Toleransi dalam Pancasila
Pancasila,
jika kita mendengar kata Pancasila maka seketika yang teringat adalah pada saat
upacara bendera atau ketika kita sedang belajar pendidikan kewarganegaraan di
sekolah. Mengapa demikian? karena memang masa-masa itu Pancasila kerap kali
kita dengar bahkan ketika upacara bendera kita selalu mengucapkannya. Tetapi
apa sebenarnya yang terkandung di dalam Pancasila?. Jawaban sederhananya
mungkin adalah karena Pancasila merupakan sebuah dasar negara, ideologi bangsa Indonesia
oleh karena itu maka sebuah dasar negara harus terus dipertahankan demi
tercapainya cita-cita yang di inginkan oleh bangsa ini. Pancasila mencakup
nilai-nilai yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik, salah
satunya adalah nilai toleransi yang ada di dalam Pancasila. Untuk mengetahui
salah satu nilai luhur dalam Pancasila yaitu toleransi maka kita perlu tahu
mengapa Pancasila lahir dan dijadikan ideologi bangsa kita.
Sejarah lahirnya Pancasila
Pancasila
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu panca berarti lima dan sila berarti prinsip
atau asas. Jadi, Pancasila dapat diartikan sebagai dasar ideologi
yang digunakan oleh Negara Indonesia. Kelima asas Pancasila ini tercantum pada
Preambule atau Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 paragraf ke-4.
Tepat
pada 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI ( Badan Perumus Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
atau yang disebut juga dengan Dokoritsu Zyunbi Tyoosakai, sang Proklamator Bung
Karno menyatakan gagasannya sebagai ide awal Pancasila. Sukarno dengan lantang
berbicara di depan para peserta sidang yang juga dihadiri oleh rakyat
menjelaskan lima konsep awal dasar negara Indonesia yang merdeka adalah
Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme – atau perikemanusiaan, mufakat-atau
demokrasi, kesejahteraan sosial dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Mengapa Bung Karno mengatakan ketuhanan? Karena Bung Karno mengetahui bahwa
bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam elemen masyarakat yang berbeda
dalam segi agama oleh karena itu setiap masyarakat harus memiliki dan percaya
akan Tuhannya masing-masing. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang yang tidak
memiliki Tuhan bukanlah bagian dari bangsa Indonesia oleh karena itu orang atheis
tidak diperkenankan untuk menempati bumi pertiwi. Apakah dengan pidato Bung
Karno yang disambut gemuruh hadirin lantas tercipta Pancasila? maka lagi-lagi
kita harus berkaca kepada sejarah bahwa untuk menetapkan Pancasila sebagai
dasar negara, Bung Karno dan kawan-kawan harus mendapatkan pertetangan dari
berbagai golongan, salah satunya adalah golongan islam yang menginginkan bahwa
seharusnya sila pertama berpedoman kepada ajaran umat islam karena mayoritas
penduduk Indonesia adalah penganut agama islam. Penolakan tersebut datang dari
sahabat dekat Bung Karno sendiri yaitu Kartosuwiryo yang akhirnya memulai
gerakan melawan pemerintahan Sukarno dengan mendirikan kelompok Darul Islam/Tentara
Islam Indonesia (DI/TII). Kartosuwiryo secara resmi menyatakan perang dengan Sukarno
yang merupakan sahabat semasa remajanya ketika masih berguru dengan H.O.S
Cokroaminoto. Kita bisa membayangkan bahwa demi tegaknya Pancasila, Sukarno
rela menumpas perlawanan dari sahabatnya sendiri yang juga seiman dengannya
yaitu islam.
Secara
filsafat Pancasila dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya
kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila
merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia
dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam).
Setelah
ditetapkan maka bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor
12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai Toleransi dalam Pancasila
Toleransi
berasal dari bahasa Latin yaitu tolerare
yang artinya menahan diri, bersabar, membiarkan orang berpendapat lain dan
berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat lain. Sikap toleran
tidak berarti membenarkan pandangan yang dibiarkan itu, tetapi mengakui
kebebasan serta hak-hak setiap individu dalam suasana demokrasi. Secara bahasa bermakna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan)
yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sedangkan pengertian
toleransi sebagai istilah budaya, sosial dan politik adalah simbol kompromi
beberapa kekuatan yang saling tarik menarik atau saling berkonfrontasi untuk
kemudian bahu membahu membela kepentingan bersama, menjaga dan
memperjuangkannya. Maka toleransi dapat juga dikatakan sebagai bentuk kerukunan
sesama warga negara dengan saling menghargai dan menenggang berbagai perbedaan
diantara mereka.
Menurut Brewer & Gaertner (2003), toleransi sama halnya dengan konsep
yang mereka sebut dengan Mutual
differentiation model adalah
suatu model dimana seseorang atau kelompok tertentu mempertahankan identitas
asal (kesukuan atau daerah) namun secara bersamaan semua kelompok tersebut
memiliki suatu tujuan bersama yang pada akhirnya mempersatukan mereka semua. Model
ini akan memunculkan identitas ganda yang bersifat hirarkis, artinya seseorang
tidak akan melepaskan identitas asalnya dan memiliki suatu identitas bersama
yang lebih tinggi nilainya, contoh seseorang tidak melupakan asalnya sebagai
orang Minang, Batak, China atau Jawa, tapi mereka memiliki suatu kesatuan
bersama yang lebih diutamakan yaitu sebagai rakyat Indonesia.
Butir-butir nilai yang
terkandung didalam Pancasila pada telah ditetapkan oleh MPR dalam Ketetapan
MPR no. II/MPR/1978 yang telah diganti dengan Ketetapan MPR no. I/MPR/2003.
Dalam ketetapan MPR tersebut nilai-nilai toleransi banyak terkandung di dalam
sila pertama dan kedua, diantaranya adalah mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan
yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa, membina kerukunan hidup di
antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan mengakui
persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
Tindakan
yang dapat merusak nilai Toleransi
Nilai-nilai tolerasi yang terdapat di dalam
butir Pancasila dapat rusak oleh adanya beberapa hal seperti perilaku sukuisme
yaitu tindakan yang menggambarkan rasa kecintaan berlebihan terhadap suku
bangsanya sendiri dan berusaha untuk memisahakan diri dari suku-suku bangsa
yang lain. Kedua, adalah Chauvinisme
yaitu tindakan yang mengagungkan bangsanya sendiri dengan dan menganggap rendah
bangsa lain dan pemerintah yang sah serta melanggar konstitusi. Ketiga, adalah Streotipe yaitu tindakan
yang berpendapat atau berprasangka buruk suatu kelompok terhadap kelompok lain
dan pada akhirnya akan berujung pada sikap diskriminatif.
Tindakan
yang dapat merusak tersebut secara tidak kita sadari telah berulangkali terjadi
di kehidupan bermasyarakat sehingga penyusutan nilai-nilai toleransi dalam
bermasyarakat jelas menjadi ancaman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penyusutan nilai toleransi yang seringkali dipertontonkan adalah penolakan
terhadap kaum marginal, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat, main hakim sendiri adalah bentuk bahwa kelompok tersebut tidak lagi
berpegangan kepada nilai toleransi Pancasila. Salah satu contoh adalah kasus
yang masih hangat di Provinsi Sumatera Barat yaitu terjadinya penolakan oleh
sekelompok masyarakat di Sumatera Barat terhadap rencana pembangunan salah satu
rumah sakit swasta, hal tersebut terjadi karena masyarakat penentang menilai
bahwa pembangunan rumah sakit tersebut akan berdampak kepada rusaknya kultur
budaya Minangkabau dan Islam. Kasus yang telah mengarah kepada bentuk stereotipe
tentunya dapat berdampak pada tindakan diskriminatif terhadap kelompok lain
yang ujungnya adalah memecah belah nilai toleransi dalam Pancasila.
Terakhir
yang perlu untuk kita sadari adalah Pancasila merupakan sebuah dasar yang
fleksibel karena nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak bertentangan
dengan semua kelompok dan agama yang ada di Indonesia. Begitu mudah dipahami
dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari karena mencakup semua tatanan dan
nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemahaman yang utuh bagi seluruh
rakyat Indonesia akan pentingnya Pancasila seharusnya tidak lagi menghadirkan
pertentangan-pertetangan ditengah-tengah masyarakat yang mengatasnamakan
golongan masing-masing. Penegakan nilai toleransi dalam Pancasila juga harus
didukung oleh tindakan pemerintah yang tidak melakukan pembiaran kepada
kelompok manapun untuk melakukan tindakan yang sewenang-wenang.
“memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni
1945”
Sabtu, 23.45 WIB
Jl. Tasykurun No. 26
Pekanbaru
Comments
Post a Comment