Saya dan Rusli Zainal



Sekarang saya di Haluan Riau kawan karena waktu terasa begitu cepat dan terus berjalan maka setiap detiknya harus kita lewati dengan penuh makna. Tidak salah memang ada orang bilang bahwa waktu seperti anak panah yang telah lepas dari busurnya yang tidak akan kembali kepada busurnya. Saya mersakan kembali ke masa lalu. Bekerja sebagai kuli tinta di kota ini tentu seperti kembali ke masa lalu bagi saya hanya saja kali ini kota yang saya kuasai berbeda jauh dengan kota masa lalu yaitu Padang.
 Alangkah baiknya saya juga mengupas sedikit bagaimana pers di Riau utamanya di Pekanbaru sebagai pusaran provinsi, saya menilai ini penilaian saya lho saya ulangi ini penilaian saya pers di Riau adalah sebuah industri media massa yang sangat sulit untuk di bendung dan akan terus tumbuh karena memang di sini putaran uang begitu cepat. Nah apa yang saya maksud dengan pers industri? Itu kan sama saja dengan industri media massa dimana pemilik media massa ingin tetap medianya berjaya dengan mencari iklan sebanyak-banyaknya untuk tetap hidup. Saya juga tidak bilang bahwa media di Riau isinya iklan semua tetapi kawan kan bisa menilai sendiri. Apabila dibandingkan dengan media yang ada di Kota Padang maka akan terlihat perbedaannya dengan jelas, mungkin saja ini mungkin lho karena umur media massa di Riau masih tergolong muda dibandingkan dengan media yang ada di Kota Padang. Sebut saja Haluan yang menjadi koran pertama di Sumatera dengan basis awal di Kota Bukittinggi.
Namun media di Riau memiliki peran yang sangat vital bagi pemerintahan dan masyarakat Riau karena begitu mudahnya akses informasi didapat disini sehingga tidak heran jika para pelaku pers Riau akrab dengan penguasa. Hasilnya adalah beberapa media di Riau mendapatkan kontrak fantastis yang bersumber dari APBD sehingga tidak heran jika advetorial pemerintah daerah menghiasi lebih dari separuh halaman beberapa harian di Riau. Ini bagaikan sebuah simbiosis mutualisme yang kerap kali berakibat pada kerugian kedua belah pihak. Pusing kan mencernanya? Pusing kaaaann? Hahaha...ya sudahlah jangan terlalu di fikirkan kawan. Perburuan berita pun dimulai dengan posisi saya sebagai wartawan magang di Haluan Riau, mungkin anda bertanya berapa gaji yang saya dapat? Iya kan, nah karena saya masih wartawan magang maka saya di gaji berdasarkan berapa berita saya yang dimuat di koran esok harinya. Tidak masalah bagi saya karena saya yakin saya bisa mendapatkan persediaan uang yang cukup bagi saya karena Tuhan tidak akan pernah lengah melihat hambanya yang tengah berusaha.
 Betapa beruntungnya saya ketika bergabung di Haluan Riau saya telah memahami kota Pekanbaru dengan cukup baik karena semasa bekerja di KIA Mobil saya juga lebih sering berada di luar ruangan alias di jalanan :D. Tidak heran juga saya hafal beberapa tempat penting di kota ini dan ternyata hal tersebut berguna dengan sangat bagi saya ketika di Haluan Riau. Dalam hal ini saya mengucapkan terima kasih banyak kepada bapak Andrea Tovany selaku abang, teman sekaligus supervisor saya ketika di KIA berkat arahan dan semangat pantang menyerah yang ia ajarkan saya menjadi lebih bisa beradaptasi di sini. Coba kawan bayangkan sepertinya alur cerita ini sudah ada yang mengatur, bagaimana tidak saya memulai hidup di kota ini sebagai seorang marketing yang pada dasarnya adalah menuntut saya untuk beradaptasi di kota ini dengan berkenalan dengan sebanyak mungkin orang setiap hari. Jelas bahwa untuk sukses kita perlu mengetahui kondisi lingkungan terlebih dahulu karena itu sama kayak perang dimana kita harus tau terlebih dahulu calon lawan dan medan yang akan di tempuh.
Seorang kapten seperti pak Andre kiranya paham betul bagaimana mendidik marketingnya untuk dengan cepat mengenal seisi kota. Beruntungnya saya mematuhi apa yang di intsruksikan oleh pak Andre waktu itu dan baru saya sadari manfaatnya ketika saya berada di Haluan. Saya dengan mantap menyebutnya sebagai hikmah menjadi seorang marketing. Tugas demi tugas yang diberikan oleh koordinator liputan saya lahap dengan baik karena saya termotivasi untuk mengejar nama saya tercantum di halaman pertama Haluan Riau.
 Oh ya perkenalkan koordinator liputan saya namanya bang Elpi, ia telah menjadi wartawan di Haluan ketika masih bernama Riau Mandiri dedikasinya yang sudah lebih dari 10 tahun membuat ia dipercaya menjadi koordinator liputan. Ia pernah berkata kepada saya bahwa orang tuanya pernah berlangganan harian umum Haluan pada era tahun 1970an di Kuantan Singingi. Pria asli Kuansing ini tidak terlalu mencolok penampilannya, ia hampir selalu mengenakan kemeja garis-garis lujur dengan lengan pendek. Gaya bicaranya khas sehingga ketika ia berbicara terlihat lebih berisi dan berwibawa lagi tenang. Setiap pagi ia selalu mengarahkan kami untuk memburu berita yang telah direncanakan sebelumnya oleh para redaktur dan wakil pemimpin redaksi.
Jadi gini alurnya dalam pembuatan sebuah berita kawan pertama adalah rapat proyeksi oleh redaktur bersama dengan pimred malam hariya sekitar pukul 22.00, kemudian korlip ditugaskan untuk memberikan tugas tersebut sambil menampung aspirasi para wartawan di pagi harinya sekitar pukul 09.00, kemudian wartawan berjuang mencari dan membuat berita lalu mengirimnya ke bagian masing masing. Seperti saya misalnya mengenai rubrik politik maka saya akan membuat berita lalu mengirimkanya ke server halaman politik tentunya batas pengiriman berita kami di batasi yaitu pada pukul 14.00 setidaknya beberapa proyeksi sudah dilaporkan kepada sekretaris redaksi untuk di bahas pada rapat proyeksi sore harinya oleh redaktur dan wapimred. Setelah rapat proyeksi sore selesai maka redaktur akan siaga di depan layar komputer untuk memeriksa rubrik masing-masing dan seketika juga melakukan proses editing berita yang telah dikirimkan oleh wartawan. Setelah semuanya selesai di edit entah apa yang dilakukan lagi sehingga halaman pertama esok hari adalah kadang di luar dugaan. Terakhir adalah proses percetakan koran di bagian mesin, kemudian dini harinya koran akan di distribusikan ke berbagai daerah di Riau.
 Kejadian seperti itu akan terus berulang setiap harinya hingga kiamat nanti barangkali. Jika pembaca membayangkan maka akan terlintas kebosanan di benak masing-masing, tetapi jangan salah sangka dulu karena pekerjaan sebagai wartawan adalah sebuah pekerjaan yang dinamis, penuh tantangan, dan menuntut ide serta kreatifitas yang tinggi.
Kembali ke laptop......setelah bencana banjir usai dimana peristiwa tersebut adalah pengalaman pertama saya yang menghantarkan saya ke petualangan berikutnya sebagai seorang wartawan pro. Berikutnya adalah saya ditugaskan oleh korlip untuk meliput sidang mantan Gubernur Riau dua periode yaitu H.M Rusli Zainal yang terkenal dengan dua kasus korupsinya yaitu kasus suap pada PON Riau tahun 2012 dan kasus pemberian izin pengelolaan hutan terhadap berbagai macam perusahaan yang juga menyeret kepala dinas kehutanan Riau serta beberapa kepala dinas kehutanan kabupaten di Riau. Kasus yang hanya saya kenali lewat media televisi selama ini sekarang saya hadapi, namun saya lekas sadar bahwa saya telah beranjak ke level berikutnya sehingga kemampuan saya harus tetap di uji.
 “Nanda hari ini tolong liputan di PN Pekanbaru ya, soalnya reporter hukrim kita lagi sakit, “ kata bang Elpi. Saya pun dengan penuh semangat langsung menyetujui sekaligus bertanya-tanya apakah saya mampu menjalani tugas tersebut. Setelah mengetahui jadwal dan letak PN Pekanbaru saya langsung tancap gas dengan si biru menuju PN Pekanbaru yang terletak di Jalan Teratai. Sepanjang perjalanan saya teringat akan kata bang Elpi bahwa ketika meliput persidangan maka kita harus mencermati dengan baik suasana dan alur sidang sehingga menghasilkan sebuah tulisan yang kaya akan data. Saya telah menyiapkan semua senjata nya sebuah handphone untuk recorder, pulpen, dan buku catatan kecil yang saya beli seharga 3000 rupiah di kedai fotokopi belakang Kantor Gubernur Riau.
 Memasuki areal Pengadilan Negeri saya langsung memarkir motor saya dan bergegas menuju pintu yang saya lihat orang cukup ramai karena memang saya tidak tahu di mana Rusli di sidang. Rupanya ia di sidang di ruang sidang utama PN Pekanbaru dimana siapapun yang baru saja memasuki PN akan di suguhi langsung oleh sidang sang mantan gubernur yang terkenal flamboyan itu, lalu jika kita menaiki dua anak tangga yang menuju lantai dua maka juga akan menemui ruang sidang yang lain. Saat itu cukup ramai, terutama oleh pengunjung sidang yang ingin menyaksikan sidang Rusli yang kebanyakan adalah ibu-ibu. Ada juga beberapa orang jurnalis baik dari media lokal maupun nasional serta beberapa aparat kemanan dari Polres Pekanbaru terlihat melakukan pengamanan yang tidak cukup ketat.
Saya memasuki ruang sidang dengan perasaaan yang menakjubkan karena seumur hidup itu alah pengalaman pertama bagi saya memasuki ruang sidang dan yang di sidang adalah mantan gubernur bukan para maling ayam atau para pelanggar lalu lintas. Lumayan gugup yang saya rasa, walaupun sidang kelihatannya baru saja dimulai. Saya melihat ke sekeliling ruang sidang terlihat bangku depan terisi penuh dimana dominan sebelah kiri pendukung RZ (singkatan untuk Rusli), sebelah kanan oleh jurnalis dan di kedua sisi juga di siagakan satu orang personil dari kepolisian yang bergantian menjaga jalannya sidang. Antara pengunjung sidang dengan terdakwa dibatasi dengan semacam pagar yang pasti ada maksudnya. Hahaha..saya kan bukan anak hukum tetapi nanti lah saya cari ya kenapa ada pagar di dalam ruang sidang. Rusli didepan sebelah kanan saya, ia mengenakan baju kemeja putih dengan celana hitam serta sepatu hitam mengkilat. RZ memang selalu mengenakan baju kemeja putih ketika menjalani persidangan. Di sebelahnya berjejer pengacara setianya yang berjumlah sebanyak 7 orang kalau saya tidak salah menghitung. Menurut saya wajar saja jika RZ punya banyak pengacara karena memang ia butuh bantuan dari banyak orang dan lagian jika hanya satu pengacara maka ia harus mengundang pengacara tenar negeri ini, sebut saja namanya si poltak, o.c kalongos, dan hothotsa paris hutapeak :D.
Ketua pengacara RZ yang bernama Eva Nora mungkin ini mungkin ya mengundang berbagai temannya untuk memaksimalkan pembelaan untuk membela RZ. Seperti biasa sebelum sidang di mulai RZ telah disumpah sebelumnya oleh hakim. Majelis Hakimya ada tiga orang bro, ketua kursinya agak tinggi sandarannya dan hakim dua lainnya agak pendek sandaran kursinya. Setelah saya perhatikan dengan seksama sang ketua hakim yaitu Bachtiar Sitompul agak mirip dengan Mahfud MD apalagi kalau ia memakai kacamata :D. Waktu itu sidang yang saya ikuti masih dengan agenda kasus dugaan penyalahgunaan wewenang oleh sang mantan gubernur terkait dengan pemberian izin pengelolaan hutan kepada beberapa perusahaan di Riau dengan menghadirkan beberapa saksi. Sebaiknya tidak usah saya sebutkan ya cerita ataupun kasusnya karena memang akan membuat kita pusing..hahaha termasuk saya.
 Dengan seksama saya cermati satu demi satu pertanyaan sang hakim, sepertinya hakim memang tahu benar soal kasus ini saya kagum dengan pertanyaan hakim yang seolah-olah menjebak saksi untuk mengeluarkan keterangan yang sulit. Para saksi pun dengan hati-hati mengeluarkan keterangan yang kesannya seperti kucing-kucingan. Saya mengikuti sidang RZ hingga sore hari dengan sangat serius padahal saya kebingungan akut karena memang saya tidak mengerti terlalu dalam mengenai kasus ini. Oleh karena itu saya mencatat hampir seluruh keterangan dari saksi demi saksi walaupun tidak menyeluruh.
 Awalnya saya sungkan bertanya kepada beberapa orang wartawan yang hadir karena takut nanti dibilang saya wartawan goblok, tetapi rasa ingin tahu jua yang mengalahkannya maka saya bertanya kepada beberapa orang wartawan yang hadir pada sidang hari itu. Tidak hanya kepada para wartawan yang hadir, saya juga bertanya kepada beberapa orang kawan lama saya yang juga ternyata hadir di tengah persidangan, mereka sekarang telah menjelma menjadi seorang aktivis dari berbagai LSM di Riau. Diantara mereka yang masih saya sangat ingat adalah seorang gadis bermata sipit, putih dan badannya sedikit berisi. Ia terlihat asyik dengan kameranya yang sedang merekam suasana persidangan dan sesekali ia juga mencatat dibuku yang selalu ada digengamannya. Dia adalah Lovina Soemi, seorang yang mungkin saja keturunan tionghoa, orangnya memang agak sedikit cuek apabila pertama kali dikenal tetapi apabila dikenal secara mendalam maka kita akan tahu dengan cepat betapa cerdasnya gadis ini.
 Gaya bicaranya khas, pelan tetapi pasti dan kepadanya lah saya bertanya banyak tentang kasus RZ. “Lovina kan? Masih ingat sama aku ga?,” saya menyapanya. Denga wajah sedikit kebingungan yang mungkin saja ia tengah mengingat siapa sosok pria yang tiba-tiba menyapanya ini, lalu ia pun senyum,” ohh...Nanda ya? Apa kabar? Kenapa bisa disini? Sejak kapan?,” ia balik menyerang saya dengan ribuan pertanyaan :D. Lovina juga sempat meledek saya ketika saya bertanya tentang kasus RZ, “ makanya ikutin dong dari awal kasusnya,” katanya rada-rada jutek..hahah. Saya hanya tersenyum melihat tingkahnya dan membalas,” kan saya masih baru disini jadi ya ga tau banyak,”.
 Sidang terus berlanjut, saksi demi saksi terus dihadirkan oleh JPU untuk dicecar seperti hujan deras pakai es dan semua saksi mendapatkan jatah berondongan pertanyaan yang nyaris sama. Beberapa saksi terlihat menjawab dengan mantap dan penuh senyuman menawan namun beberapa juga terlihat gugup dan menjawab terbata-bata pertanyaan dari JPU dan Hakim. Diantara sekian banyak komentar-komentar para saksi maka terdapat satu kalimat yang hampir semua saksi menyebutnya yaitu, “saya tidak tahu yang mulia,”.
 Kata-kata pamungkas itu selalu digunakan oleh para saksi yang bisa saja benar-benar tidak tahu atau tidak mau tahu atau ketakutan. Jurus ampuh itu memang di izinkan oleh yang mulia Hakim karena jika tidak bisa menjawab maka kata tersebut adalah sangat logic. Apakah pembaca pernah menjadi seorang saksi? Saksi nikah mungkin pernah ya tetapi bagaimana jika menjadi di sidang yang kasusnya menyeret banyak orang, ini akan menjadi cerita lain yang memang kita memahami bagaimana gugupya para saksi dalam sidang RZ. Setelah semua saksi selesai diberondong maka hakim meminta tanggapan dari kubu RZ,” apakah saudara keberatan dengan keterangan para saksi,” kata hakim sambil menoleh kepada RZ dan kumpulan pengacaranya. Berembuk sebentar dengan para pengacara lalu RZ mengatakan bahwa ia tidak tahu dan sama sekali tidak mengetahui keterangan para saksi yang berarti ia tidak mengajukan keberatan. Hakim Bachtiar pun menutup sidang dengan mengetuk palu sidang sebanyak tiga kali,” baiklah kita tutup sidang hari ini dan akan dilanjutkan dengan minggu depan,” tok..tok..tok...ia dan kedua hakim lain pun berlalu. Nah........ada hal yang menarik setiap sidang RZ telah selesai maka RZ akan berjalan kearah pengunjung sidang yang mana ia telah disambut oleh pendukung setianya yang mayoritas adalah ibu-ibu, mereka pun menyalami RZ satu persatu ada dari mereka yang senang dan ada juga yang sedih. Dalam beberapa kesempatan sidang saya juga melihat beberapa orang yang masih berseragam PNS Riau turut hadir menyaksikan persidangan dan menyalami RZ usai sidang. Kharisma mantan Gubernur Riau ini rupanya masih terasa dihati para pendukungnya. Saya pun mengabadikan momen bersalaman RZ dengan beberapa pendukungnya, lalu saya pun berlalu dari ruang sidang. Semua data yang saya butuhkan sudah didapat maka segera saya bergerak menuju ruang redaksi untuk mengetik berita persidangan pertama saya.
RZ menyalami para pendukungnya usai sidang
 Sesampainya di kantor saya pun kebingungan memulai mengetik berita karena sulit memang mengetik berita persidangan yang saya kurang pahami, maka tidak habis akal saya mencari beberap referensi dari berita-berita sebelumnya dari berbagai media. Akhirnya berita pun selesai diketik lalu saya istirahat sejenak sambil ngobrol-ngobrol dengan bang Elpi, kami membicarakan sekilas mengenai Haluan, latar belakang masing-masing dan bagaimana  hal-hal kedepan. Dengan senang hati saya pamit dan kembali kerumah dengan perasaan yang tentu saja gembira karena berhasil mengetik berita tentang persidangan, apapun hasilnya ya itu saya serahkan kepada redaktur.
 Esoknya saya melihat berita yang saya buat kemarin terdapat banyak editan oleh redaktur, maka pada rapat proyeksi paginya akau diberikan nasihat oleh bang Elpi bagaimana cara meliput sebuah persidangan dengan baik. Ia kembali mengingatkan bahwa untuk meliput persidangan maka tidak hanya isi dari sidang yang diambil tetapi juga termasuk beberapa sisi lain dan suasana sidang pada waktu itu sehingga pembaca serasa berada di dalam ruang sidang, kayak gitu kata bang Elpi. Senang rasanya diberikan nasihat dan arahan yang berarti orang tersebut menaruh perhatian terhadap kita sekaligus juga melecut semangat saya untuk berbuat yang lebih baik. Untuk beberapa kali saya ditempat kan sementara oleh redaksi di PN Pekanbaru untuk meliput sidag RZ setiap hari rabu dan kamis, selain dua hari itu saya mencari berita yang lain di DPRD Riau.
Setelah wartawan hukum dan kriminal bang Anom  kembali sehat, maka secara total saya berganti pos yaitu tidak lagi di PN Pekanbaru melainkan permanent di DPRD Riau, meliput semua aktivitas anggota dewan yang terhormat. Berbagai pelajaran saya mampu ambil ketika di bertugas di DPRD Riau, suka dan duka, teman baru, dan banyaaaakkkkk hal yang baru lainnya. Bagaimana saya di DPRD Riau, dan apa saja yang saya lakukan di sana, maka jawabannya ada pada edisi selanjutnya itupun jika pembaca masih mau membaca cerita membosankan ini....hahahha.
Talatuang kanaiak, tasenggol katurun kok ado salah-salah kato mohon dimaafkan dek dunsanak kasadonyo, sekian dan terima kasih. 

Jl. Ade Irma Suryani, Pekanbaru
Kamis, 15 Mei 2014
Pukul 17.40 WIB


Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )