Es Cendol Buyuang



Jika anda berkunjung ke Kabupaten Kuantan Singingi tepatnya di Kota Teluk Kuantan dengan rasa haus yang melanda maka tidak ada salahnya anda mencoba salah satu minuman pelepas dahaga yaitu cendol sagu dengan emping beras plus parutan kelapa muda. Salah satu minuman cendol yang terkemuka di Taluk adalah es cendol Buyuang persis terletak di simpang tiga SMK 1 Teluk Kuantan. Apabila kita melakukan perjalanan dari arah Kota Pekanbaru maka di sebelah kanan atau di depan gerbang SMK 1 Teluk Kuantan kita akan melihat dengan gagahnya Buyuang berjualan cendol. Berbekal spanduk berukuran kira-kira tiga kali satu meter dan gerobak khas penjual cendol, es cendol buyuang tidak pernah sepi pelanggan, selalu ada yang ingin menikmati kelezatan cendol buyuang termasuk saya sendiri.
Beberapa kali saya menyempatkan diri untuk mampir dan menikmati segelas cendol sagu bersama dengan rekan kerja ketika sore menjelang. Rasa dan aroma cendolnya mengingatkan saya pada penjual cendol yang cukup legendaris pada masanya di kampung saya, nama beliau adalah Mak Wo Mi, entah beliau masih berjualan cendol sekarang, tetapi saya akan selalu mengingat rasa cendol sagu yang dulu kerap saya nikmati dengan teman-teman semasa sekolah di kampung. Bedanya dengan buyuang adalah Mak Wo Mi hanya berjualan cendol ketika hari selasa, karena selasa adalah hari pasar di kampung. Jadi dulu saya sering meminta mama untuk membelikan segelas cendol Mak Wo Mi jika mama sedang berbelanja di pasar.
Sekarang mari kita tengok siapa dibalik layar penjual cendol Buyuang, dia adalah seorang bapak dengan dua anak yang sudah remaja. Perawakannya tinggi agak kurus, hitam tanpa manis dengan rambut ikal. Hari itu Buyuang mengenakan kemeja kotak-kotak yang dua kancing bagian atas sudah dibuka sehingga kelihatan dadanya yang berkeringat tidak lupa topi yang selalu menempel di kepalanya. Hidungnya mancung dan mata yang agak memerah serta mulut yang selalu melempar senyuman kepada pelanggan.
Pengalamannya meracik minuman cendol dan es tebak telah dibuktikan dengan eksisnya cendol buyuang hingga saat ini, sudah tahun 2015 Bung!. Bahkan ketika Driver kami Piska masih sekolah dasar, sekarang umurnya sudah 27 tahun, berarti Buyuang sudah berjualan cendol lebih dari 20 tahun. “cendolnya masih ada pak,? tanya saya saat masih di dalam mobil. “banyak...banyak,” itu kata yang selalu ia ucapkan. Maka kami pun segera meloncat turun dari mobil lalu memesan tiga gelas cendol untuk saya, Egit dan Piska. Buyuang pun dengan cekatan meracik cendol sagu yang kami pesan, tidak butuh waktu lama sudah jadi tiga gelas cendol sagu lengkap dengan emping beras dan parutan kelapa muda di meja kami. Sembari menikmati cendol buyuang kami pun bercerita panjang lebar kesana kemari dengan siapa lagi kalau bukan sang peracik cendol. Beliau tidak segan melayani kami ngobrol sambil sesekali melayani pembeli yang lain. Candaan nya khas dan selalu membuat gelak tawa, mungkin itu adalah salah satu faktor yang juga membuat cendolnya disukai oleh pelanggan.
 Dari sekian banyak obrolan ngelantur kami maka topik tentang anaknya lah yang paling sering ia bahas, “anak saya sekarang sudah kuliah keduanya di UIN Riau,” katanya selalu ketika kami kesana. Memang sebuah kebanggan bagi beliau karena telah mampu menyekolahkan kedua anaknya hingga sekolah tinggi, dari hasil keringatnya berjualan cendol sagu. “yang satu sekolah di jurusan komputer dan satunya lagi di fakultas pertanian, baru kemarin saya belikan mereka hp dan laptop,” bangganya. Saya pun melongo mendengar Buyuang berucap dengan suaranya yang agak cempreng namun lantang, seketika saya teringat dengan papa yang juga mungkin sangat bangga dengan pencapaian yang telah dilakukan oleh anaknya. Masih sangat segar di ingatan saya ketika papa dengan sangat bangga dan berapi bercerita kepada orang lain bahwa anak sulungnya sudah berhasil menamatkan sekolah tinggi negeri.
Walaupun kadang serius tetapi Buyuang selalu menyelipkan candaan yang memang mencairkan suasana kami sambil menikmati cendol, kira-kira komposisinya begini, serius 30% dan bercanda 70%, hahaha. “saya bukan tidak mau jadi pegawai tetapi berkat Tuhan saya juga bisa hidup dengan berjualan cendol ini,” celetuknya. Memang cendol Buyuang sudah terlanjur terkenal di penjuru Kota Teluk Kuantan, apalagi memasuki bulan ramadhan maka omset cendolnya bisa mencapai puluhan juta rupiah, belum termasuk pesanan dari pejabat-pejabat Kabupaten Kuansing yang ingin mengadakan acara buka bersama. “bulan puasa saya kerap kali di undang bupati untuk menyediakan cendol berbuka puasa apabila bupati ingin buka puasa di suatu daerah,” sambil memantik rokoknya.
Pelanggan Buyuang terus berdatangan, memang waktu itu sudah sore dan beberapa wadah cendol yang terbuat dari botol kaca besar sudah menipis, mungkin hanya bisa untuk beberapa bungkus lagi sebelum ia tutup. “pak cendol satu,” seorang anak kecil berlari menghampirinya. “sekarang atau besok,” seloroh Buyuang, hahahha. Kami pun tertawa terbahak-bahak melihat ia matanya melotot kepada anak kecil itu. “kenapa kalian ketawa, begini-begini saya juga punya nama beken sebagai pemain MU, asle yuang, ya kan?,” lidahnya sungguh tidak pasih mengucapkan nama Ashley Young. Hahahahahhaa.
Setelah kami menyantap habis tiga gelas cendol lalu kami membayar kepada Buyuang, coba tebak berapa harga cendol lezat itu satu gelas? Berapa? 10 ribu? 5 ribu? Hahaha, salah besar. Cuma 2000 rupiah satu gelas, murah bukan? Banget dong. Mungkin memang sudah banyak kisah yang mirip dengan Buyuang, bermandikan keringat demi cita-cita anaknya tetapi anda akan merasakan langsung bagaimana “feel” bertemu langsung dengan tokoh yang mungkin hanya anda dengar selama ini. Kisah hidup yang selalu mengingatkan kita akan pentingnya arti syukur kepada-Nya pencipta alam semesta.

Teluk Kuantan, 15 Maret 2015



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )