Marissa

Aku baru saja membeli sebuah apel di minimarket, tidak lebih dari satu biji apel..kenapa? benar sekali bahwa tidak ada kulkas di kamar ini. Satu biji apel merah jenis royal gala seharga 69k yang aku membayar senilai 70k, tidak ada kembalian tentunya. Sudah!, ini bukan cerita tentang sebiji apel, juga bukan cerita sepiring nasi goreng ayam yang baru saja aku santap, tidak dipungkiri rasa nasi goreng itu memang enak setidaknya lebih enak daripada yang aku masak sendiri dengan bumbu instan seharga 20k.
Beberapa menit sebelum meyantap nasi goreng seorang teman mengirim pesan singkat padaku, teman lama tetapi selalu terasa baru, sebelumnya aku akan memberikan ciri-ciri orang itu. Hmmmm…sebentar nah yang pertama dia adalah wanita (berhati laki-laki), rambutnya semi pirang ikal tidak beraturan setidaknya itu yang aku lihat di akhir tahun 2011, badannya agak besar lebar, pendek, betis aduhai dan yang paling penting adalah bibirnya yang sebenarnya lebar tetapi terlihat kecil. Tunggu sebentar, petunjuk ini mungkin bisa membantu, kucing. Yap, benar sekali memang banyak teman ku penggemar kucing tetapi ciri lain tidak ada yang sama dengannya, manusia konyol bernama Meta a.k.a Eji. Sampai sekarang aku masih menyimpan kontaknya dengan nama Jijiluffi walaupun dia pernah mengganti sekali dengan Jijinis, itu kedengaran menggelikan.

Tepat di pertigaan filem deadpool yang sedang aku tonton dia mengirim pesan gambar seekor ikan cupang warna merah dalam botol plastik. Dia memberi nama ikan cupang merah itu dengan panggilan “utin”, buseeet..nama macam apa itu yang kau berikan Eji. Ikan secantik itu tidak pantas diberikan nama seperti itu. “hei nama ku utin,” begitu kira-kira pesan singkatnya dan aku langsung melihat seekor ikan cupang dalam botol plastik lusuh.
“apakah tidak ada tempat yang lebih baik daripada botol bekas itu..!,” tentu saja aku kesal dengan botol plastik itu, maksud ku “utin” tidak pantas mendapatkan tempat itu.
Mungkin saja dia sedang senyum ketika mengetik ini,” heheh..itu ikan baru selesai di jemur..,” balasnya.
Aku sih masih bisa berbaik sangka semoga saja memang bukan itu tempat asli si “utin”, kalau memang benar aku akan menyumpahi “utin” agar punya sayap lalu terbang dan pergi dari botol plastik lusuh itu. Kami terus bercakap tentang ikan cupang karena memang warna merah ikan itu mengingatkan aku pada Marissa, ikan cupang tertua yang pernah aku pelihara dan akhirnya mati karena tubuh cantiknya dipenuhi jamur. Hmm..setidaknya Marissa pernah sekitar empat atau empat setengah bulan menari dalam botol kaca ku. Lalu mengapa tidak aku tulis tentang Marissa dan lima ekor cupang lainnya yang pernah menghiasi hari-hari ku di kantor, bahkan tidak jarang aku berbicara dengan mereka. Seperti orang gila. Enam ekor cupang yang pernah aku pelihara memiliki nama masing-masing, satu ekor Marissa, dua ekor Ifanna, satu ekor Lusi, satu ekor Mona dan satu ekor Giant. Diantara semua cupang itu, Giant adalah yang paling aku sukai, warnanya bagus, badannya gemuk, dan suka sekali makan sama halnya dengan ku. Sayang ada tragedi yang merenggut nyawa Giant. Aku sedih.
Si merah ini namanya Marissa
Baiknya aku memberitahu kenapa si merah yang pertama kali bernama Marissa, itu sebenarnya hanya reflek tetapi memang ketika sesampai di kantor setelah membeli ikan itu aku melihat Marisa, dia adalah salah seorang atasan kami di kantor. Nama lengkapnya Marisa Violina, sebagai bentuk penghormatan aku berikan nama cupang merah pertama ku dengan nama Marissa, bedakan antara Marisa dengan Marissa. Aku rasa tidak perlu menjelaskan itu. Sekarang meja kerja ku tidak hanya dihiasi kertas kerjaan dan gelas kopi tetapi juga ada Marissa di dalam botol kaca. Hari demi hari aku dihiasi dengan adanya Marissa, tidak hanya aku tetapi kebanyakan dari teman kantor juga menyukai ikan itu, bagaimana tidak siripnya amat cantik berwarna merah menyala. Sesekali aku mengajaknya berbicara walaupun aku juga paham bahwa ia tidak akan mengerti, tetapi itulah kita, pada benda mati pun kerap kita berbicara.
Aku memberinya makan dua kali dalam sehari, pagi dan sore menjelang pulang. Marissa adalah yang pertama kali aku cari sekarang ketika memasuki ruang kerja. Tidak hanya itu beberapa kali Marissa juga mengikuti sesi photoshoot yang tentu saja aku sendiri yang menjadi fotografernya. Dua bulan Marissa tanpa teman hingga akhirnya aku memutuskan untuk membeli seekor cupang lagi berwarna biru, masih kecil bahkan siripnya pun belum tumbuh panjang, aku beri nama si biru itu dengan nama Ifanna. Seorang gadis penyuka warna biru yang pernah aku kenal. Walaupun masih kecil tetapi Ifanna amatlah gesit, tetapi sifatnya yang malas makan membuat hidupnya tidak lama, barangkali hanya dua minggu. Satu botol kosong dengan nama Ifanna masih menempel.
Giant yang paling aku sayang
Aku tidak putus asa, kembali aku membeli dua ekor cupang, satu jenis seruit warna biru dan satu lagi warna biru toska yang mengkilap. Seruit biru aku masukkan ke dalam botol Ifanna dan hari itu dia resmi bernama Ifanna, lagi-lagi Ifanna tidak bertahan lama, keesokan harinya ia mati membeku, mungkin mabuk menempuh perjalanan yang cukup jauh. Sedangkan biru toska aku beri nama Lusi, dia begitu cantik dan gemulai, aku menyukai warna biru toskanya yang berkilau terkena cahaya lampu. Kenapa namanya Lusi? Yap…dia juga adalah seorang gadis penyuka warna biru yang lembut tetapi bisa jadi galak tiba-tiba, pas banget dengan karakter Lusi jika bertemu Marissa dia akan mengembangkan siripnya sambil meloncat kesana kesini. Untuk beberapa waktu Marissa dan Lusi menjadi penghibur ku di sela pekerjaan kantor, hingga pada suatu hari aku membeli dua ekor cupang jenis fancy dan giant.
Jenis fancy yang bercorak biru putih aku beri nama Mona sedangkan jenis giant yang berwarna biru hitam dengan pinggiran sirip kuning emas aku beri nama sesuai jenisnya yaitu giant. Untuk nama Mona tidak ada sesuatu maksud atau makna yang terkandung di dalamnya hanya singkatan dari Monalisa. Bukan Monalisa yang dilukis oleh Leonardo Da Vinci. Sekarang empat ekor cupang dalam hidupku, Marissa, Lusi, Mona, dan si besar Giant. Hari berganti, waktu berlalu hingga Marissa mulai sakit-sakitan, tubuhnya lemah dipenuhi jamur, memutih lalu meregang nyawa beberapa hari kemudian, sedangkan Lusi tidak lagi segesit dahulu, warnanya memudar dan siripnya tidak lagi cantik. Namun itu tidak masalah bagi ku, aku tahu semua yang hidup akan mati, aku telah merawat mereka dengan sepenuh hati, termasuk mengganti airnya tiga hari sekali.
        Berbeda dengan Marissa dan Lusi, dua ekor lagi Mona dan Giant semakin hari semakin cantik, tumbuh bagus dan suka sekali makan. Hingga…….suatu hari giant hilang tidak berbekas dari toples kacanya..!!, aku langsung mencarinya di ruang kerja, di bawah meja, dimanapun, tetapi tetap…Giant hilang tidak berbekas, hanya toples kacanya yang tersisa dan air di dalamnya. Aku bingung karena tidak pernah kehilangan ikan cupang selama ini, barangkali tikus pikirku walaupun sulit dimengerti tikus akan makan ikan di dalam air. Belum lagi hilang sedihku dengan hilangnya Giant, dua hari berikutnya hal yang sama juga menimpa Mona, hilang misterius begitu saja, tanpa bekas dan jejak yang tinggal, lagi-lagi tikus adalah jawaban yang sulit diterima akal. Bagaimana dengan Lusi?, setelah kehilangan Giant dan Mona, Lusi semakin melemah, kondisinya kritis, kadang terlihat seperti sudah mati padahal masih hidup, aku menunggunya benar-benar mati sempurna, lalu atap kantor selalu menjadi tempat terakhir bagi para cupang-cupang kesayanganku. Sampai sekarang kepergian Mona dan Giant terasa masih berbekas. Semua toples kaca aku simpan rapi apabila nanti ada cupang lain yang akan mengisinya. *Nanda Bismar

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)