Serunya Pacu Jalur Di Tepian Narosa


Sudah lama terfikir dibenak saya tentang sebuah tradisi yang sekali dalam setahun digelar di Kabupaten Kuantan Singingi, saya telah mendengar tradisi tersebut sejak masih duduk di bangku kuliah. Pacu jalur, adalah sebuah tradisi yang akhirnya bisa saya nikmati setelah hampir satu tahun saya bertugas di Ibukota Kuantan Singingi yaitu Teluk Kuantan. Jalur adalah sebutan untuk sebuah sampan panjang yang dahuku kala digunakan sebagai moda transportasi bagi masyarakat Kuansing karena memang dahulu sungai Kuansing termasuk sungai besar yang dilintasi banyak kapal-kapal besar. Tak pelak pacu jalur yang menyimpan seribu keunikan ini mampu menyedot perhatian ribuan orang tidak hanya di seluruh penjuru kuansing tetapi juga sampai ke mancanegara. Ini adalah pengalaman pertama saya menyaksikan secara langsung gelaran pacu jalur tradisional di Kuansing. Selama semarak pacu jalur digelar Kota Teluk Kuantan tumpah ruah oleh massa, jalanan tiba-tiba berubah jadi ramai, area taman jalur seketika dipenuhi oleh ratusan pedagang yang menggelar dagangan dadakan memanfaatkan ramainya penonton yang menonton pacu jalur. Kota yang sebelumnya terlihat begitu sepi sekejap berubah menjadi lautan manusia, semua penginapan penuh, bahkan beberapa orang rela menumpang di rumah karib kerabatnya untuk dapat menikmati gelaran pacu jalur yang biasanya di taja dalam empat hari. 
Dua Jalur Sedang Berpacu Di Lintasan 

Coba kita tengok sebentar sejarah pacu jalur ini. Menurut salah seorang kawan yang merupakan penduduk asli Kuansing, mengatakan bahwa tradisi pacu jalur telah eksis sejak zaman kolonial Belanda, tepatnya di tahun 1903 perlombaan sampan panjang yang disebut dengan jalur itu diadakan. Konon katanya pacu jalur diadakan untuk memeriahkan ulang tahun sang putri  Belanda. Sampan-sampan dibuat sangat panjang dari kayu yang besar dan elastis sehingga mampu memiliki muatan 40-60 anak pacuan, anda bisa membayangkan sendiri panjangnya sampan yang dikayuh oleh 60 orang sekaligus dengan lebar sampan hanya muat satu orang. Sebelum bertarung sampan terlebih dahulu didandani alias diberi corak-corak yang menarik mata dikedua sisi sampan, kebanyakan lukisan pada sampan bermotifkan tumbuhan. Tidak hanya dikayuh oleh puluhan orang tetapi uniknya lagi juga terdapat seorang anak di ujung sampan yang dinamakan dengan “tukang tari” dan satu orang lagi dibelakang sampan yang dinamakan dengan tukang onjai. Satu orang ditengah berfungsi sebagai “tukang timbo” yang bertugas menguras air yang masuk dalam sampan. Tukang tari berfungsi sebagai dirigent dan penanda bahwa jalur yang ditumpanginya sedang berada didepan atau kalah dari jalur lawan, karena apabila tukang btari telah berdiri maka jalurnya berarti sedang memimpin jalannya pacuan. Mereka menari-nari dengan lemah gemulai sembari memberi semanga kepada anak pacuan. Begitu juga dengan “tukang onjai” yang berada dibelakang jalur juga ikut menari dan menggoyang ekor sampan  dengan cara menghentakkan kaki agar lebih cepat melaju. Saya juga mendengar beberapa cerita mistis tentang pacu jalur dari teman saya yang mengatakan bahwa setiap jalur memiliki pawang masing-masing yang akan menjaga jalur selama bertanding.
Saya bersemangat sekali dan tidak mau ketinggalan untuk menonton pacu, jauh hari telah  saya persiapkan sebuah kamera untuk menangkap moment terbaik dalam pacuan. Setibanya di tepian batang narosa (nama sungai yang menjadi arena pacu jalur), saya melihat begitu banyak orang yang ingin menyaksikan pacu jalur. Mereka terlihat rela berpanas-panasan ditepi sungai untuk menyaksikan jalur kesayangan mereka bertanding. Oh ya ....masih ada satu lagi keunikan yang saya lihat, bahwa banyak dari penonton yang mendengarkan radio lewat ponsel mereka sebagai pengganti komentator yang tidak semua penonton bisa mendengarkan, maka tidak heran bahwa masing-masing dari mereka memasang handsfree ditelinga mereka. Yap...benar sekali semua rangkaian acara pacu jalur diliput secara langsung oleh radio pemerintah Kuantan Singingi, mereka mendengarkan radio sembari memegang selembar kertas yang berisi nama-nama jalur yang akan bertanding. Sesekali mereka melingkari jalur pemenang setelah mereka dengar dari saluran radio.
Bahkan Kakek dan Cucu ini rela berbagi Siaran Radio
Tidak hanya menonton di tribun beton yang dibangu pemerintah Kuansing tetapi masyarakat sekitar juga membangun tribun yang dilengkapi dengan atap untuk para pengunjung yang ingin suasana lebih nyaman, tentunya tribun ini tidak gratis. Semakin lama tepian sungai semakin ramai hingga memenuhi kedua sisi sungai sepanjang satu kilometer. Ditengah-tengah sungai kita dapat melihat arena yang sudah dipasang pancang atau tiang yang harus dilewati oleh jalur sebanyak enam pancang sejauh satu kilometer hingga garis finish. Masing-masing pancang yang mirip jalur mini diberi nomor.
Seringkali semakin mendekati pancang keenam maka riuh suara penonton semakin membahana, mereka loncat-loncat kegirangan apalagi jalur kesayangan mereka yang keluar sebagai pemenang. Saya pun tidak ketinggalan dalam luapan euforia walaupun saya tidak tahu menjagokan jalur yang mana, yang jelas saya juga ingin merasakan euforia pesta rakyat Kuansing. Deretan penonton di pinggir sungai yang sulit ditembus membuat saya harus menuruni tebing pinggir sungai agar lebih leluasa menonton sambil mengabadikan beberapa moment. Sekarang saya berdiri di dekat garis start, dimana puluhan jalur berbaris menunggu giliran untuk berpacu. Dari kejauhan terlihat seperti tumpukan warna warni yang panjang memukau mata. Setiap aduan yang disebut dengan “hilir” maka diadu dua jalur jalur yang bergerak perlahan-lahan menuju garis start, “sah..sah...kata panitia yang berdiri di atas saya, “seiring dentuman meriam pertanda sah nya start lalu anak pacu pun langsung memacu jalur mereka sekuat tenaga. Ayunan lengan mereka terlihat seirama mengayunkan dayung sehingga terlihat seperti sebuah gerakan yang kompak hingga garis finish.  Tidak jarang juga “tukang tari” dan “tukang onjai” serta beberapa anak pacu meloncat keluar jalur bermaksud untuk meringangakan beban. Masing masing jalur juga mempunyai yel-yel tersendiri yang membuat mereka makin bersemangat mengayuh.
Dalam aturan pacu jalur beberapa start aduan jalur tidak dianggap sah, karena antara dua jalur tidak maju secara bersamaan sehingga start juga harus diulang kembali. Semua jalur telah usai diadu, sehingga tersisa beberapa jalur yang akan dipertandingkan dalam babak final pada esok hari. Saya sudah tidak sabar.
Selepas sore itu, saya langsung kembali kerumah, bersih-bersih lalu kembali pada malam harinya ke arena pacu jalur, kali ini tentunya bukan untuk menonton pacu jalur melainkan ingin menonton konser musik dan menikmati jalan-jalan di pasar malam yang memang tidak hentinya digelar hingga semarak pacu jalur usai. Berbagai dagangan dijajakan oleh pedagang, mulai dari barang harian, kuliner, produk otomotif, dan beberapa permainan adu ketangkasan. Walaupun agak sedikit melelahkan tetapi saya senang karena telah ikut dalam tradisi tahunan masyarakat Kuansing untuk kali pertama.
Esok hari yang dinanti tiba, ini adalah hari terakhir dimana sebanyak sebelas jalur tercepat akan diadu dalam satu sesi “hilir”, hingga menyisakan grand final dengan skema segitiga. Sebelumnya jalur yang akan bertanding telah mendapatkan lawan aduan dengan cara mengundi, ini tentunya bukan cara yang menyenangkan apalagi mengetahui bahwa akan mendapatkan lawan yang sulit pada hasil undian. “siapapun yang dapat lawan Siposan Rimbo RAPP pasti akan ketakutan,” seloroh penonton yang saya dengar. Memang pantas waspada bagi jalur yang mendapatkan lawan Siposan Rimbo, karena jalur Siposan Rimbo RAPP adalah juara pacu jalur tahun lalu sehingga tentunya amat disegani. Namun kali ini hasil undian berkata lain, Siposan Rimbo RAPP mendapatkan lawan seimbang yaitu jalur yang juga pernah merengkuh juara pacu yaitu jalur Tuah Kalajengking dari Kabupaten Indragiri Hulu. Lawan yang seimbang. “ini final terlalu cepat, kalau sudah main maka siapa yang juara itu lah pemenang tahun ini,” kata seorang penonton kepada saya. 
Ini dia jalur Tuah Kalajengking VS Jalur Siposan Rimbo
Babak final berbeda dari biasanya, dua jam sebelum pertandingan dimulai hampir semua sisi sungai telah dipenuhi penonton, satu jam sebelum dimulai semua tribun sudah penuh. Semakin ke arah garis finish, maka semakin padat oleh penonton, posko masing-masing jalur diseberang sungai juga terlihat sangat ramai oleh pendukung fanatiknya. Beberapa jalur telah hilir, riuh penonton semakin membahana apalagi ketika memasuki hilir antara Siposan Rimbo dengan Tuah Kalajengking suara penonton semakin keras, beberapa dari mereka berlarian dari tengah pasar kearah tepi sungai. Suara meriam start terdengar, dari kejauhan saya melihat “tukang tari” jalur Tuah Kalajengking telah berdiri yang menandakan mereka memenangi pancang pertama, tipis sekali memang. Saya merasakan atmosfer yang luar biasa ketika kedua jalur itu diadu, tidak henti-hentinya pekikan penonton yang meneriakkan jalur jagoan mereka masing-masing hingga akhirnya kedua jalur telah mencapai garis finish, namun belum bisa ditentukan pemenangnya hingga juri mengumumkan. Barangkali semua orang menunggu, mereka mendengarkan siaran radio dengan muka serius, tidak ada yang berani menduga-duga siapa yang menjadi pemenang. Tipis sekali.
Cukup lama juga kira-kira lima belas menit kemudian saya mendengar semua orang berteriak “tuah kalajengking....tuah kalajengking...”sorak penonton serentak ketika mendengarkan pengumuman juri di radio. Beberapa ekspresi kecewa juga saya lihat dari raut muka para penonton karena memang jalur Tuah Kalajengking merupakan jalur kabupaten sebelah, tahun ini berarti tuan rumah Kuansing kalah oleh Inhu. Setelah hilir dua jalur kandidat juara, perlahan penonton meninggalkan pinggiran arena karena merasa sudah tahu siapa pemenang dari pacu jalur tahun 2015. Benar saja, hingga grand final digelar pada malam hari jalur Tuah Kalajengking dari Kabupaten Indragiri Hulu berhasil keluar sebagai pemenang. Sepertinya masyarakat kabupaten Kuantan Singingi harus bersabar menunggu pacu jalur tahun depan sembari berharap jalur jagoan kabupaten mereka kembali merengkuh juara. Hadiah bagi Tuah Kalajengking sudah menunggu, seekor sapi dan sejumlah uang tunai plus tentunya kehormatan jalur Tuah Kalajengking yang semakin disegani. *NB

Teluk Kuantan, tanggal 25 Agustus 2015

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )