Shogun



Sebelum jari ini kaku untuk menari diatas keyboard maka saya memutuskan untuk kembali menulis setelah dua minggu vakum karena lain dan suatu hal yang tidak bisa juga saya elakkan. Saya amat takut apabila jari ini sudah kaku maka saya tidak bisa lagi menulis, menulis dan menulis apapun yang penting menulis. Kali ini juga adalah tulisan yang juga tidak penting tetapi bagi saya amat berarti, maka tergerak hati ini untuk menuliskannya. Ini adalah kisah saya dan gasing saya bernama “shogun”.

Mungkin pembaca berfikir bahwa saya agak sedikit gila karena mencintai benda mati, tetapi saya memang tidak bisa memungkiri bahwa beberapa benda-benda yang saya miliki memang terasa memiliki jiwa yang amat dekat dan terasa hidup. Misalnya sewaktu kecil, saat itu tengah musim permainan gasing yang nama kerennya “beyblade”, dimana-mana anak-anak sebaya saya dimana-mana bermain gasing jepang tersebut. Awalnya kami Cuma menonton serialnya di televisi, lama-kelamaan kami juga ingin memainkannya seperti yang dilakukan oleh tokoh di televisi. Saya masih ingat kala itu saya membeli “beyblade” seharga lima ribu rupiah dari hasil uang jajan yang terus saya sisihkan demi mendapatkan sebuah gasing.
Setelah memilih beberap model saya akhirnya menjatuhkan pilihan kepada gasing dengan desain api berwarna ungu, girangnya hati. Kemanapun pergi gasing itu selalu saya bawa, hingga suatu hari terjadi laga dengan gasing teman saya yang lebih besar dan kuat. Kami biasa melakukan adu gasing di tengah pasar karena selain tempatnya cukup lapang beberapa spot juga bisa menjadi pilihan, contohnya spot lantai yang licin atau spot tanah yang penuh kerikil. Hari itu saya dan teman sepakat untuk berlaga di lantai yang licin, setelah kami bersihkan lalu laga pun dimulai. Saya dan teman sama-sama mengambil beberapa langkah mundur sambil memasukkan penarik gasing. Kamipun sama-sama menghitung satu, dua, tiga lalu gasing saya lepas dan meluncur seiring dengan gasing milik teman. Brak, brak, bunyi gasing kami beradu, dua kali aduan ternyata gasing saya terpelanting dan pecah. Memang gasing teman saya amat kuat karena terbuat dari besi yang lebih keras sedang gasing yang saya miliki ukurannya lebih kecil dan besinya lebih ringan. Saya langsung berlari memungut gasing yang pecah berantakan, kedudukan bautnya pecah.
Teman saya tertawa lepas karena gasing nya menang ditambah dengan melihat gasing yang saya miliki pecah. Sedih memang, punya gasing satu-satunya tetapi malah kalah dalam laga dan yang lebih menyedihkan gasing itu pecah. Tetapi saya tidak kehabisan akal, saya berkata dalam hati bahwa saya akan mengalahkan gasing teman itu. Setelah laga yang menyedihkan dan menyakitkan saya membawa pulang gasing yang sudah tidak utuh lagi, sembari berharap saya bisa memperbaikinya.
Rasa lapar pun hilang melihat gasing yang berantakan, hingga saya mencoba untuk memperbaikinya. Pecahan demi pecahan saya satukan, terlebih dahulu kedudukan baut nya saya lem dengan lem besi agar bautnya bisa dipasang lagi untuk menyatukan semua komponen. Hari itu adalah hari yang paling serius dalam hidup karena ambisi untuk mengalahkan gasing teman tadi masih terus membara. Setelah beberapa kali bongkar pasang dan melakukan tes pada gasing saya masih kurang puas, saya berfikir bagaimana gasing saya menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Munculah ide menambahkan komponen lain untuk memperkuat gasing, ya saya memilih beberapa kawat bekas payung yang sudah rusak untuk mengikat komponent gasing menjadi lebih kuat. Tidak hanya untuk mengikat komponen gasing saya juga menambahkan beberapa kawat di sekeliling gasing yang berfungsi untuk menjaga gasing bebas dari hantaman langsung gasing lawan. Jiwa dan raga saya serasa menjadi tokoh dalam filem beyblade.
Tidak terasa sudah malam hari tetapi hati saya sedikit terobati karena gasing yang pecah tadi sore sudah bisa saya perbaiki lagi dan saya percaya kali ini gasing saya akan menang karena dilengkapi senjata tambahan. Saya pun beranjak ke tempat tidur tetapi mata tidak mau juga diajak untuk tidur hingga saya memutuskan untuk mengambil gasing dan mematut-matutnya. Ide setengah gila pun muncul ketika saya tengah mematut-matut gasing, saya merasakan adanya jiwa pada benda kecil itu. Kenapa tidak saya kasih nama saja, mulai berfikir dalam hati, tapi apa ya nama yang cocok. Beberapa saat saya teringat akan kata-kata “shogun” yang artinya adalah kesatria dalam budaya jepang. Yap, langsung saja saya menyebut gasing kesayangan saya dengan nama “shogun”.
Keesokan harinya saya bangun lebih awal dengan perasaan senang, pagi sekali saya kembali mengambil gasing dan memastikan bahwa kondisinya aman. Setelah selesai mandi dan sarapan pagi saya pun bergegas ke sekolah, kali ini saya harus membawa gasing dengan hati-hati karena pinggirannya sekarang sudah dipenuhi oleh kawat payung bekas. Sesampainya disekolah saya lantas tidak memamerkan gasing buatan saya karena memang bentuknya yang sedikit agak aneh, penuh dengan lilitan kawat jadi saya pun takut ditertawakan teman. Ya mau bagaimana lagi uang untuk membeli gasing yang baru saya tidak punya. Hari itu di sekolah terasa sangat lama, waktu berjalan seperti gerak lambat dalam adegan laga di filem ultraman. Detik-detik jam pulang pun akan datang, saya langsung berbisik kepada teman yang mengalahkan gasing saya kemarin untuk kembali berlaga sepulang sekolah. Dia pun menyanggupi seraya meledek saya, tapi hanya saya balas dengan senyuman.
Sepulang sekolah saya dan teman kembali kerumah masing-masing, saya makan siang dengan sangat cepat karena sudah tidak sabar ingin berlaga. “kali ini kita harus menang shogun”, saya mulai berbicara pada gasing. Sama seperti kemarin, kami kembali bertemu di arena lantai yang licin di pasar, dia mulai meremehkan gasing saya karena melihat bentunya yang aneh dan dipenuhi kawat. Laga kali ini tidak seperti kemaren, banyak teman-teman yang lain juga turut menyaksikan mereka pun juga membawa gasing masing-masing. Mungkin laga kami memang patut ditonton, setelah bersih-bersih, kami kembali melakukan hal yang sama, mundur beberapa langkah mengambil posisi. Satu, dua, tiga, gasing modifikasi saya meluncur mulus dan brak..brak.,,kawat kawat langsung menyentuh gasing besar milik teman saya. Beberapa kali beradu gasing teman saya mulai melemah dan bergerak lambat lalu tidak lagi berputar sedang gasing saya masih berputar dengan kencang hingga saya pun bingung untuk mengentikannya karena dipenuhi kawat.
Rasa puas pun melanda, tetapi teman saya menginginkan laga ulang karena tidak puas dengan kekalahan, sekali lagi kami mundur dan melepaskan gasing. Brak, sekali sentuh gasing teman saya terpelanting walaupun tidak pecah seperti gasing saya kemarin. Senang sekali rasanya, hingga beberapa hari berikutnya belum ada yang mampu mengalahkan “shogun”.
Suatu hari seorang teman dengan gasing barunya mengajak saya kembali berlaga, kali ini kami memilih arena lantai yang agak kasar. Gasing saya pun sudah tidak normal lagi, semakin banyak kawat yang melilit dan menempel. Saya melihat gasing teman sangat bagus dan keren, itu adalah gasing model baru yang dilengkapi mesiu agar bisa berapi saat bersentuhan dengan gasing lawan. Setelah semua siap kami pun memulai laga, sepertinya teman sangat percaya diri akan menang pada laga kali ini. Namun seperti biasa “shogun’ selalu melempar gasing lawan keluar arena hingga gasing model baru itu terlontar keluar arena.
Rupanya kekalahan kali itu membuat teman saya frustasi, lalu ia menghampiri saya seraya berbisik bahwa ia akan membeli gasing rakitan saya. Dia menawar dengan harga yang cukup tinggi masa itu, seharga lima ribu rupiah plus gasing model baru yang baru saja terlontar juga ia berikan. Tak ayal tawaran itu membuat saya agak sedikit bingung, tetapi lekas saya berdalih bahwa saya akan memberikan gasing itu esok harinya. Sebelum tidur saya terbayang lembaran uang lima ribu yang berarti saya bisa membeli gasing baru atau saya simpan untuk uang jajan yang cukup untuk seminggu.
Akhirnya saya putuskan untuk menjual “shogun”, berat memang tapi tak apalah saya dapat gasing model baru yang akan saya rakit ulang mirip “shogun”. Hehehhe. Think Smart!. *Nanda Bismar

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )