“Bergelut dengan Belut”
Masa
kecil adalah masa yang indah dan menyenangkan, mungkin itu adalah sebuah
ungkapan kekinian yang benar adanya. Kenapa indah? Ya karena memang yang ada
dalam fikiran kita semasa kecil hanyalah kesenangan dan kesenangan, walaupun
beberapa dari kita tidak demikian. Beruntungnya saya termasuk kedalam bagian
yang senang dan susah, namun kali ini saya hanya ingin mengenang bagian yang
senang dan moment yang tidak akan
pernah saya lupa.
Ini
adalah cerita ketika saya dan teman lainnya pergi memancing belut. Bagi saya
memancing belut adalah pengalaman pertama namun tidak bagi teman yang lain
karena merupakan aktivitas wajib mereka ketika padi selesai di panen. Saat itu
saya tengah duduk di bangku sekolah menengah pertama, dimana saya dan keluarga
harus pindah dari rumah dinas alias perumnas yang telah cukup lama kami
tempati. Ibu saya membeli sebidang tanah di tepi jalan raya yang sebenarnya
tidak terlalu jauh dari perumnas yang kami tempati, hanya berjarak kira-kira
dua kilometer. Walaupun sederhana tentu saja kami bahagia menjalani aktivitas
di rumah sendiri ketimbang menggantungkan hidup di rumah milik pemerintah.
Perpindahan
ini menyebabkan saya harus beradaptasi dengan lingkungan sekitar, termasuk
dalam hal pergaulan dimana saya harus bergaul dengan orang-orang baru.
Untungnya beberapa teman sekolah saya berdekatan tempat tinggalnya dengan rumah
saya yang baru, jadi kami kerap bertemu dan dia pun dengan senang hati mengajak
saya untuk bergaul dengan teman-temannya yang lain. Berbeda sewaktu kami
tinggal di perumnas dimana saya hanya memiliki teman-teman yang terbatas, di tempat
tinggal yang baru saya bisa berteman dengan siapapun dan melakukan hal-hal baru
yang menyenangkan. Salah satunya adalah memancing belut, tidak hanya belut tetapi
kami kerap kali juga bersama-sama memancing ikan sungai dan lele di aliran irigasi.
Berulang kali sudah saya disengat oleh lele tetapi candu tidak pernah membuat
surut keinginan untuk kembali memancing.
Musim
panen telah berlalu, hampir semua lahan sawah telah di panen untuk kemudian diolah
kembali. Ketika panen telah usai lahan sawah sengaja tidak di aliri air
sehingga tanah menjadi kering, dan itu
merupakan saat yang tepat untuk bermain layangan. Semua orang bermain layangan,
mulai dari anak-anak hingga orang tua larut dalam pesta pora layang-layang.
Musim layangan berlalu ditandai dengan sawah telah dialiri air yang berarti
telah siap untuk diolah, maka itu adalah saat yang tepat untuk memancing belut.
Jadi masa memancing belut dikampung adalah mulai dari lahan akan diolah hingga
tanaman padi setinggi 15 cm.
Pagi-pagi
sekali di hari minggu saya dan beberapa orang teman telah sibuk dengan
peralatan yang akan dibawa untuk memancing belut, sebagai orang yang masih awam
saya hanya melongo melihat teman-teman yang sudah mahir mengasah kawat payung
bekas lalu memelintir benang nilon hingga menjadi sebuah alat untuk memancing
belut. Ya, kami lebih suka menggunakan kawat payung bekas sebagai mata pancing
selain lebih kuat, kawat payung bekas juga tidak sulit dicari dan tentu saja
gratis. Beberapa dari teman saya bahkan menyimpan banyak kawat payung bekas
lalu diasah hingga tajam dan dibentuk menyerupai mata pancing. Beruntungnya saja
dibuatkan alat pancing belut oleh mereka, sekarang saya pun siap untuk
pengalaman pertama memancing belut sawah.
Harus
saya akui bahwa saya agak geli juga memegang belut hidup karena betuknya yang
menyeramkan dan licin ketika dipegang. “nanti kalau kau dapat belut jangan
pegang badannya, tapi kepalanya seperti ini,” ujar seorang teman menirukan cara
memegang kepala belut yang benar.
Tidak
butuh waktu yang lama beberapa alat pancing telah selesai, bahkan beberapa
kawan membawa dua pancing untuk antisipasi seandainya jika pancing pertama
putus. Lepas makan siang, kami semua telah siap dengan pancing masing-masing. Baju
yang paling lusuh dipilih karena kami sadar akan bergumul dengan lumpur sawah. Spot
memancing belut kali ini tidak jauh dari rumah saya, jadi kami cukup hanya
dengan berjalan kaki tanpa alas kaki. Setibanya di spot, tanpa fikir panjang
teman saya langsung memasuki area sawah yang baru saja selesai dibajak, tidak
dengan saya yang terlebih dahulu harus memperhatikan cara memancing belut yang
benar. Kelihaian mata melihat lubang sarang belut dan cara memasukkan mata
pancing ke dalam sarang adalah skill mutlak yang harus dimiliki.
Saya
pun mulai membungkuk menyusuri pematang sawah mencari sarang belut lalu memasang
umpan berupa cacing segar yang telah kami persiapkan sebelumnya. Beberapa sarang
belut sudah saya coba masukkan mata pancing, tetapi tetap saja hasilnya nihil
hingga saya nyaris frustasi apalagi melihat teman-teman yang sudah menenteng
beberapa ekor belut. Sepertinya bagi mereka adalah pekerjaan yang mudah
memancing belut keluar dari sarangnya.
Terus
membungkuk dan membungkuk saya tetap yakin bahwa sore itu akan menangkap belut.
Hingga saya menemukan sebuah lubang yang sepertinya bagus, lubangnya bulat dan
ada gelombang air dari dalam. Saya mulai memelintir benang pancing hingga
hampir separuh pancing saya telah memasuki lobang sarang belut. Sambil menirukan
suara belut, “cit..cit..cit,” saya terus memelintir benang pancing
daaaaann....hap, seperti nya umpan saya dilahap oleh belut. Otomatis benang
pancing langsung berubah tegang dan keras. Saya bersorak-sorak meminta bantuan tetapi
mereka tidak memperdulikan karena asik dengan pancing masing-masing. Jantung saya
berdegup kencang kalau kalau saja belutnya lepas atau pancing saya putus
bagaimana tidak tarikan belut sangat kuat. “pelan-pelan saja ditarik,” sorak
teman saya. Dengan satu kaki yang sudah menapak kuat ke dinding pematang sawah,
seperti anjing yang sedang kencing. Saya mulai menarik perlahan-lahan pancing,
namun belut belum menyerah terus melawan dan menarik pancing lebih dalam. Tarik
menarik pun terjadi dengan jantung yang berdegup kencang belut itu mulai
menampakkan kepalanya ukurannya pun cukup besar, sepintas teringat omongan
teman tadi siang bahwa kepala belut harus dipegang kuat. Malangnya ketika saya
memegang kepala belut malah terlepas karena licin, alhasil belut itu masuk ke
dalam lumpur persis di dekat kaki saya, tidak mau kalah berulang kali saya
menangkap belut itu dan berulang kali juga terlepas.
Hingga
akhirnya saya berhasil mengangkat belut tersebut ke pematang sawah, dengan
penuh emosi saya meninju kepala belut hingga berdarah karena tidak bisa
memegang kepalanya. Berulang kali saya hujamkan tinju saya ke kepala belut
hingga tangan saya kesakitan, tetapi saya amat senang karena berhasil menangkap
belut hasil pancingan sendiri. Teman-teman saya tertawa melihat aksi saya
bergelut dengan belut. Walaupun hari pertama saya hanya mendapatkan satu ekor
belut, tidak dengan hari –hari berikutnya saya bisa mendapatkan beberapa ekor
belut ketika musim memancing belut dimulai. Oh ya..... satu lagi setelah kami
selesai memancing belut maka kami pergi ke sungai untuk membersihkan diri
sekaligus membersikan belut-belut sebagai lauk makan malam. *Nanda Bismar
Teluk Kuantan, 02 Juni 2015
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
ReplyDeleteJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)