Implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Pemberian Insentif Dan Kemudahan Penanaman Modal Di Kota Padang Bidang Pariwisata


Implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Pemberian Insentif Dan Kemudahan Penanaman Modal Di Kota Padang Bidang Pariwisata

Oleh: Nanda Bismar
No. BP: 0810842030
Program Studi: Ilmu Administrasi Negara

ABSTRAK
Penelitian Implementasi Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2009, bertujuan untuk mendeskripisikan bagaimana pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2009 tentang pemberian insentif dan kemudahan penananaman modal khususnya di bidang pariwisata. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh lambannya pengelolaan dan pemanfaatan potensi pariwisata Kota Padang, dan tidak imbangnya pertumbuhan objek wisata dengan fasilitas wisata yang ada di Kota Padang.
       Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.  Kemudian untuk melihat kinerja tersebut dari hasil penelitian, maka dilakukan teknik triangulasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan model implementasi Donald S. Van Meter dan Carl S. Van Horn.
       Hasil penelitian ini adalah bahwa salah satu penyebab tidak terciptanya iklim investasi yang kondusif dibidang pariwisata salah satunya disebabkan oleh tidak efektifnya  implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009. Dengan menggunakan pendekatan Donald S. Van Meter dan Carl S. Van Horn, maka dapat dianalisis bahwa terdapat beberapa hal yang menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 2009.

Kata Kunci: Implementasi, Pemerintah dan Peraturan Daerah

I. Latar Belakang
Kota Padang merupakan salah satu kota yang memiliki potensi pariwisata yang beragam dan menarik. Potensi pariwisata Kota Padang di dominasi oleh pariwisata alam, mulai dari objek wisata pantai, bahari hingga air terjun, namun Kota Padang juga memiliki beberapa wisata buatan dan rekreasi keluarga. Selain di dominasi oleh wisata alam, Kota Padang juga memiliki banyak variasi kuliner yang terkenal. Dengan banyaknya potensi wisata yang dimiliki oleh Kota Padang, selayaknya Kota Padang mampu menjadi ikon pariwisata di indonesia. Pengelolaan pariwisata Kota Padang dapat dilakukan dengan cara pemenuhan sumber daya dan penetapan regulasi yang terkait dengan pengelolaan pariwisata Kota Padang. Sumber daya memiliki peran yang vital dalam pengembangan potensi wisata yang dimiliki Kota Padang, dimana diperlukannya sumber daya finansial dan sumber daya fisik. Namun dalam perkembanganya potensi pariwisata Kota Padang belum mampu digarap secara maksimal oleh pemerintah Kota Padang, sehingga investor tidak tertarik untuk menanamkan modalnya di Kota Padang.
 Salah satu langkah dari pemerintah Kota Padang untuk menarik calon investor untuk menanamkan modalnya di Kota Padang adalah dengan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 tentang pemberian insentif dan kemudahan penanaman modal di Kota Padang. Adapun beberapa insentif yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 adalah pengurangan, keringanan atau pembebasan pajak dan retribusi daerah, sedangkan kemudahan yang diberikan adalah fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana, pemberian bantuan teknis, fasilitasi penyediaan lahan atau lokasi, penyediaan data dan informasi, dan pemberian bantuan percepatan perizinan. Untuk mendapatkan kemudahan dan insentif maka penanam modal harus memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana dicantumkan dalam Bab III pasal 4 yaitu berdasarkan nilai investasi dan jumlah tenaga kerja lokal yang diserap. Adapun nilai investasi yang mendapatkan kemudahan dan insentif adalah berkisar mulai dari satu milyar rupiah hingga satu triliun rupiah, dengan serapan tenaga kerja mulai dari 50 orang hingga 500 orang. Mengenai jenis usaha pada Bab IV pasal 6 di jelaskan bahwa jenis usaha yang menjadi prioritas dalam kegiatan penanaman modal adalah usaha bidang pendidikan, perdagangan dan pariwisata.
Alasan peneliti lebih memfokuskan pada bidang pariwisata Kota Padang adalah karena Kota Padang yang memiliki banyak potensi wisata mulai dari wisata alam hingga potensi wisata budaya, namun belum mampu dikelola secara baik oleh pemerintah Kota Padang. Minimnya fasilitasi sarana dan prasarana yang merupakan salah satu bentuk kemudahan yang diberikan masih menjadi salah satu faktor tidak berkembangnya objek wisata di Kota Padang. Berdasarkan deskripsi yang telah digambarkan oleh peneliti, maka peneliti lebih menitikberatkan pada Implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal di Kota Padang Bidang Pariwisata. Dimana Perda Nomor 11 tahun 2009 merupakan salah satu regulasi yang mendukung terciptanya iklim invetasi di bidang pariwisata di Kota Padang, selain adanya dukungan sumber daya alam. Daerah penelitian adalah Kota Padang karena Kota Padang yang cukup banyak memiliki potensi objek wisata namun masih lamban dalam hal pengembangannya, dan tidak seimbangnya pertumbuhan objek wisata dengan fasilitas wisata di Kota Padang. Sehubungan dengan adanya regulasi

II.      Masalah dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini akan mengkaji implementasi dari Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2009, di bidang pariwisata di Kota Padang. Sebagai rumusan, pertanyaan penelitian akan coba dijawab dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal di Kota Padang Bidang Pariwisata?

III.   Studi Pustaka
Pengertian dan konsep implementasi kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan proses yang rumit dan kompleks. Namun, dibalik kerumitan dan kekompleksitasannya tersebut, implementasi kebijakan memiliki peran yang cukup vital dalam proses kebijakan. Van Meter dan Van Horn mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkannnya pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.[1]


Faktor yang mempengaruhi sebuah implementasi kebijakan
Dalam setiap implementasi sebuah kebijakan selalu dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat menyebabkan berhasil atau tidaknya sebuah implementasi kebijakan, menurut pendekatan model implementasi Donald S. Van Meter dan Carl S. Van Horn terdapat enam hal yang mempengaruhi jalannya suatu implementasi kebijakan, yaitu:[2]
1.      Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan dielaborasi secara menyeluruh ke dalam cita-cita atau tujuan dari keputusan kebijakan[3]. Kejelasan isi kebijakan dan pemahaman implementor serta kelompok sasaran kebijakan terhadap isi kebijakan.
2.      Sumber daya
Sumber daya adalah salah satu faktor yang penting dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan agar efektif. Implementasi kebijakan membutuhkan sumber daya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non manusia (non human resources).
3.      Hubungan antar organisasi
Efektivitas implementasi memerlukan standar dan tujuan program dapat dipahami oleh individu dan masing-masing individu bertanggung jawab untuk mencapainya. Oleh karena itu dibutuhkan komunikasi dan koordinasi yang akurat bagi seluruh pelaksana kebijakan.

4.      Karakteristik lembaga pelaksana
Karakteristik lembaga pelaksana menjelaskan bahwa struktur birokratik sebagai karakteristik, norma dan pola-pola yang berhubungan di dalam lembaga eksekutif yang berhubungan secara potensial atau aktual apakah mereka melakukan dengan cara kebijakan.
5.      Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Kondisi sosial, ekonomi dan politik adalah mencakup lingkungan luar yang turut mempengaruhi jalannya proses kebijakan. Secara perorangan ataupun kelompok kepentingan yang ada.
6.      Disposisi impelementor
Disposisi impelementor adalah sikap dari pelaksana kebijakan dalam mengirimkan atau memilih program kebijakan yang akan di implementasikan.

IV.        Metode Penelitian
1.      Pendekatan dan desain penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, yaitu peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.[4] Sementara itu, tipe penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif. Penelitian deskriptif digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang cermat terhadap suatu fenomena sosial berdasarkan gejala-gejalanya. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, atau sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.[5]
2.      Teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah, wawancara, dokumentasi dan observasi.
3.      Teknik pemeilihan informan. Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini adalah dengan cara sengaja atau purposive sampling. Adapun caranya adalah dengan membuat daftar narasumber/informan yang akan diwawancarai yang peneliti tentukan sendiri, setelah melakukan survey awal. Purposive sampling adalah teknik penarikan sampel yang digunakan cara sengaja atau merujuk langsung kepada orang-orang yang dianggap mewakili karakteristik-karakteristik populasi.[6]
4.      Peranan peneliti. Pada penelitian ini peneliti murni sebagai peneliti, artinya peneliti berada diluar objek penelitian dengan kata lain peneliti merupakan instrumen kunci penelitian.
5.      Proses penelitian. Waktu penelitian terhitung tanggal 12 Maret 2012 sampai 3 April 2012, kemudian penelitian dilanjutkan kembali Tanggal 13 September 2012 sampai 26 September 2012.
6.      Unit analisis. Unit analisis adalah satuan yang menunjuk pada subyek penelitian.[7] Adapun unit analisis pada penelitian ini adalah kantor penanaman modal Kota Padang.
7.      Analisis data. Analisis data dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum turun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.
8.      Teknik keabsahan data. Dalam menguji pembuktian data dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

V.      Penyajian Data dan Pembahasan
Pada penyajian data dan pembahasan, peneliti akan mendeskripsikan bagaimana hasil penelitian tentang implementasi peraturan daerah nomor 11 tahun 2009. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal, ditetapkan dalam rangka meningkatkan upaya agar para penanam modal lebih tertarik untuk menanamkan modalnya di Kota Padang, diantaranya perlu diberikan insentif dan kemudahan penanaman modal. Adapun Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 dimaksudkan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan pelayanan dan mempermudah setiap kegiatan penanaman modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 berlaku terhadap penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) yang ingin menanamkan modalnya di Kota Padang. Sejak Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 diterapkan, sampai saat sekarang belum satupun investor yang menggunakan jasa peraturan daerah ini. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 dilimpahkan kewenangan dan tanggung jawabnya kepada Kantor Penanaman Modal Kota Padang selaku instansi pemerintah yang berkompeten dan bertanggung jawab dalam hal penanaman modal di Kota Padang. Peneliti akan memaparkan hasil penelitian dan dianalisis seuai dengan model implementasi kebijakan van meter dan van horn, yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, hubungan antar organisasi,karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial ekonomi politik dan disposisi implementor. Melalui model pendekatan yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn maka peneliti dimungkinkan untuk menganalisa dan menggambarkan sebuah implementasi kebijakan, dimana akan ditemui bagaimana jalannya pelaksanaan kebijakan dan pencapaian hasil kebijakan.
1.      Standar dan Sasaran Kebijakan
Implementasi kebijakan harus dijalankan sesuai dengan isi dan tujuan kebijakan, dilaksanakan secara tegas dan jelas. Kejelasan dan ketegasan isi kebijakan bertujuan agar pada implementasinya tidak mengalami kesalahpahaman, baik bagi implementor maupun objek implementasi kebijakan. Untuk memberikan pemahaman kepada sasaran kebijakan agar tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda antara pelaksana kebijakan dengan sasaran kebijakan, maka perlunya memberitahu terlebih dahulu sasaran kebijakan tentang isi kebijakan. Variabel standar dan sasaran kebijakan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009, belum mampu terlaksana dengan baik, hal ini dikarenakan pemahaman sasaran kebijakan yaitu para investor masih lemah terhadap Perda Nomor 11 Tahun 2009. Kantor Penanaman Modal Kota Padang sebagai pelaksana kebijakan pun hanya melakukan satu kali sosialisasi secara resmi pada  setelah empat tahun Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 diterapkan. Sosialisasi yang dilakukan secara resmi oleh Kantor Penanaman Modal Kota Padang yaitu pada tanggal 28 November tahun 2012, hal ini berarti sosialisasi dilakukan memiliki rentang waktu yang sangat lama setelah Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 diterapkan.
2.      Sumber Daya
Sumber daya memiliki peran yang sangat vital dalam perputaran roda organisasi. Dalam sebuah implementasi kebijakan terdapat dua aspek sumber daya yang mempengaruhi secara langsung jalannya implementasi kebijakan, yaitu sumber daya manusia, dan sumber daya non manusia. Implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 11 Tahun 2009 tentunya juga memerlukan kedua sumber daya tersebut. Apabila sumber daya yang dimiliki tidak mencukupi maka jalannya implementasi kebijakan akan berjalan tidak efektif. Sebagaimana dijelaskan oleh Van Meter dan Van Horn, sebuah kebijakan tidak hanya sekedar standar dan sasaran kebijakan, namun juga membutuhkan sumber daya yang memfasilitasi administrasinya. Sumber daya manusia mencakup seluruh aspek kepegawaian, keahlian dalam melaksanakan tugas serta jumlah pegawai yang akan diberikan tanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam hal ini implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009, sumber daya manusianya adalah seluruh pegawai Kantor Penanaman Modal Kota Padang, khususnya bidang pelayanan dan pengendalian. Dalam hal pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009, Kantor Penanaman Modal Kota Padang selaku pelaksana kebijakan tidak memiliki sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan yang cukup terkait dengan penanaman modal.
 Selain oleh latar belakang pendidikan yang rata-rata tidak bergerak dibidang penanaman modal, pegawai Kantor Penanaman Modal Kota Padang juga tidak pernah mengikuti pelatihan-pelatihan khusus bidang penanaman modal, untuk menambah pengetahuan dan kecakapan di bidang penanaman modal. Sumber daya non manusia bukan hanya terkait dengan kondisi finansial atau pendanaan namun juga perlunya sumber daya fisik atau alat yang tujuannya adalah membantu secara langsung proses implementasi kebijakan. Dalam pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 2009, sumber daya non manusia yang dimaksud adalah mencakup sumber pendanaan, sumber daya fisik seperti alat-alat penunjang kegiatan pegawai Kantor Penanaman Modal, sumber daya non manusia lainnya adalah terkait dengan fasilitasi sarana dan prasarana seperti yang di cantumkan  dalam Perda Nomor 11 Tahun 2009. Dalam pelaksanaan kebijakan Perda Nomor 11 Tahun 2009, sebagaimana telah dijelaskan oleh Kasi Pelayanan dan Pengendalian bahwa untuk ketersedian sumber daya finansial masih sangat minim, tidak hanya minim sumber daya finansial dalam hal sumber-sumber fasilitas penunjang juga dirasakan  masih belum memadai, terutama dalam hal penunjang kegiatan mobilisasi.

3.      Hubungan antar Organisasi
Implementasi kebijakan akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno, implementasi yang berhasil seringkali membutuhkan mekanisme-mekanisme dan prosedur-peosedur lembaga.[8] Dalam hal ini peneliti melihat adanya hubungan antara lembaga implementor dengan lembaga lainnya yaitu antara Kantor Penanaman Modal Kota Padang dengan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Padang dalam hal perizinan, serta koordinasi antar KPM Kota Padang dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata  Kota Padang dalam kerjasama khususnya bidang pariwisata. Hubungan antar organisasi pemerintahan merupakan hal yang penting. [9]
Melihat kembali pada koordinasi antar agen pelaksana dalam pelaksanaan Perda Nomor 11 Tahun 2009, antara Kantor Penanaman Modal Kota Padang dengan KP2T Kota Padang yang memang belum memiliki konsistensi prosedur koordinasi sehingga berpotensi menimbulkan penyimpangan yang dilakukan oleh pelaksana. Akibat dari penyimpangan informasi yang dilakukan adalah timbulnya pemahaman yang berbeda akan standar dan sasaran dari kebijakan.


4.      Karakteristik Agen Pelaksana
Dalam melihat karakteristik agen pelaksana kebijakan, Van Meter dan Van Horn mengatakan bahwa pembahasan ini tidak terlepas dari struktur-struktur birokrasi. Struktur birokrasi diartikan sebagai norma-norma, karakteristik-karakteristik, dan pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam organisasi.[10] Namun SOP seperti rincian alur atau kriteria lainnya yang seharusnya telah dibuat semenjak tahun 2009 yaitu pada saat kebijakan digulirkan, namun dalam kenyataannya bahwa SOP pelaksanaannya yang baku baru dibuat pada bulan November 2012. Tidak tersedianya SOP yang jelas semenjak tahun 2009, menjadikan tidak jelasnya standar pelayanan yang diberikan oleh implementor.
Norma-norma agen pelaksana adalah mencakup seluruh nilai, aturan dan kebiasaan yang ada di dalam organisasi. Nilai-nilai yang sengaja diciptakan maupun aturan yang berasal dari kebiasaan para pelaku organisasi. KPM Kota Padang juga memiliki norma-norma yang mengacu pada aturan Pegawai Negeri Sipil dan berlaku terhadap seluruh anggota organisasinya. Aturan-aturan yang dibentuk lebih bersifat pada kedisiplinan pegawai salah satunya adalah kehadiran di kantor, jam istirahat dan jam berakhirnya kerja. Seringkali norma-norma yang dibangun di dalam KPM Kota Padang harus disesuaikan dengan karakter dan watak dari masing-masing pegawai dan juga norma yang berlaku terhadap para investor.


5.      Kondisi Sosial Ekonomi dan Politik
Dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009, kondisi sosial masyarakat Kota Padang memberikan pengaruh secara langsung. Hal ini disebabkan dalam implementasinya langsung mengalami persinggungan dengan masyarakat Kota Padang, khususnya pemilik lahan yang akan digunakan untuk kegiatan penanaman modal. Menurut Van Meter dan Van Horn, implementor memiliki kewenangan untuk memobilisasi massa secara langsung. Mobilisasi yang dimaksudkan adalah partisipasi aktif masyarakat yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan. Kondisi ekonomi yaitu ketersediaan sumber daya ekonomi dalam wilayah pelaksanaan kebijakan, dalam hal ini adalah kondisi sumber daya ekonomi Kota Padang.
Kondisi perekonomian Kota Padang pada tahun 2009 pasca gempa mengalami kemuduran drastis karena banyaknya kerusakan yang ditimbulkan, namu menurut data Bank Indonesia Cabang Padang bahwa setelah dua tahun berlalu geliat investasi di Sumatera Barat termasuk Kota Padang telah kembali normal dengan indikator pertumbuhan ekonomi daerah Sumatera Barat akhir tahun 2011 mencapai  angka 6,8%, sama seperti pertumbuhan ekonomi sebelum gempa tahun 2009.[11]
Kondisi politik yakni dukungan elit politik terhadap implementasi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009, serta dukungan sumber daya ekonomi masyarakat Kota Padang. Berdasarkan pada notulensi sosialisasi pada tanggal 28 November tahun 2012 bahwa masih kurangnya dukungan pemerintah Kota Padang dalam membangun fasilitas sarana dan prasaran pariwisata di Kota Padang. Partisipan sosialisasi masih menanyakan keseriusan pemerintah Kota Padang dalam membangun beberapa sarana dan prasarana sepereti terowongan, dermaga dan pengembangan pelabuhan, selain itu partisipan juga menyoroti masalah keamanan yang juga disebutkan oleh salah seorang investor pada latar belakang, bahwa banyaknya pungli yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan objek wisata.

6.      Disposisi Implementor
Disposisi implementor adalah mencakup semua sikap dari pelaksana kebijakan. Sikap kepatuhan, pemahaman dan kejujuran implementor dalam melaksanakan kebijakan. Disposisi implementor juga berbetuk tanggung jawab terhadap jalannya pelaksanaan kebijakan. Pengambilan keputusan yang cenderung berada di tangan kepala pemerintahan kota cenderung menjadikan intensitas pengambilan keputusan di tangan Kantor Penanaman Modal selaku pelaksana menjadi berkurang. Hal ini disebabkan oleh tidak jelasnya tugas dan fungsi Kantor Penanaman Modal Kota Padang selaku implementor. Van meter dan Van Horn menjelaskan lemahnya disposisi implementor dapat mempengaruhi hubungan antar implementor, loyalitas organisasi dan rasa keadilan.[12] Dalam hal ini Kantor Penanaman Modal Kota Padang seharusnya memang pengambil keputusan mulai dari awal pengurusan penanaman modal hingga pengurusan terakhir. Kantor penanaman modal Kota Padang selaku implementor tidak mendapatkan keadilan, karena dianggap berada pada lingkungan yang rendah sebagaimana dijelaskan oleh Van Meter dan Van Horn. Dampaknya adalah calon investor tidak memiliki rasa kepercayaan terhadap kantor penanaman modal dan cenderung menghubungi para pembuat kebijakan dengan lingkungan yang lebih tinggi.

VI.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan lapangan tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal di Kota Padang, dapat disimpulkan bahwa  belum terlaksana dengan baik, masih terdapat beberapa kendala yang menyebabkan implementasi Perda Nomor 11 Tahun 2009 tidak efektif. Hal ini disebabkan oleh gagalnya pencapaian variabel-variabel yang mempengaruhi jalannya sebuah kebijakan. Tidak adanya pemahaman antara impelentor dan kelompoksasaran, sumber daya yang belum memadai, tidak adanya hubungan organisasi yang terstruktur, dan lambannya penetapan SOP pelayanan pemberian insentif dan kemudahan.










DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Ekowati, Mas Roro Lilik. 2009. Perencanaan Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program Cetakan ke IV. Surakarta: Pustaka Citra.
Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Pasolong, Harbani. 2012. Metode Penelitian Administrasi Publik. Bandung. Alfabeta.
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia
Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Medpress.













[1]Leo Agustino, 2008,” Dasar-Dasar Kebijakan Publik”, Bandung: Alfabeta, hal 139
[2]Mas Roro Lilik Ekowati. 2009. Perencanaan Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program . Cetakan ke IV. Surakarta: Pustaka Citra. Hal 42.
[3]Ibid.,Hal.42
[4]Beni Ahmad Saebani. 2008. Metode Penelitian. Bandung : Pustaka Setia. Hal.122.
[5]Moh. Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hal. 54.
[6] Harbani Pasolong. 2012. Metode Penelitian Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta, hal 107
[7]Suharsini Arikunto. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 99
[8] Ibid,..
[9] Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik Teori Dan Proses.Medpress. Yogyakarta. hal. 160.
[10] Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik Teori Dan Proses.Medpress. Yogyakarta. hal. 159.
[11]www.padangmedia.com “pertumbuhan ekonomi sumbar berangsur pulih “, diakses pada tanggal 22 Desember 2011 pukul 01.28 WIB.
[12] Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik Teori Dan Proses.Medpress. Yogyakarta. hal. 166.

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )