Mojokerto : Kepedihan di Masa Muda

Kebanyakan orang yang sukses adalah orang yang pernah mengalami masa sulit dan kepedihan yang mendalam di waktu mudanya, tidak terkecuali dengan Bung Karno. Dia, Putra Sang Fajar juga menceritakan bagaimana pedihnya kehidupan sewaktu ia masih muda, dimana anak-anak yang lain asik dengan berbagai mainan yang membuat mereka lupa akan dunia. Dalam bagian yang ketiga “Mojokerto : Kepedihan di Masa Muda” Sukarno dengan gamblang memaparkan betapa ia menderita dimasa mudanya. Maklum saja seorang bapak dari Bung Karno hanyalah guru rendahan yang bergaji 25 rupiah sebulan, itupun kemudian dipotong untuk sewa rumah sehingga hanya tersisa 15 rupiah untuk mereka bagi dan bertahan hidup.
Umur enam tahun Sukarno muda tinggal di Mojokerto, sebuah perkampungan kumuh namun masih terdapat beberapa orang yang memiliki uang lebih membeli permen untuk anaknya. Jangan bicara permen kala itu pada Sukarno, sebab untuk makan nasi saja susah bahkan ia menceritakan kerap tidak makan nasi dalam sehari, sebagai penggantinya mereka menumbuk jagung dan ubi lalu memasakknya. Hal menyedihkan lain datang ketika lebaran dimana anak-anak lain sebayanya asik dengan petasan, Bung Karno malah mendekam dalam kamar yang sempit sambil mendengar bunyi petasan silih berganti. Hingga suatu hari datang seorang tamu yang bertandang kerumahnya dan memberikan ia satu bungkus penuh mercon, senang bukan kepalang dalam hati Bung Karno, bahkan tidak ada hal lain yang menandingi kesenangannya menerima sebungkus mercon.
Bag 3 Penyambung Lidah Rakyat
Jiwa muda Bung Karno terus ditempa, ia kerap membantu ibunya menumbuk padi yang dibeli di pasar, tidak seperti tetangga lain yang sanggup membeli beras enak. Bagi Bung Karno ibu adalah lebih dari segalanya, baginya ibu adalah pelita, permen, dan harta paling berharga yang ia punya. Sifat ibu yang lemah lembut penyanyang membuat Sukarno tidak tega jika melihat ibunya dalam kesusahan. Pada sisi lain seorang bapak adalah orang yang keras, ia kerap mengajari Sukarno, membaca, menulis, bahkan berkali-kali hingga Sukarno bisa membaca dan menulis. Tidak ada kata nakal dalam kamus hidup bapak, sekali saja berbuat nakal Sukarno Muda akan kena hukuman keras dari bapak. Pernah suatu kali Sukarno berbuat secara tidak sengaja sehingga berakibat jatuhnya sarang burung dari pohon jambu di depan rumahnya, bagi bapak membunuh makluk ciptaan tuhan adalah sama dengan penjahat, walaupun Sukarno telah meminta maaf tetapi hal itu tidak cukup bagi bapak, pukulan rotan melekat di pantat Sukarno berulang kali.
Disiplin yang keras adalah prinsip yang selalu dianut oleh bapak. Kehidupan yang keras dan serba apa adanya membuat Bung Karno memutar otak untuk bisa tetap bermain dengan teman-temannya, dengan beberapa orang temannya ia memanfaatkan alam sekitar untuk membuat mainan tanpa harus mengeluarkan uang. Ia juga kerap membawakan ikan kecil hasil tangkapan disungai untuk lauk makan malam, sekali pernah ia dicambuk oleh bapak karena pulang larut malam sekalipun dengan beberapa ekor ikan ditangan, bapak memang tanpa ampun mendidiknya.
Lingkungan yang kumuh juga membuat Sukarno muda sering sakit-sakitan sewaktu kecil dan bapak lah yang selalu menemaninya dengan penuh kasih sayang. Bapak punya cara unik dan ampuh dalam mengobati sukarno, bahkan suatu ketika Sukarno terkena sakit tifus, bapak rela tidur dibawah ranjang Sukarno selama dua setengah bulan. Di bawah ranjang yang hanya beralaskan tikar bapak mengucapkan doa-doa penuh keyakinan demi kesembuhan Sukarno. Walaupun cara bapak dianggap aneh namun penyakit Sukarno lama-kelamaan sembuh total, hingga akhirnya bapak memutuskan untuk pindah ke tempat yang lebih bersih dan kering di jalan Residen Pamuji.
Pada bagian ini Sukarno juga bercerita tentang sosok Sarinah yang menjaganya sewaktu masih kecil, dia adalah sosok yang sangat berpengaruh bagi Sukarno, bagian dari keluarga Sukarno, makan apa yang dimakan oleh keluarga Sukarno tanpa di gaji sepeserpun. Tidak jarang juga Sarinah memberikan Sukarno nasihat-nasihat menjelang tidur hingga besar Sukarno tidak pernah lupa. Kita tentu sangat akrab dengan nama Sarinah, iya benar sekali itu adalah sebuah nama yang diberikan Sukarno pada gedung swalayan pertama di Indonesia.
Sewaktu masih sering sakit-sakitan, bapak memilih mengubah nama Kusno menjadi Karna/Karno yang berarti kesatria pemberani dalam cerita Mahabarata, sejak itulah nama Kusno resmi berubah menjadi Sukarno, bukan Soekarno!. Keadaan ekonomi keluarga yang semakin memburuk membuat ayah Sukarno terus memutar otak untuk menghidupi keluarganya. Suatu hari nenek dari pihak bapak meminta Sukarno untuk tinggal bersamanya, kemudian nenek membawa Sukarno tinggal di Tulungagung. Kondisi ekonomi nenek sedikit lebih baik, tidak juga kaya namun cukup untuk memberi makan Sukarno. Kepercayaan gaib yang masih kental dianut oleh nenek dan kakek membuat Sukarno kerap kali menjadi dukun dadakan. Misalnya jika ada orang kampung yang sedang sakit maka Sukarno menjilat bagian yang sakit tersebut, hingga sembuh. Nenek dan kakek percaya sukarno dapat melihat hal-hal yang gaib hinga akhirnya kepandaian itu hilang pada saat ia mulai pandai berpidato di umur 17 tahun.
Semakin hari Sukarno semakin matang, beranjak dewasa dan mulai menunjukkan kepandaiannya dalam kelompok. Sukarno melanjutkan pendidikan ke sekolah pribumi dimana sekolah yang terbuat dari bambu itu hanya berisi anak-anak pribumi, anak-anak kelas rendah yang kelasnya hanya sampai kelas lima. Melihat kondisi demikian bapak akhirnya memutuskan memasukkan Sukarno ke sekolah Belanda demi mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Sukarno muda harus rela tertinggal satu kelas karena bahasa Belandanya yang masih kurang baik, ia protes tetapi muka bapak lebih menyeramkan.
Masa-masa disekolah belanda tidak juga sulit beberapa pengalaman menyenangkan dialami oleh Sukarno, ketika ia jatuh cinta pada gadis belanda misalnya, ia menciumnya dengan gugup. Kehidupan muda Sukarno terus berlanjut hingga ia sampai di HBS dan dikenalkan oleh bapak kepada seorang sosok yang mengubah hidup Sukarno selamanya, dia adalah H.O.S Cokroaminoto, seorang guru dan teladan bagi sukarno. *Nanda Bismar / 12.02.2016


Source : Penyambung Lidah Rakyat By Cindy Adams

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )