Gemulai Budak Melayu



Sore itu saya pulang kantor lebih cepat dari biasanya, bukan karena bos tidak ada tetapi saya sudah berencana akan mengajak teman saya untuk pergi berkunjung ke Pekanbaru Expo. Event tahunan Kota Bertuah Pekanbaru. Setelah merapikan meja kerja, saya pun segera absen dan bergegas menuju rumah dengan senang hati.
Setibanya di rumah saya lihat Dika masih tidur pulas, memang biasanya ia tidur pukul empat sore hingga pukul enam. “Dikaaaaa...banguuunn sebentar lagi malam,” saya menggedor pintu kamarnya. Seperti biasa ia selalu menceracau tidak jelas jika dibangunkan, “@$%#*&^%$#@”, begitu yang selalu ia ucapkan ketika saya bangunkan.
 Saya pun berganti pakaian dan sedikit dandan siapa tau aja ada cewek cantik nanti di expo kan lumayan buat cuci mata. Sementara Dika terlihat berjalan gontai menuju kamar mandi dengan mukanya yang masih masam dan mulutnya yang memanjang. “bergegas Dik, kita mau lihat expo malam ini”, sambil mencari baju di lemari. Celana jeans hitam dan kaos tipis menjadi pilihan.

 Dika sudah selesai mandi, mukanya terlihat lebih segar dan senyumnya jauh lebih baik. Setelah kumandang azan magrib berlalu saya pun menunaikan ibadah sholat magrib lalu berangkat bersama Dika yang sudah menghabiskan rokoknya satu batang. Sebelum berkunjung ke Pekanbaru Expo, kami terlebih dahulu mengisi perut dengan menu pilihan malam itu adalah Soto Padang yang terletak di jalan Harapan Raya.  “kelihatannya tom yam juga enak dik, eh nasi goreng seafoodnya juga,” aku melihat banyak sekali menu makanan yang ditawarkan. Walaupun menu yang ditawarkan banyak tetapi tetap saja yang menjadi primadonanya adalah Soto Padang. Saya dan dika pun memesan dua porsi soto Padang lengkap dengan nasinya. Soto dengan kuahnya yang kental dan panas serta aromanya yang sungguh menggoda, belum lagi taburan bawang goreng yang krispi. Daging yang dicampurkan terlebih dahulu di iris tipis, tidak hanya daging tetapi juga pergedel kentang khas soto Padang. Saya lebih suka menayantap soto dengan rasa agak pedas sehingga saya menambahkan cukup banyak cabe hijau, sedangkan Dika lebih suka dengan kecap yang banyak. Suasana rumah makannya yang bersih dan nyaman membuat selera makan bertambah, dan tidak butuh waktu lama bagi kami untuk menghabiskan semangkuk soto yang lezat.
Seperti biasa Dika selalu memantik rokoknya sehabis makan lalu kami rehat sejenak, setelah itu kami langsung menuju Expo. Saya dan Dika malam itu sama-sama pertama kali mengunjungi Pekanbaru Expo yang digelar di lapangan purna MTQ, jadi rasa penasaran kami lumayan tinggi.
Setelah memarkirkan kendaraan dan membayar uang parkir yang di luar batas kewajaran kami pun segera menuju beberapa stand yang ada di Expo. Tidak berbeda jauh memang dari kebanyakan expo yang digelar di tempat lain, ada panggung hiburan, stand pameran hingga beberapa pedagang kaki lima yang coba meraup untung dari ramainya pengunjung. Stand pameran pertama yang menarik hari saya adalah pameran sejarah Kota Pekanbaru yang sebelumnya berada di bawah kepemimpinan Raja Siak. Galery foto-foto Pekanbaru tempo dulu pun memenuhi dinding stand yang berukuran kira-kira 3x3 meter, dan dari sana saya tahu bahwa Sultan Syarif Kasim II adalah salah seorang dari kerajaa Siak yang meresmikan bandar udara Riau dan namanya masih di pakai hingga sekarang. Disamping stand arsip dan perpustakaan Kota Pekanbaru terdapat satu stand berasal dari luar Riau, yairu stand Kabupaten Pasaman Barat yang memamerkan berbagai makanan olahan khas Pasaman Barat serta beberapa kerajinan tangan. Rupanya tidak hanya stand-stand dalam provinsi yang meramaikan expo, terlihat juga beberapa stand dari provinsi luar seperti Sumatera Barat bahkan ada juga yang dari provinsi di pulau Jawa. Semua stand lengkap, mulai dari kebudayaan, pariwisata, pendidikan, dan teknologi.
Narsis di depan stand Kab. Pasaman Barat
Kami mengelilingi semua stand hingga kami berhenti cukup lama di sebuah stand karya seni yang menjual berbagai macam karya seni terbuat dari kayu kokka. Anda tahu kayu kokka? Itu lho kayu yang konon katanya di pakai untuk membuat bahtera Nabi Nuh dan juga tongkat Nabi Musa. Berbagai macam perhiasan dibuat, seperti gelang, kalung, cincin, pipa hisap rokok, dan pernak pernik hiasan dinding. Karena penasaran saya pun bertanya kepada sang penjual, “ bang ini beneran terbuat dari kayu kokka? apa itu kayu kokka?”, seraya memilih milih cincin yang pas. Abang penjual menjelaskan bahwa kayu ini langsung dikirimkan dari Mesir dan tidak tumbuh di Indonesia.
Agak lama memilih cincin karena sulit menemukan yang pas, tiba tiba seorang wanita cantik yang agaknya sebaya dengan saya juga ikutan memilih cincin. “bang tolong pilihkan yang warna hitam muat di jari manis ya”, katanya kepada abang penjual. Beberapa cincin di sodorkan abang penjual kepada wanita itu, dan semua yang dicobakan tidak muat di jari manisnya. “jari kamu kegedean itu, coba yang ini,” saya berikan cincin berwarna hitam. Pas saya cobakan ke tangannya, eh malah langsung muat, hahahahahaha. Ia pun tersenyum, “wah abang hebat, makasih ya”, sambil mengeluarkan uang sepuluh ribu dari sakunya. Setelah membayar ia pun berlalu dan saya hanya tersenyum. Sekarang giliran saya malah tidak ketemu cincin yang pas, alhasil saya harus puas dengan tidak membeli satupun cincin.
Puas mengelilingi beberapa stand yang ada, saya dan Dika berjalan menuju depan panggung hiburan. Awalnya saya tidak tertarik tetapi mendengar lantunan nasyid dari salah satu grup nasyid di Pekanbaru saya pun jadi tertarik. Suara mereka bagus. Kami mengambil bangku untuk menonton dan serunya lagi host yang membawakan acaranya agak mirip laki-laki tetapi mengenakan busana perempuan. Namanya Maklum. Gaya nyentrik dan bahasa melayunya yang khas mampu menjadi magnet yang menarik penonton semakin ramai mendekati panggung. Sayangnya hanya beberapa penonton saja yang kebagian tempat duduk, karena kursi yang disediakan di depan panggung jumlahnya tidak banyak.
Panggung Hiburan
Kebetulan sekali saya duduk di samping salah seorang penari yang tengah asyik bercerita dengan kawannya. Kadang-kadang ia menanyakan gerakan tari kepada kawannya sambil mempraktikkan. Saya memberanikan diri untuk bertanya kepada nya tentang tari yang akan ia tampilkan. Namanya Stella, salah seorang siswa sekolah menengah di Dharmayuda sebuah sekolah elite di Pekanbaru. “kalian mau nari apa?” tanyaku penasaran. Ia menuturkan dengan lengkap bahwa ia dan empat temannya akan menarikan Tarian Basolang, suatu tarian yang memiliki makna cerminan kehidupan para petani melayu. Gerakan tarian Basolang tidak hanya sekedar menggambarkan kehidupan di ladang mulai dari menggarap hingga memanen, namun juga kehidupan keseharian para petani. Stella nampak antusias berbicara dengan saya menjelaskan tentang tarian Basolang. Ia mengaku baru pertama kali tampil di Pekanbaru Expo, tetapi saya tidak melihat gugup sedikitpun dari raut wajahnya.
Tidak berapa lama saya ngobrol dengan Stella, saatnya ia tampil ke atas panggung dan rasa penasaran saya semakin memuncak menyaksikan aksi Stella. Sebelum penampilan Stella, terlebih dahulu sanggar tertua di Pekanbaru yaitu sanggar Sri Mersing ikut memamerkan aksinya diatas panggung. Sanggar yang sudah meraih banyak penghargaan ini membawakan dua tembang melayu klasik yang sangat enak di dengar. Suara penyanyinya sangat bagus serta pemain alat musiknya juga tidak kalah cekatan, ini adalah pertama kali saya menyaksikan secara langsung penampilan orkes melayu. Irama lagunya amat khas di telinga. Setelah aksi dari Sri Mersing lalu dilanjutkan dengan tarian Mak Inang dan Molah Bakudo yang mampu memukau para penonton. Alhasil tepuk tangan meriah pun sebagai apreasiasi dari para penonton yang semakin ramai.
Stella dan kawan-kawannya gan :D
Gerakan gemulai budak-budak melayu rupanya membuat saya betah untuk berlama-lama duduk di depan panggung. Sebelumnya saya tidak terlalu suka dengan tari-tarian, namun kali ini saya amat terkesima. Saya melihat di sebelah kiri panggung Stella dan teman-temannya sudah bersiap untuk menunjukkan aksinya, Ia dan temannya masuk seiring musik pembuka tarian Basolang. Mereka menari dengan membawa atribut lengkap seperti bakul punggung dan kerucut khas petani. Gerakan tariannya cepat, tegas dan penuh semangat, jelas sekali itu adalah karakter kehidupan petani. Beberapa gerakan Basolang terlihat seperti memanen, menumbuk padi, dan melepas lelah setelah usai bekerja. Menjelang akhir tarian perlahan gerakannya agak gemulai, mereka terlihat kompak dan penuh dengan senyuman. Pantas saja sekolah mereka juara 1 di ajang kesenian yang di gelar Pemerintah Kota Pekanbaru, lalu mampu menyabet juara dua pada tingkat Provinsi Riau. Saya kagum dengan kemapuan Stella dan kawan-kawannya.
Usai Penampilan Stella, penonton di suguhi dengan satu lagi tarian melayu yaitu Tarian Kacang Mayang yang ditarikan oleh enam orang remaja putri. Tidak slah lagi semua tarian yang disuguhkan malam itu mampu memukau penonton yang rela berdiri menyaksikan aksi para penari, saya pun merasa puas dengan aksi mereka. Setidaknya sekarang saya mengetahui beberapa jenis tarian melayu dan maknanya. Malam yang luar biasa. 

Pekanbaru, 01 September 2014

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )