tidur.

Pagi-pagi sekali saya sudah bangun, kami sarapan bersama sebelum berangkat. Sekarang kami punya kamera yang bisa mengabadikan moment lebih baik dan lebih banyak, dalam perjalanan pulang saya mengabadikan beberapa foto dia sebagai oleh-oleh dan obat jika kumat rindu melanda..eeaaaaaa. Lain kali mungkin saya akan memotret dia lebih banyak soalnya memotret pemandangan yang indah plus ada model yang cantik itu sangat menyenangkan. Itu lah cerita liburan kami kali ini, liburan esok pasti akan lebih seru jika tetap bersamanya. *NB (TLK, 29 Agustus 2015) 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )