Idealis atau Pragmatis?



Apakah anda termasuk orang yang idealis? Apakah anda mengerti apa itu idealis? atau anda adalah seorang yang pragmatis? Lalu apa pula itu pragmatis?. Semoga tulisan ini tidak mampu memberikan jawaban kepada anda layaknya tulisan bagus lain yang menggunakan teori dari pelbagai sumber ilmu. Sekarang mari kita tengok dulu apa itu idealis, bisa saja idealis berasal dari kata ideal yang berarti berada pada posisi yang sempurna atau logika yang baik lalu ditambah dengan akhiran “is” agar lebih manis. Tidak jarang seseorang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang yang idealis, lalu mereka menambahkan akhiran “me” menjadi idealisme yang berarti ajaran menjadi manusia ideal :D.
Banyak orang mengatakan bahwa seorang yang idealis berbeda dengan kebanyakan orang lain di lingkungannya, ibaratnya semua orang memilih warna putih maka mereka yang ngaku idealis akan memilih warna hitam. Seolah mereka tidak gentar berdiri sendiri, merasa mantap dengan pilihan sendiri. Sebagai contoh yang mudah dan sangat umum dialami oleh kebanyakan orang adalah ketika mereka masih menyandang status sebagai mahasiswa di perguruan tinggi. Istilah keren yang paling sering di dengungkan adalah mereka sebagai agent of change, manusia-manusia pilihan dengan derajat pendidikan yang tinggi. Bagi mahasiswa yang mengaku idealis tidak jarang mereka melakukan yang tidak dilakukan oleh mahasiswa lainnya, seperti terjun dalam dunia organisasi, mengadakan berbagai seminar, acara amal, turun ke jalan, demonstrasi, dengan kebanyakan isu sosial lingkungan, memperjuangkan nasib rakyat yang notabene adalah memperjuangkan nasib mereka sendiri, kan mereka juga rakyat. Mereka rela memilih jalan ekstra dan berbeda dengan mahasiswa lain yang mungkin saja sekarang hanya berkutat dengan buku dan rumus.
*Ilustrasi Ist

Mahasiswa yang turun ke jalan kerap kali menyebut dirinya idealis karena merasa telah melakukan hal-hal yang ideal yaitu memperjuangkan kepentingan orang banyak. Sebaliknya menurut mereka mahasiswa yang pragmatis aksi turun ke jalan adalah perbuatan yang sia-sia bahkan bisa saja menghabiskan energi dan memalukan karena bisa tertangkap kamera lalu ditonton oleh orang tua mereka di kampung. Bagi mereka yang pragmatis alur fikirannya lebih kurang bisa digambarkan seperti ini, tamat cepat dengan IPK tinggi, kerja diperusahaan nasional bahkan internasional, dengan pendapatan besar, pakai seragam rapi, gadget paling update, tidak segan mereka habiskan seharian di meja kerja demi prestasi yang terus menaik hingga mereka menyebut dirinya dengan kata “saya telah sukses”. Apa itu salah? Jelas tidak!.
Lalu bagaimana dengan pemikiran mahasiswa yang idealis? Nah kurang lebih seperti ini, tamat tidak terlalu diperhitungkan selagi masih bisa memperjuangkan orang banyak, isu sosial, isu lingkungan, hingga hak asasi manusia buatan barat itu. Namun seketika mereka tamat, mereka bingung akan melangkah kemana karena hidup dan permasalahan hidup semakin sulit, semakin sempit dan melilit. Satu-satunya jalan adalah berlaku menyesuaikan dengan kondisi dan situasi agar mereka selamat sampai tujuan. Setidaknya untuk bertahan hidup karena malu dong sudah tamat kuliah dengan biaya mahal tetapi hanya nongkrong di kedai kopi ngabisin kopi satu gelas hingga jam empat sore. Malu dong!. Bukan malu sama orang sekitar tetapi malu pada diri sendiri.
Bimbang sering terjadi disini, apalagi ketika sebuah perusahaan internasional yang semasa kuliah mereka cela, mereka caci maki menawarkan kehidupan yang lebih baik. Dalam posisi ini seorang yang menganggap dirinya idealis berada dalam titik kebimbangan puncak. Banyak diantara mereka mengambil kesempatan bekerja untuk berbagai perusahaan dan banyak juga dari mereka yang tidak mengambil kesempatan itu, alih-alih masih mempertahankan idealis lalu memilih bergabung dengan berbagai organisasi non pemerintah atau LSM. Di lembaga tersebut mereka memang masih bisa teriak-teriak, turun kejalan, dan mengadakan berbagai riset dan penelitian yang biayanya dari mana? Dari mana kawan-kawan? Jangan bilang itu dari dompet sobek mu, itu kan kebanyakan juga dari pemerintah, dari pemerintah asing, dari perusahaan asing, lho itu bukannya yang juga mereka benci waktu itu, waktu itu lho ketika mereka masih kuliah. Semakin bimbang akhirnya mereka menjadi manusia pragmatis dalam waktu yang singkat, tidak peduli lagi dengan prinsip yang mereka agung-agungkan semasa kuliah. Apakah mereka salah? Menurut saya tidak juga karena yang mereka lakukan adalah antisipasi dari situasi dan kondisi yang dialami agar mampu bertahan hidup.
Nah sekarang mari kita lihat manusia pragmatis tadi, kita tengok mereka pasti sudah sukses dong  secara material mereka sudah sukses juga secara karir yang semakin melejit. Semakin mereka menaik semakin mereka bingung tiba-tiba bagaikan petir di siang bolong ketika mereka merasa buntu timbul lah sebuah pertanyaan, “untuk apa saya hidup?,” boommm…boomerang ini kerap terjadi sehingga tidak heran mereka langsung berbalik arah melakukan hal-hal yang dahulunya mereka anggap itu adalah perbuatan sia-sia. Mereka mulai melakukan aksi-aksi sosial, mulai turun ke jalan, mulai melakukan berbagai kampanye lingkungan, demi apa? Nah itu demi menjawab kebingungan yang sedang mereka alami, mereka secara tidak langsung telah menjadi pribadi idealis yang dulunya mereka benci. Bingung kan? Sengaja memang tulisan ini bertujuan untuk membuat pembacanya bingung karena bisa saja kebingungan itu melahirkan sebuah kesimpulan yang merubah hidup anda..hahaha. Jadi bagaimana seharusnya bersikap? Idealis atau pragmatis?, jangan harapkan menemukan jawaban ideal dari tulisan ini, anda bisa menemukan jawaban tersebut pada diri anda jika memang anda memiliki prinsip hidup. Bisa saja kesimpulannya adalah idealis dan pragmatis itu tidak ada bahkan hanya klise dan abu-abu.
Teluk Kuantan, 13 Februari 2015

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )