Mencari Tuah Kota Bertuah (PART I)



“,biar saya yang bayarkan uang registrasi beasiswa itu, kamu tinggal bayar ongkos ke Jogja saja itu adalah kesempatan kamu,” aku membaca pesan singkat beliau via Whatsapp. Beliau adalah Pak Hendri Koeswara yang biasa kami panggil dengan sebutan Pak HK di caprio, dosen sekaligus aku anggap ayah waktu di kampus dulu. Bagi aku beliau lebih dari sekedar dosen yang hanya mengajarkan teori dan memberi nilai A, beliau adalah sosok dosen yang peduli dengan nasib mahasiswa nya. Kadang-kadang kami juga sering berbalas mention di twitter. Ilmu-ilmu gokilnya mudah di cerna ketimbang ilmu-ilmu rumit yang kaku yang diberikan oleh para ilmuwan, seniwan dan dermawan, beliau mampu berperan sebagai seorang dosen, ayah dan juga sebagai teman. Pokoknya sing komplit lah bapak satu anak ini. Aku terdiam sejenak membaca SMS beliau, berpikir keras, dan keras, kerassssss, sangat ingin rasanya membalas pesan singkat itu dengan kata “iya saya akan berangkat pak”, namun aku cepat kembali mengingat situasi dan kondisi yang aku alami sekarang. Kondisi dimana finansial keluarga ku sedang dalam masa krisis, tidak seimbangnya pemasukan dengan pengeluaran membuat teori ekonomi kurva keseimbangan atau neraca keseimbangan atau entah apalah dalam istilah ekonomi yang jelas finansial kami terguncang.

 Beberapa jam kemudian aku membalas sms beliau, “terima kasih sebelumnya pak atas dukungan bapak, tapi memang kondisi finansial keluarga saya tidak mengizinkan pak, mungkin ini belum rejekinya saya pak, tahun depan pasti akan saya coba lagi”. Pak HK membalasnya dengan memberikan support yang sangat berarti bagi ku. Cita–cita jadi dosen melalui program beasiswa Dikti penugasan dosen pun kandas. Aku tersenyum, aku mencari akal, aku mencari celah. Beberapa hari kemudian telepon genggam ku berdering, “, ndak jadi ka pakan? Kamari lah lai,” ujar andre. Andre telah lama mengajakku untuk datang ke Pekanbaru dan mencari penghidupan di sana, tapi waktu itu aku masih ragu seribu bahasa. Akhirnya dengan tekad yang bulat, dan semangat yang boleh dikatakan diluar batas kewajaran, aku menghitung resiko dengan berbagai macam rumus, mulai dari rumus mencari ruang, mencari sisi, mencari kecepatan, mengukur waktu, hingga rumus momentum. Aku berencana ke Pekanbaru, Kota bertuah. Entah itu tuahnya baik atau buruk bagi ku, yang penting seperti Pak HK bilang “ ikhtiar se Mr. President”.
Sebelum berangkat ke Pekanbaru aku memiliki niat, tahun ini bisa mengumpulkan uang yang cukup untuk aku menyambung sekolah lagi tahun depan. Satu saja, untuk jadi dosen. Dengan mata merah membara seperti tokoh Sasuke pada saat mengeluarkan Saring-Gan dalam cerita Naruto, aku menatap arah timur rumah ku seolah-olah di sana adalah Pekanbaru. Sehari semalam sudah aku berfikir, malam berikutnya aku memberanikan diri untuk bicara kepada ibu, “bu aku mau ke Pekanbaru, aku mau kerja disana saja mudah-mudahan aku bisa melanjutkan sekolah lagi tahun besok,” ucap ku pada ibu yang sedang menggoreng tempe. Ibu hanya menjawab,” sepertinya kali ini ibu memang belum bisa bantu untuk kuliah lagi, kita sedang banyak pengeluaran sekarang, biasanya kan ibu usahakan, tapi sekarang memang keadaan yang tidak memungkinkan,” sambil membalikkan tempe. Semangat ku terlecut, aku berangkat ke Pekanbaru. Teng.......tengg....ini adalah hari ke Pekanbaru...mau kemana kita? Ke Pekanbaru...mau kemana kita? Ke Pekanbaruuuu...Peta. Dengan wajah riang sumringah seperti mendapatkan segunung emas yang padahal aku tidak dapat apa-apa aku melangkahkan kaki dengan mantap.
Tiga tahun yang lalu sebenarnya aku sudah pernah menginjakkan kaki di Kota ini. Waktu itu tahun 2010 aku datang ke Kota ini, Kota bertuah. Kedatangan ku waktu itu adalah untuk belajar dalam rangkaian acara pelatihan jurnalistik tingkat lanjut yang di gelar oleh kawan-kawan Bahana Mahasiswa. Tahun ini 2013, aku kembali dengan mengemban misi yang berbeda, yaitu mencari sumber-sumber kehidupan lalu mengolah sumber-sumber tersebut menjadi hal yang bermanfaat di Kota bertuah ini. Kota Pekanbaru. Hari itu tanggal 11 juli 2013, ramadhan kedua aku berangkat menuju Kota Pekanbaru dengan menggunakan jasa angkutan umum. Adalah Andrea Tovani sahabat ku semasa di Genta Andalas yang mengajak ku untuk bergabung dengan timnya di salah satu perusahaan penjualan Mobil Korea. KIA Motors Indonesia Cabang Pekanbaru. Aku berangkat pada pukul 11.30 dari Kota Bukittinggi, dimana seharusnya pada jadwal yang tertera pada tiket adalah pukul 10.00. Sebelum berangkat ke Kota bertuah tentu aku telah memikirkan segala sesuatu yang menurut aku sudah cukup matang, memikirkan segala resiko dan hal-hal yang akan aku alami nantinya.
 Dengan semangad dan tekad yang membara dan membahana aku membaca bismillah, dan wuzzzz...mpv mini yang aku tumpangi melaju pelan -_-. Semula hanya aku dan seorang cewek abg yang menjadi penumpang, namun ketika sampai di Kota Payokumbuah mpv mini yang kami tumpangi telah penuh dengan penumpang. Di sini aku menemukan keajaiban, benar-benar sebuah keajaiban yang menakjubkan, salah seorang penumpang yang persis di samping ku sangat mirip dengan dia. Dia dua tahun yang lalu. Dia naik bersama ibu dan saudara perempuannya..aku rasa, ini aku rasa lho karena memang tidak mirip.  Dia yang aku tidak tahu namanya mengendong  adiknya yang masih balita bernama Raffa. Ini akan menjadi perjalanan yang cukup menyenangkan fikirku. Bagaimana aku bilang ini sebuah keajaiban, memang sangat mirip dan mirip.
Sekilas ini mengingatkan akan memory dua tahun silam. Raffa, balita imut yang digendongnya masih tertidur pulas sejak naik ke dalam mobil, sesekali aku melihat Raffa berharap ia bangun dan tertawa karena aku memang suka dengan anak kecil. Mendekati kelok sembilan Raffa terbangun, dan menangis. “, mungkin dia haus”, ibunya melepas gendongan raffa, ia bermaksud ingin membuat susu. Tanpa ampun dan tanpa basa basi, Raffa yang memang giginya baru tumbuh langsung menyedot sebotol susu buatan ibunya sampai habis, lalu ia tertawa. Raffa pindah dari gendongan ibunya, sekarang dia menggendong raffa, aku senang kadang raffa tertawa melihat ku. Entah karena muka aku lucu, entah karena muka aku yang dipenuhi jerawat yang mungkin saja pikirnya ini adalah bola-bola kecil berwarna warni. Sesekali raffa juga meremas emblem madrid yang ada di baju yang aku pakai, lalu ia tertawa lucu. Aku juga sesekali mengajaknya bercanda dengan menggelitik perutnya, ia kembali tertawa dan aku dan sangat senang. Tidak butuh waktu berapa lama, tiba-tiba saja Raffa meraih tangan ku seolah ingin di gendong oleh ku, tentu aku tidak menyiakan kesempatan ini segera aku raih tangan mungil Raffa daaannn happpp...Raffa berpindah kepadaku dari gendongannya. “, Raffa sok kenal ih,” katanya sambil menggelitik perut raffa. Bayangkan pemirsah,..bayangkan suaranya pun mirip. Di gendonganku Raffa tidak pernah rewel, ia selalu ceria dan aku tidak berhenti untuk bercanda dengannya, singkat cerita karena jarak yang aku tempuh cukup jauh, pada saat aku turun di depan kantor teman ku coba tebak apa yang terjadi. Raffa melambaikan tangan kepada ku, aku menciumnya  dan ia tertawa. Dia juga senyum.
 Perjalanan jauh yang mana pada tahu 2010 aku alami dengan penuh kelelahan, hal itu tidak aku rasakan lagi. Perjalanan itu adalah alah satu perjalanan terbaik dalam hidupku. Aku mendarat dengan selamat dan gembira sentosa di Kota Bertuah, Pekanbaru tepat pada pukul 16.15, setelah menelepon Andre aku menunggu ia datang untuk menjemputku di depan kantornya. Sedikit tentang Andrea Tovani, ia adalah teman satu organisasi sewaktu di kampus dulu, dia adalah orang yang memang di ciptakan untuk menjadi pemimpin, mampu memberikan pengaruh yang kuat terhadap orang lain, otak marketingnya berjalan seakan roket yang tidak pernah kehabisan bahan bakar. Perawakannya pendek, tidak lebih tinggi dari aku, badannya berisi dan sedikit memiliki perut, kulitnya hitam manis, rambutnya sebenarnya ikal tapi dia sekarang buat potong cepak, hidungnya  setengah mancung, dan dia adalah kidal sejati, dia cuma punya dua ekspresi dalam hidupnya yaitu emosi  marah dan tertawa.
Andre yang aku kena dulu tidak jauh berbeda dengan sekarang, tetap sedikit ngomong tapi berisi, lawakannya khas membuat orang-orang sulit untuk tidak tertawa. Setelah beristirahat dan mengobrol ringan di salah satu ruangan di kantornya, kami meluncur dengan mobil mini mpv Andre menuju rumah kontrakannya, sambil menyempatkan membeli dua gelas es rumput laut untuk berbuka puasa.
  Dug....dug..dug...bedug buka puasa pun memberikan tanda bahwa waktu berbuka untuk wilayah Pekanbaru dan sekitarnya telah masuk, kami berdua melepas dahaga dengan meneguk es rumput laut. Hanya butuh waktu beberapa menit bagi kami untuk menghabiskan es rumput laut, lelah ku terbayar. Selepas itu, Andre mengajakku ke sebuah Rumah Makan Padang, yang mana Pekanbaru dengan pada sama saja dalam hal Rumah Makan Padang, ada dimana-mana. Logat Minangkabau juga ada dimana-mana, feel like home. Aku memilih ayam bakar sebagai santap malam itu, sedangkan Andre memilih belut goreng  dan telur dadar. Dalam kekenyangan yang nikmat, aku dan Andre mengobrol ringan tentang Genta, KIA dan masa depan kami berdua. Dia mencoba meyakinkan aku untuk memilih bekerja di KIA.
Sebentar kawan..sebentar, aku izinkan sebelum membaca lebih lanjut untuk mengambil snack atau sekedar mengambil ubi rebus untuk camilan pada saat membaca kisah indah aku ini, ingat ya cuma snack, jangan sampai membuat ikan bakar juga, nanti jadi hilang konsentrasi, hehehehe. Petualangan ku di Kota ini baru di mulai kawan, jadi tunggu cerita asal-asalan ini yang part II nya ya, sengaja aku tidak membuat tulisan panjang dulu, nanti kawan bosan pula bacanya, walaupun sebagian penggemar bilang ga apa-apa, ga ada gai tu do...mana pula awak punya penggemar, seminggu lagi atau setelah lebaran akan ada PART II, janji marketing biasanya tidak meleset lho....hahahahhahahaha. Sekian dulu eaaaa, semoga berkenan, yang tidak berkenan saya doakan masuk surga yang berkenan saya doakan juga kok.

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )