Bung Karno dan Yankee Dodle



Ini adalah tulisan pertama saya tentang bung karno, sebenarnya saya ingin menulis lebih dalam mengenai sosok idola ini tetapi saya akan mulai dari hal-hal yang sederhana dahulu, karena membahas sosok Soekarno seperti menyedot air laut yang tidak akan pernah ada habisnya. Oleh karena itu saya hanya akan mengupas sedikit saja mengenai Putra Sang Fajar, lagi pula pengetahuan saya tentang sosok beliau belum seberapa dibanding dengan sukarnois yang lain. Soekarno adalah Putra dari Raden Soekemi Sosrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai, lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di surabaya Jawa Timur, diberi gelar Putra Sang Fajar karena Bung Karno lahir tepat sebelum fajar menyingsing. Nama aslinya adalah Kusno, namun karena sering sakit, Ayahnya mengganti nama Sang Fajar menjadi Sukarno.
Sejak umur tiga tahun Soekarno sudah hidup bersama kakeknya Raden Hardjodikromo. Kemudian menimba ilmu di sekolah Eereste Indlanse School sebelum akhirnya pindah ke Europeesche Lagere School dan akhirnya bisa menembus HBS di Surabaya sekaligus bertemu dengan tokok Syarikat Islam HOS Cokroaminoto. Setelah itu Bung Karno melanjutkan studi beliau di Technische Hoge School (sekarang ITB) mengambil jurusan teknik sipil dan mulai aktif di berbagai organisasi kepemudaan seperti Jong Java.

Segitu dulu cukup perkenalan kita dengan Bung Karno karena pada tulisan awal ini saya tidak akan membahas perjuangan Bung Karno dalam membantu meraih kemerdekaan Republik Indonesia bersama para tokoh pejuang kemerdekaan lainnya, tetapi saya akan membahas beberapa sisi lain yang cukup eksentrik dari Bung Karno. Mari kita mulai dari kebiasaannya pada masa remaja, sama seperti remaja lainnya, Bung Karno juga tidak hanya menghabiskan waktunya untuk belajar dan membaca buku namun ia juga memiliki hobi menonton film, terutama film buatan Amerika di Bioskop Broadway yang dulu ada di Surabaya. Sukarno remaja rela antri dan membeli tiket untuk menonton filem barat kesukaannya, bahkan ia sampai mengidolakan bintang Hollywood kala itu “Marilyn Monroe”. Ketika waktu senggang pun ia kerap melantunkan lagu barat yang berjudul “Yankee Dodle” kesukaannya. “Yankee Dodle went to town, a-riding on a pony, he stuck a feather in his hat, and called it maccaroni”. Saya kutip dari buku “Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen”.
Bioskop Broadway gan, 21 jaman dulu.
Tidak hanya menonton filem amerika, Bung Karno remaja juga sangat mencintai seni wayang, ketoprak dan berbagai tarian tradisional, namun Wayang adalah yang paling ia gemari dengan tokoh Bima yang ia idolakan, bahkan nama Bima kerap kali Bung Karno gunakan sebagai nama samaran ketika ia mulai aktif menulis di berbagai surat kabar harian agar tidak ketahuan oleh ayahnya. Siapa sangka filem Amerika yang kerap kali ia tonton sewaktu remaja menjadi hal yang paling ia benci ketika sudah meneriakkan anti imperialis dan anti kapitalis. Bagi bung karno ia tidak mempermasalahkan budaya luar masuk kedalam negara kesatuan Indonesia, tetapi ia meminta rakyat masa itu untuk senantiasa berpegang teguh pada identitas bangsa, bangsa Indonesia. Bagi Bung Karno Indonesia kala itu seperti bayi yang sangat rentan akan pengaruh lingkungan, sehingga harus ditanamkan nilai-nilai identitas dan persatuan bangsa.
Beralih kepada kesukaan Bung Karno pada makanan, dari beberapa literatur yang saya baca bung karno sangat suka sekali makan ikan, terutama ikan-ikan kecil yang bisa disantap sekali suap. Fatmawati bercerita dalam buku “Ku antar kau ke Gerbang”, ketika makan Bung Karno hanya sedikit bicara dan memilih menyantap makanannya dengan cepat. Sepertinya memang Bung Karno lebih menyukai masakan rumahan yang amat jauh dari kata mewah, Warung makan Bu Eha contohnya yang kerap kali ia singgahi ketika berada di Kota Bandung. Warung makan yang menyediakan hidangan rumahan itu masih eksis hingga sekarang dengan foto pemiliknya bersama dengan Guntur Soekarnoputra menempel di dinding rumah makan. Bisa jadi karena kesukaannya makan ikan menjadikan ia tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan dikagumi oleh banyak orang termasuk saya yang bahkan tidak pernah melihat bentuk asli dari sang proklamator.
Bung karno juga sangat eksentrik dengan pakaian yang ia kenakan, terutama dengan pakaian kesukaannya yaitu kemeja safari lengkap dengan empat saku menggantung. Warna putih dan abu-abu adalah yang kerap ia pakai, maklum ia adalah seorang pemerhati penampilan dan tahu bagaimana cara berpenampilan yang rapi dan menarik. Ayah dari Megawati ini juga kera kali meminta bajunya untuk dijahit kembali apabila robek dan kembali ia kenakan karena baju tersebut adalah baju favoritnya. Baju safari selalu dipadukan dengan peci hitam dan sebilah tongkat komando lalu singa podium siap mengaum meneriakkan anti kapitalis dan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Terakhir adalah tidak hanya terkenal sebagai pemimpin besar revolusi, Bung Karno juga terkenal sebagai penakluk hati banyak wanita. Ya, benar sekali salah satu kelemahan Bung Karno yang paling mencolok adalah banyaknya wanita yang mengelilingi hidupnya, sebut saja istri pertamanya Utari, kemudian Inggit Ganarsih, lalu Fatmawati, ada Hartini sehingga konon lebih dari lima orang wanita telah mendampingi hidupnya, belum termasuk beberapa wanita keturunan Belanda yang juga kepincut dengannya. Walaupun demikian menurut saya  Bung Karno adalah lelaki gentleman yang pernah saya kenal, dengan terang-terangan tidak menutupi bahwa memang telah banyak wanita yang menghiasi hidupnya. Tidak seperti kebanyakan pemimpin kita era sekarang, mengaku tidak bermain dengan wanita tetapi korupsi, tidak korupsi diam-diam bermain wanita, ah sama saja!.
Semoga tulisan pembuka ini memembuat saya akan terus mendalami sosok yang Fenomenal, Putra Sang Fajar.
Teluk Kuantan, 22 Maret 2015

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )