Mencari Tuah Kota Bertuah Season II PART I



Kawan..saya kembali ke pekanbaru, saya kembali mencoba asa di kota ini kota yang terkenal dengan kabut asap dan banjirnya. Dengan ini saya nyatakan bahwa saya telah siap untuk mengarungi badai season kedua di kota ini, bagaimana kah petualangan saya? Yang pastinya makin membosankan dan agak tegang-menegangkan dan bergelombang gimana getoh. Berdasarkan cerita pra musim yang lalu saya berangkat pada hari minggu dan mendarat dengan selamat di kota yang panas ini. Tidak ada sesuatu yang spesial memang ketika saya kembali untuk yang kedua kalinya dihari itu, bedanya adalah kota ini serasa sudah tidak asing lagi bagi saya itu sama kayak petanya kota ini sudah ada dalam benak saya tentunya tidak sampai ke jalan-jalan tikusnya juga kawan, ada sih beberapa jalan tikus yang saya hafal. Dua hari menjelang tes di bank itu, saya hanya mempersiapkan diri dengan menjaga kesehatan sebaik-baiknya karena suka tidak enak badan setelah melakukan perjalanan jauh.
 Selasa itu tiba, sesuai suara yang menelepon saya datang pukul 09.45 pagi dengan kemeja biru dan celana hitam dan lagi-lagi saya mengalami kejadian yang diluar dugaan. Pertama yaitu ketika saya sudah menunggu lebih dari setengah jam tetapi tidak juga dipanggil lalu saya menemui resepsionisnya dan alamakk alangkah terkejutnya saya ketika ia menyebut dengan manisnya,” pak Nanda tes wawancaranya jam 2 nanti bukan jam 10,” katanya sambil tersenyum. Saya tidak tahu namanya karena memang tidak ada name tag di dadanya :D. Sedikit kecewa memang karena saya dengan sangat persis mengetahui bahwa yang bicara ditelpon itu bilang jam 10 pagi...tapi tak apalah jam sudah menunjukkan pukul 11.00, saya pun berfikir untuk pergi ke pustaka Soeman HS tempat dimana saya selalu menemukan sesuatu yang baru baik itu ide ataupun hal-hal lain yang dirasakan perlu.

Pertama kali masuk pintu yang saya rasakan pasti hembusan AC yang cukup dingin serasa di hembus angin surga dan menyegarkan tentunya. Lurus kedepan lalu belok ke kanan tepat dibawah tangga lantai dasar saya menemukan pojokan koran yang memang selalu menjadi tujuan utama saya jika ke Soeman HS. Berbagai harian ada di sini mulai dari Riau Pos, Tribun Pekanbaru, Haluan Riau dan beberapa koran nasional juga menghiasi pojok itu, seperti biasa saya selalu membaca koran daerah terlebih dahulu dan kebetulan yang sedang tidak dibaca orang-orang harian umum Haluan Riau yang dulunya bernama Riau Mandiri. Sedikit info nih kawan Riau Mandiri berubah nama menjadi Haluan Riau setelah sang pengusaha Basrizal Koto alias Basko mengakuisisi nama Haluan yang menjadi koran pertama di sumatera yang pada waktu itu tidak aktif lagi. Basko melihat peluang nama Haluan sebagai nama yang sakti karena merupakan koran tertua dan semua generasi tua daerah sumatera tengah umumnya pasti akan mengenal nama Haluan. “Haluan adalah nama yang sakti karena Haluan adalah arah yang akan di ikuti orang-orang,” begitu potongan pidato Basko ketika peresmian tiga nama Haluan di Basko Hotel Padang. Tiga nama itu adalah Haluan, Haluan Riau dan Haluan Kepri yang tergabung dalam Haluan Media Group, oh yaa satu lagi radio Mandiri FM.
Saya membaca koran Haluan dari halaman ke halaman tetapi mata saya terhenti pada halaman dua karena tulisan kesempatan berkarir menjadi wartawan di Haluan. Saya tertegun dan membacanya dengan seksama, jiwa saya serasa dipanggil kembali untuk menjadi seorang kuli tinta. Jiwa militan seorang kuli tinta yang bekerja tidak hanya berdasarkan rasa kepo yang biasa saja tetapi rasa kepo yang kreatif dan inovatif. Ibaratkan melihat sebuah batu maka seorang naluri jurnalis pasti akan bertanya dalam hatinya setidaknya ia akan mempertanyakan kenapa itu disebut dengan batu? Kenapa tidak bola saja atau kenapa batunya berwarna hitam atau bisa juga kenapa batu itu ada di sini?, hal ini tentunya berbeda dengan naluri orang biasa yang mungkin hanya lewat atau paling tidak menendang batu itu lalu berlalu pergi. Sekiranya seperti itu lah perumpamaan orang yang memiliki naluri menjadi seorang jurnalis dan tinggal memolesnya dengan menambahkan bumbu 5w plus 1H sudah deh.
Selesai membaca sekilas tiga koran besar di Riau tersebut saya pun memandang sekeliling pustaka terlihat beberapa orang sudah menuju pintu keluar karena memang akan memasuki jam istirahat. Saya melihat beberapa orang yang sudah cukup tua tetap asik dengan korannya dan tak jauh disampingnya juga ada beberapa anak muda yang juga asik dengan korannya. Kemudian saya juga ikut melangkah keluar pintu menuju musholla untuk menunaikan sholat dzuhur, “masih lama kayaknya jam dua,” pikirku sambil terlintas difikiranku untuk makan siang. Istirahat sejenak lalu saya segera menuju rumah makan 8000 persis di depan bank itu, langsung saja memesan nasi plus ayam lado hijau. Saya makan dengan pelan tidak seperti biasanya yang agak ngebut walaupun tetap saja pelan bagi sebagian orang karena jika makan maka saya akan selalu menempati urutan terakhir atau dua terakhir dibandingkan dengan kawan-kawan yang lain. Meresapi suap demi suap yang masuk menuju mulut lalu mengunyah dengan penuh kelembutan terus ilang deh di mulut dan hilang juga rasa enaknya...hahaha. Untuk makan sepiring nasi dengan lauk saya membutuhkan waktu sekitar 15 menit dan duduk sekitar 10 menit untuk mengulur-ngulur waktu sambil merilekskan diri agar tidak terlalu tegang ketika tes wawancara.
 Dengan penuh rasa optimis saya pun telah berada di ruangan yang tadi pagi saya juga sudah berada di sini, kali ini tidak hanya saya sendiri yang datang tetapi ada beberapa orang yang semuanya adalah laki-laki. Mereka semua terlihat rapi dan gagah lengkap dengan stelan rambut nya masing-masing ada yang pendek cepak, ada yang kayak rambut primus dan yang pasti tidak ada yang seperti rambut penyanyi dangdut Alam yang terkenal dengan lagu mbah dukun dan rambut belah tengahnya. Apabila kawan membandingkan saya dengan mereka yang lain maka diantara mereka adalah saya yang memiliki postur tubuh paling imut, kurus dan saya merasa tidak rapi sekarang dibandingkan dengan kawan-kawan itu. Merasakan sedikit tidak pede saya lalu pergi ke toilet dan membasahi rambut saya sedikit agar terkesan seperti abis di minyaki..hahaha, lalu saya sisir dengan menggunakan jari. Tetap terus berusaha untuk santai agar tidak terlalu kelihatan gugup, dengan ini saya akui mental saya agak sedikit turun entah kenapa. Panggilan pertama ternyata bukan nama saya, dan saya masih bisa bernafas dengan lega sambil tetap berusaha santai, kemudian panggilan berikutnya juga bukan saya. Hingga panggilan ketiga,” Nanda Bismar silahkan masuk,” begitu wanita itu memanggil nama saya. Tangan saya sudah terlanjur dingin dan rasa gugup seketika mengaliri sekujur tubuh saya seperti arus listrik yang mengalir dengan cepat, senyuman saya tidak lagi manis seperti biasa :P, tetapi saya tetap berusaha tenang.
Serasa duduk di kursi panas ketika ujian akhir sewaktu kuliah, tiba-tiba saya sudah berhadapan dengan dua orang lelaki paruh baya, satunya berkumis, agak hitam dan satu lagi agak pendek, putih dan berkacamata. Rambutnya sama-sama sudah ditumbuhi uban walaupun tidak banyak. “selamat siang nanda, apa kabar?,” kata bapak yang berkumis. “baik pak,” sambil tersenyum.
Ia meyuruhku untuk memperkenalkan diri semaksimal mungkin, lalu saya pun memperkenalkan diri sebisa yang saya lakukan mulai dari sekolah hingga saya tamat kuliah dan berbagai pengalaman menarik dalam hidup saya. Tidak hanya itu ia juga menghujani saya dengan beberapa pertanyaan mendasar tentang bank itu dan apa tujuan serta kenapa yang sebenarnya adalah pertanyaan lazim saja, namun malang bagi saya jiwa sudah terlalu gugup gempita sehingga saya agak tidak konsentrasi dalam menjawabnya. Mungkin tidak sampai 10 menit saya diwawancarai lalu saya dipersilahkan keluar ruangan, sambil berjalan keluar ruangan barulah saya sadar bahwa saya menjawab dengan buruk semua pertanyaan bapak tadi. Bayang- bayang tidak akan lulus pun selau menari-nari di benak saya ketika menuruni anak tangga hingga lantai dasar kantor itu lalu saya menuju rumah dengan perasaan yang cukup tidak tenang dan senang. “sudahlah itu kan hanya tes dan saya sudah berusaha,” itu kata yang saya ucapkan sendiri untuk mengurangi rasa cemas saya istilahnya memotivasi diri sendiri.
Ingin rasanya melupakan hal-hal yang telah saya alami tadi sewaktu wawancara tetapi agaknya sulit juga rasanya. Hingga pada malam harinya ketika akan tidur saya teringat akan kesempatan menjadi jurnalis di Haluan Riau, saya berfikir dan terus berfikir sambil terus mempertimbangkan apa yang harus saya perbuat dengan tawaran dan peluang itu. Agaknya sampai tertidur saya terus memikirkan tawaran itu saya mempertimbangkan semua aspek namun saya optimis saya akan bisa bergabung dengan Haluan karena memang saya yakin dengan kemampuan jurnalistik yang saya miliki, yaa setidaknya saya masih ingat dasarnya cuma saya perlu melatih membuat berita karena sudah lama tidak saya lakukan. Terakhir menulis berita adalah ketika saya masih aktif di Genta Andalas sebuah organisasi pers mahasiswa yang telah membesarkan saya dan mendewasakan pola fikir saya walupun ga dewasa amat sih tetapi terlalu banyak kenangan manis yang telah saya lalui semasa di Genta Andalas. Terbesit di fikiran untuk kembali memulai karir di dunia yang telah membesarkan saya sewaktu kuliah walau tidak besar-besar amat juga dan saya merasa tertantang kembali untuk terjun sebagai kuli tinta di kota yang sama sekali tidak saya kenal isu-isu nya waktu itu....ya paling sedikit lah mengenai pilgubri dan beberapa masalah sosial dan bencana alam seperti banjir, macet jalan berlobang dan geng motor tentunya.
 Sudah saya putuskan malam itu sebelum tidur saya besok akan menuju kantor Haluan untuk mengantarkan lamaran menjadi seorang kuli tinta kembali istilah saya sendiri adalah kembali ke habitat saya sewaktu kuliah. Jujur saya pernah memutuskan untuk tidak lagi kembali ke dalam dunia jurnalistik setelah saya nyatakan pensiun sebagai reporter Radio Pro News di Padang. Alasan saya sederhana yaitu saya merasa tidak nyaman karena menurut saya dunia pers sekarang sudah tidak lagi sehat dan terlu dekat dengan pengusaha dan pemerintah sehingga independensi nya telah digauli oleh dua sisi tersebut. Ibaratnya adalah tiga elemen tersebut telah melakukan suatu adegan threesome dengan sempurna sehingga merasa saling ketergantungan. Entah saya yang terlalu idealis karena memang masih kuliah jadi nuansa idealis kampus masih sangat terasa kental apalagi kawan-kawan juga banyak yang aktivis optimis dan spesialis. “idealis adalah kemewahan tersendiri yang dimiliki oleh anak muda” itu lah sekiranya kata Tan Malaka semasa hidupnya. Tentu saja memutuskan untuk kembali ke dunia jurnalistik adalah buka  pelarian semata karena tidak kunjung lolos dalam beberapa kesempatan tes kerja.
Dunia jurnalistik Riau bukanlah sesuatu yang asing bagi saya karena saya juga punya banyak teman-teman sesama penggerak jurnalis kampus disini dan kami berteman dengan cukup baik walau terkadang ada cekcok di antara kami karena silang pendapat yang berbeda. Teman-teman penggerak jurnalistik kampus disini lebih kompak dan memiliki visi yang bagus ketimbang di Sumbar namun pada dasarnya niat mereka adalah sama yaitu berjuang melalui tulisan. Tidak heran bahwa para mereka yang dulunya jurnalis kampus diberbagai universitas di Riau sekarang menempati posisi-posisi penting di Harian besar di Riau salah satunya Riau Pos Grup. Hal tersebut tentunya membuktikan dedikasi mereka terhadap dunia jurnalistik khususnya di Riau.
Surat lamaran telah diantar ke Haluan Riau dan lagi-lagi saya harus bersabar menunggu panggilan. Seperti biasa setiap kali menunggu panggilan lamaran saya selalu menyibukkan diri dengan bertandang ke perpustakaan dan membantu kawan di toko bajunya tempat saya tinggal. Kiranya perlu diketahui juga bahwa semenjak mengirimkan lamaran ke Haluan saya tidak lagi mengirimkan lamaran pekerjaan kemanapun karena saya optimis akan dipanggil dan lulus tes di sana. Dengan segala aktivitas menyibukkan diri yang saya lakukan memang tidak terasa hingga akhirnya saya dipanggil dua minggu kemudian setelah lamaran dikirimkan. Telepon genggam saya berdering menandakan sms masuk itu adalah sms dari Haluan yang memintaku untuk datang pada keesokan harinya guna mengikuti tes wawancara dan tertulis. Karena saya sudah terbiasa dengan style ala dunia jurnalistik yang tidak harus rapi-rapi amat kayak pekerja kantoran tetapi cukup dengan paduan jeans dan baju kemeja biasa yang tidak harus dimasukkan kedalam celana. Pokoknya simple dan bersih sehingga juga tidak perlu sepatu kulit yang mewah dan mahal.
Pagi itu kira-kira jam 10 kurang 15 menit saya sudah berada di kantor Haluan Riau yang berada di Jalan Nangka tetapi saya tidak tahu nomornya. “mau kemana dek?,” kata salah seorang petugas keamanan yang berada di Pos paling luar. “mau ikut tes wawancara pak,” ujarku. Ia pun menyuruh saya memarkirkan motor di samping pos keamanan dan meminta saya untuk berjalan menelusuri dua sisi tembok besar. Dalam hati saya berfikir bahwa ini adalah salah satu perusahaan milik Basko seorang saudagar minang yang dulunya saya hanya membaca bukunya saja.
Saya diantar oleh petugas security bagian dalam ke sebuah pintu belakang dan di suruh menunggu . “tunggu sebentar ya, bapaknya lagi dijalan,” katanya Ramah tapi dari logatnya saya tahu bahwa ia berasal dari tanah Batak namanya Pak Yohanes.
 Tengah asik duduk di ruang tunggu saya melihat sosok yang sudah lama tidak saya lihat karena kami bertemu sekitar tiga tahun yang lalu di kegiatan pelatihan jurnalistik tingkat lanjut di Pekanbaru. Perawakannya khas dengan kumisnya yang tebal dan jenggotnya yang seperti jenggot kambing, rambutnya belah tengah bergelombang, baju kemeja dan celana cebrai khas 90an. Kelihatannya ia rapi sekali pagi itu karena saya melihat keningnya mengkilat sekali berminyak. Saya sangat lupa dengan namanya karena memang sudah lama sekali kami tidak berjumpa, tetapi saya ingat nama belakangnya yang kalau tidak salah “wan”, namun saya tidak mau menebak lebih lanjut seperti wawan, iwan apalagi bakwan karena tentunya saya malu jika salah nama.
Langsung saya bergegas menghampirinya yang tegak berdiri di parkiran, “hey kawan..kau yang ikut PJTL dulu kan? Iya kan? Masih ingat sama aku,? aku nanda, masih ingat,” tanyaku sambil menepuk bahunya. Ia pun langsung menjabat tangan saya dengan hangat dan mengatakan dengan pasti,” kau pasti nanda kan,” katanya sambil tertawa. “eh disini juga kau rupanya, sejak kapan engkau disini mau masuk Haluan juga atau sudah kerja disini,” tanya nya dengan penuh rasa penasaran.
Kami pun berbicang hangat sekedar mengenang masa lalu sewaktu pelatihan hingga tidak terasa orang yang kami tunggu pun datang sang redaktur pelaksana Haluan Riau abang Doni Rahim.  Oh..ya saya kenalkan satu lagi yang ikut tes hari itu namanya saya lupa tapi saya panggil dia ocu yang pastinya ia adalah orang Bangkinang.
Pertama kami di berikan sebanyak 20 soal oleh bang Doni lengkap dengan lembar jawaban. “isi ini dulu nanti setelah ini wawancara,” katanya ramah. Tidak ada batasan waktu pengerjaan soal jadi kami bisa dengan santai dan berfikir lebih bebas karena soalnya memang berhubungan dengan dunia jurnalistik semuanya, yang paling saya ingat soal nomor 20 yang menyuruh kami membuat tulisan panjang seketika sebanyak 5 paragraph. Setelah kami pastikan menjawab semua pertanyaan walaupun saya hanya menjawab beberapa dan nomornya saya acak dimana saya membuat aturan sendiri untuk menjawab yang lebih mudah terlebih dahulu. Selesai sudah lalu kami memanggil perempuan yang akhirnya aku kenal sebagai sekretaris redaksi namanya Widya Ayuni dan alangkah terkejutnya kami ketika ia bilang wawancaranya dua hari lagi tentunya tidak masalah bagi kami karena kami bisa menduga-duga pertanyaan ketika wawancara.
Benar saja selang dua hari kemudian saya kembali dipanggil untuk tes wawancara dan tentunya dengan dua orang kawan saya yang juga ikut tes tertulis kemarin. Perlu kiranya saya bercerita tentang ocu yang mana nama sebenarnya ada Baidowi karena menurut saya dia adalah sosok yang patut untuk diteladani dan dijadikan contoh. Kenapa tidak dia telah mengabdikan dirinya pada kampung tercintanya dengan mengabdi sebagai guru di sebuah sekolah islam dan mendirikan sebuah radio swasta di bangkinang. Saya tidak melihat adanya keraguan sedikitpun dalam dirinya walapun ia menceritakan beberapa kepedihan yang telah ia alami mulai dari radionya yang terus bermasalah hingga cara ia menghidupi keluarga kecilnya. “dunia itu penting nda, tapi akhirat jauh lebih penting,” katanya sambil tersenyum. Benar-benar pribadi yang ramah dan cerdas.
Tengah asyik bercerita kemudian bang Doni keluar dari ruangannya dan memanggil nama Baidowi, rupanya ia mendapat giliran pertama untuk di wawancara. Setelah nama Baidowi pun nama saya pun dipanggil saya tidak terlau grogi lalu bersalaman dengan bang Doni. “Nanda Bismar, tolong engkau jelaskan siapa engkau sebenarnya,” kata bang Doni tegas. Saya pun menjelaskan apa yang menurut saya pantas untuk saya jelaskan kepada bang Doni. Tiba-tiba ia bilang,” kamu tahu bahwa kamu aneh?,” matanya menatap saya serius. “kenapa bang? Apa nya yang aneh,” jawabku. Ia pun tersenyum dan berkata,” kamu adalah orang yang aneh orang yang berfikir diluar aturan, coba kamu perhatikan ini, apa yang berbeda dengan jawaban teman kamu yang lainnya,” ia menyodorkan kepada saya lembar jawaban kemarin. Sebelum saya menjawab beliau sudah memotong ,”saya menilai kamu seorang yang pragmatis mudah-mudahan kamu adalah orang yang saya cari,”.
 Saya pun memberanikan diri untuk bertanya kepada bang Doni karena merasa selama ini ada satu pertanyaan yang mengganjal dalam hati saya dan beberapa orang selalu menyanggah opini saya ini. “bang, saya selalu gagal dalam psikotes jika tes masuk kerja padahal menurut saya psikotes kan tidak bisa menilai kemampuan diri seseorang, bagaimana menurut abang,” tanyaku agak kaku. Bang Doni pun dengan lekas menjawab,” kepribadian seseorang tidak akan bisa dinilai oleh siapapun nanda, termasuk engkau karena psikotes bukanlah ukuran untuk kemampuan apalagi kepribadian seseorang,”.
Hati ini terasa lega karena saya mendapatkan seseorang yang memiliki pemikiran yang sama dengan saya. Kami pun berbincang-bincang sebentar lalu saya dipersilahkan keluar dan diminta untuk menunggu pengumuman selanjutnya. Ketika menuju jalan pulang seketika itu juga hati saya mantap untuk di Haluan dengan tidak ingin memikirkan pekerjaan lain apalagi mengetik surat lamaran lagi dan jangan sekali membayangkan untuk psikotes. Sekarang tinggal menunggu hasil dan saya telah siap dengan segala kemungkinan namun baru kali ini rasa optimis membara dalam jiwa. Hingga akhirnya beberapa hari kemudian saya kembali dipanggil Haluan untuk mengikuti training awal, hati saya pun senang riang gembira. Tepat pada jadwal yang telah ditentukan saya pun bersama dua kawan lainnya ikut pelatihan dengan bang Doni. Ia mengajarkan kami bukan mengajarkan sih lebih kepada memberikan kami ingatan kembali bagaimana cara menulis dan mencari berita alias sense of news.  Pelatihan hanya sekita dua jam saja lalu kami disuruh untuk ikut rapat proyeksi pada hari seninya. “oke saya rasa sudah cukup karena engkau semuanya sudah memahami saya rasa dan jangan lupa senin besok ikut rapat pukul 09.15,” begitu kata bang Doni. Ingin rasanya cepat hari senin karena memang saya penasaran dengan kata-kata rapat proyeksi tadi, tentunya kami bertiga sangat penasaran. 
Senin pertama kami datang pagi itu kami semuanya ikut rapat proyeksi dan diperkenalkan kepada semua wartawan Haluan Riau oleh sang koordinator liputan bg Elpi Alkhairi. Terkenang bagi saya ketika rapat seperti ini juga saya rasakan ketika kuliah dulu dimana rapat ini kami gelar sebelum percetakan tabloid Genta Andalas. Rapatnya serius tapi santai dipenuhi dengan gelak tawa dan senda gurau dan saya masih ingat hari pertama di suruh meliput kondisi banjir di Kecamatan Rumbai Pesisir yang memang langganan banjir tahunan di Pekanbaru. Pertama kali turun ke lapangan setelah sekian lama tidak tentunya saya agak merasa sedikit gugup namun hanya sebentar karena ketika saya sudah berada di lokasi banjir para warga sangat antusias memberikan komentar. “jangan hanya janji-janji saya pak walikota itu kami di sini kena banjir terus,” kata salah seorang bapak yang mengaku sebagai kepala kelompok pengungsi.
Miris memang melihat para pengungsi yang bertebaran di pinggiran jalan Yos Sudarso Rumbai Pesisir karena mereka memang membawa peralatan seadanya dan kesulitan air bersih, ditambah dengan suhu di dalam tenda yang panas. Beberapa anak-anak bahkan ada yang masih balita nampak tertidur pulas dipangkuan ibunya, ada juga beberapa ibu yang tengah memasak dengan bahan seadanya dan peralatan terbatas. Kecamatan Rumbai Pesisir memang menjadi langganan banjir di Pekanbaru karena selain pemukiman warga yang di atas rawa-rawa seringkali pada musim hujan intensitas hujan yang turun cukup banyak sehingga air dengan cepat menggenangi rumah warga maka tidak heran bahwa jika di Rumbai Pesisir sering kita melihat desain rumah warga yang umumnya berbentuk rumah panggung.
 Setelah semua data sudah saya dapatkan saatnya untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan berita (straight news), awalnya aga susah memang karena lama tidak menulis lalu saya membaca beberapa berita tulis dan kemudian menuangkan data tadi kedalam berita. Terbit tidak terbit tentu urusan redaktur dan pemimpin redaksi, tetapi besoknya saja melihat berita saya dihalaman pertama walaupun masih berita gabungan namun senangnya melihat tulisan di halaman depan bukan main sehingga tulisan pertama itu saya simpan korannya hingga sekarang. Melihat tulisan saya naik di halaman pertama untuk hari-hari selanjutnya saya selalu dengan penuh semangat mengejar informasi mengolah dan menjadikannya berita utuh yang tentu saja masih banyak salahnya. Petualangan baru pun dimulai.........

Nah.. bagaimana kisah kasih saya di Haluan Riau, bagaimana petualangan saya selanjutnya sebagai kuli tinta di kota bertuah...bisa pembaca simak pada edisi selanjutnya yang tentunya tidak kalah menariknya dengan edisi sebelum-sebelumnya....:P. Saya sudahi edisi intro ini dengan membacakan alhamdulillah. Semoga berkenan di hati para pembaca yang budiman.

di JL. Ade Irma Suryani No. 29
Pekanbaru, Riau
Minggu 16 Maret 2014

Comments

  1. Ok mantap.moga sukses dan jadi jurnalis yang jujur

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )