The Wishlist 2016
Tahun
2015 adalah tahun biasa saja jika aku hanya melihat dari sudut perputaran
waktu, sama saja dari sejak aku lahir hingga sekarang, hitungan satu hari masih
24 jam, dianggap tidak biasa tidak juga luar biasa karena tahun 2015 beberapa dari apa yang aku
inginkan telah tercapai, sebagian tercapai dan ada juga yang belum tercapai. Apa
yang telah tercapai menjadi bagian yang tidak penting lagi dibahas karena telah
berlalu, dan saatnya kita bersyukur dengan itu, toh jika kita paksakan tahun
2015 tidak akan terulang lagi sampai kita mati. Aku suka membahas masa lalu
tetapi tidak yang buruk karena akan sulit untuk bergerak. Begitu juga dengan
keinginan yang sebagian telah tercapai juga tidak perlu rasanya kita bahas,
karena tugas kita adalah melengkapi bagian yang belum terpenuhi. Setidaknya kebahagian
yang paling aku rasakan adalah rasa syukur bisa membantu sedikit ibu dan bapak,
aku tahu beliau tengah susah, kapal beliau sedang ditengah laut, tidak mungkin
aku diam dan tidak ikut mengayuh. Terkadang aku juga diminta untuk menentukan
arah, bahkan belakang ini terjadi seringkali, berat memang tetapi aku tetap
berusaha tersenyum. Bapak dan Ibu sudah membesarkan aku selama 25 tahun lebih,
tidak pantas rasanya jika aku hanya bisa diam dan meminta, aku hina jika
berbuat demikian.
Contohnya,
tentang pembangunan rumah kami, iya benar memang kami saat ini belum memiliki
sebuah rumah permanen yang layak untuk ditinggali, tetapi setidaknya kami
bahagia masih ada gubuk untuk kami huni dan berbagi kegembiraan. Tentang rumah
itu aku, ibu dan bapak telah memikirkan matang-matang, rumah selesai biaya
sekolah adikku tidak terganggu, pilihan yang sulit, dan aku sekarang sudah 25
tahun. Aku menyisihkan sebagian penghasilan ku untuk rumah itu, rumah yang kami
dambakan, kami impikan. Tahun 2015 satu lantai dari dua lantai bagian rumah
telah selesai, kadang sedih karena melihat bangunan yang kami impikan
terbengkalai, kami tentu tidak akan membiarkan bangunan itu sampai dipenuhi lumut. Rencana kami untuk
tinggal di dalam rumah yang baru pada bulan ramadhan tahun 2015 gagal total. Aku
tidak mungkin mendesak bapak dan ibu kembali untuk membangun rumah itu, pikiran
mereka sekarang sedang fokus kepada ketiga orang adikku. Beberapa hari kemarin
aku dan ibu duduk di atas bangunan lantai satu, semennya masih kasar, belum dipoles,
tetapi aku sudah amat senang, sebentar lagi akan selesai. Aku dan ibu terlibat
pembicaraan serius mengenai kelanjutan rumah kami, ditemani angin semilir dan
cerahnya cuaca sore kami mencoba menghitung berapa biaya yang akan dikeluarkan
untuk pembangunan rumah hingga selesai, bagi kami uang dua digit sangat banyak.
“ibu, bagaimana jika biayanya kita bagi dua, aku separuhnya dan ibu separuhnya
lagi,” aku menatap wajah ibu. Kami sepakat, aku dan ibu bertekad menyelesaikan
separuhnya lagi sebelum bulan ramadhan tahun 2016, aku pikir ini bukan sekedar
resolusi, ini adalah keinginan terbesar di tahun 2016. Satu lagi aku ingin adik
ku yang tengah belajar di perguruan tinggi bisa menamatkan kuliahnya di tahun
2016, hingga ia tahu betapa sulitnya kedua orang tua memikirkan secara materi
dan bathin. Jika jodoh telah datang maka aku tidak menolak 2016 juga akan
menjadi tahun bujangan ku yang terakhir. Amin. (Kamis,31 Desember 2015)
Comments
Post a Comment