Menjelang Musim Kedua
Setelah
cukup lama vakum dalam artian saya tidak lagi menulis tentang perjalanan hidup
di kota ini, kini saya kembali dengan cerita baru yang tak kalah membosankan.
Jika pembaca membaca “mencari tuah kota bertuah” edisi sebelumnya tentu akan
dengan sangat mudah memahami hal-hal yang akan saya ceritakan pada edisi kali
ini. Yapp...benar sekali, langkah saya terhenti ketika saya tidak lagi bekerja
di KIA mobil sebagai marketing, setelah berhenti saya memutuskan untuk fokus
pada beberapa tes yang tentunya mengiming-imingi saya dengan pekerjaan. Pertama
adalah tes di salah satu bank terbesar di indonesia dimana saya hanya sampai
pada wawancara psikologi, kemudian tes pekerjaan yang paling diminati oleh
manusia sejagat raya, mungkin menempati rangking 1 dalam hal pekerjaan yang
paling di idamkan. Apalagi jikalau bukan hantu yang bernama pegawai negeri
sipil bekerja sebagai civil servant
alias pelayan publik, lalu mengapa banyak orang yang berbondong-bondong untuk
mengikuti tes yang satu ini? jawaban yang terbanyak tentunya adalah
kesejahteraan dan keterjaminan hidup hingga uzur nanti. Seolah menjadi PNS kita
sudah menjadi dewa yang hidupnya terus berada dalam level aman. Rupanya banyak
manusia yang setengah dewa. Ketika tes CPNS akan berlangsung maka dengan seketika
itu juga akan berhembus angin yang selalu berkata ada uang ada jabatan, kalau
saya sih secara pribadi tidak percaya dengan yang namanya begituan dan lagian
kalau saya percaya apa untungnya..hahaha.
Bagi saya jika mereka masuk dengan cara
berbayar ataupun cara yang baik-baik dalam artian lulus murni toh sama saja,
sama-sama menjadi pelayan publik, sedikit perbedaan adalah yang masuk dengan
cara berbayar berarti sangat ingin menjadi pelayan publik..hahaa. Tes CPNS
tahun 2013 saya mengambil tes di daerah yang belum pernah saya jajaki hanya
pernah mendengar namanya saja tepatnya di batang aia full alias full river
alias sungai penuh Provinsi Jambi. Saya nekat melakukan tindakan penyeberangan
karena ada seorang kawan tepatnya sih bukan kawan tetapi kawan yang penuh
memory membantu saya mengurus semua keperluan saya untuk tes. Saya hanya
mempersiapkan berkas dari Pekanbaru lalu saya mendengar bahwa saya dipanggil
untuk tes. Tidak ada persiapan khusus yang saya lakukan untuk menghadapi ujian
CPNS pertama dalam hidup ini hanya beberapa hal yang saya lakukan seperti
meminta doa restu kepada kedua orang tua, nenek, dan beberapa sanak famili
kemudian saya browsing beberapa soal-soal CPNS lalu saya membahasnya beberapa
butir soal. Usaha terakhir adalah do’a. Berangkat menuju daerah yang belum saya
kenal sama sekali merupakan suatu hal yang paling saya suka, sudah terbayang
akan pemandangan yang baru dan tentunya indah. Sungai Penuh benar-benar daerah
yang tidak bertuan bagi saya, tidak jauh memang tetapi di sana saya tidak punya
siapapun untuk temui. Beruntungnya bagi saya adalah salah seorang senior
sewaktu kuliah dulu bang Deri juga ikut tes di Sungai Penuh, jadi tak payahlah
jika sudah ada kawan yang punya sanak saudara di sana.
Sebelumnya pernah terbesit dalam fikiran saya
bahwa sewaktu disana selama dua hari saya akan tidur di mesjid saja, dan
ternyata memang banyak yang tidur di mesjid sewaktu saya di sana. Pemerintah Kota
Sungai Penuh membuka semua pintu mesjid demi menampung semua tamu yang datang,
tamu lebih dari 10.000 orang belum termasuk pengantar tamu :D. Hari itu saya
berangkat dengan mobil milik bang Deri, terlebih dahulu saya kerumahnya
menunggu teman-teman bang Deri yang lain datang. Jadwal keberangkatan selepas
jumat terpaksa di delay karena setelah dirembukkan lebih baik berangkat setelah
magrib dan tentunya saya tidak bisa melihat pemandangan dengan leluasa. Selepas
makan malam kami berangkat dan ibu bang deri menyiapkan beberapa bungkus nasi
untuk bekal kami di jalan.
Tidak ada pemandangan yang bisa saya ceritakan
selain hanya lampu mobil yang lalu lalang serta hembusan angin yang awalnya hangat
berubah menjadi sangat dingin ketika kami sudah memasuki wilayah Alahan Panjang.
Memang sangat terkenal bahwa wilayah Alahan Panjang sangat dingin karena memang
berada di daerah ketinggian, kebun teh yang menghijau pada siang hari hanya
seperti padang rumput yang hitam jika malam hari dan lampu-lampu rumah warga
yang gemerlap dan bertumpuk-tumpuk. Saya mulai terkantuk-kantuk dan terbangun
ketika kami sudah mencapai daerah Solok Selatan perbatasan dengan Jambi, kami
memutuskan untuk berhenti istirahat sejenak dan menyantap nasi yang dibawa dari
rumah bang Deri tadi. Waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari namun kami
masih sepertiga perjalanan, memang niat awal dari rumah adalah slow but sure. Mobil yang kami tumpangi
mendarat di Kota Sungai Penuh dengan selamat sekitar pukul 4.30, lalu kami
langsung menuju rumah saudara bang Deri. Baru saja menginjakkan kaki di Kota
Sungai Penuh saya langsung menyatakan kekaguman itu lewat syukur yang saya
ucap. Sebuah kota yang indah bahkan sangat indah, hawanya sejuk karena memang
di kelilingi oleh bukit, dari kejauahan kita bisa melihat kokohnya puncak Gunung
Kerinci.
Hari
itu kota yang baru mekar dari Kabupaten Kerinci tersebut terlihat lebih ramai
banyak kendaraan dengan nomor polisi luar daerah lalu lalang di jalanan kota,
utamanya kendaraan dari Sumatera Barat. Memang di sini umumnya orang-orang
berbicara dengan bahasa Minangkabau karena dulunya wilayah ini masuk pada
wilayah Sumatera Barat. Jadi tak susahlah berkomunikasi dengan orang-orang di
kota ini, seperti biasanya di setiap sudut jalan akan kita temui rumah makan
padang, sate padang, dan soto padang. Serasa berada di kampung sendiri.
Tersebutlah
satu hal yang menarik bagi saya yaitu gaya arsitektur rumah penduduknya yang
mencirikan rumah panggung khas budaya jambi dengan tangga langsung menuju
lantai dua di sisi kiri rumahnya, hampir semua rumah yang saya lihat memiliki
gaya arsitektur seperti itu. Dua lantai dengan tangga di sisi kiri. Sekilas
kota ini mirip dengan Kota Sawahlunto di Sumatera Barat, hal pertama adalah
kotanya kecil lalu di kelilingi bukit dan pada malam harinya pun ramai sama
seperti Sawahlunto. Malam harinya saya menyempatkan jalan-jalan keliling kota
sambil mencicipi beberapa kulinernya yang kebanyakan memang sudah saya cicipi
di kampung, malam itu jalan utama kota terlihat macet dan sangat ramai. Saya
memutuskan untuk makan malam di sebuah rumah makan di tengah kota, persis di
depan rumah makan itu saya melihat sebuah pertigaan yang sangat mirip dengan
persimpangan tiga di Kota New York Amerika dan Kota Shibuya di Jepang. Satu
jalan yang kemudian dibelah oleh bangunan dimana di situ berdiri kokoh sebuah
patung ninik mamak. Hanya saja pertigaan ini tentu saja tidak seramai New York tetapi
memang mirip sekali, jika saja dipoles sedikit lagi maka akan terlihat lebih
bagus.
Di tempat saya tinggal kita bisa melihat
dengan jelas kantor walikota yang baru saja dibangun dengan cat putih salju
terletak di atas perbukitan, sepertinya walikota bisa memantau seluruh isi kota
dari atas sana. Kekaguman saya akan keindahan dan keelokan kota kecil ini
terusik oleh keberadaan sampah yang sangat merusak pemandangan. Hampir di
setiap jalanan kota kita bisa melihat sampah berserakan dan saya tidak bisa
berfikir kenapa kota yang kecil nan
indah ini bisa bertaburkan sampah yang banyak. Ada yang bilang bahwa orang
bijak adalah orang yang membuang sampah pada tempatnya tentunya saja juga tidak
menghakimi penduduk di sini dengan mengatakan mereka tidak bijak karena
banyaknya sampah. Saat-saat tes pun tiba, saya mendapatkan lokasi tes di SD 058
sungai penuh yang awalnya saya mencarinya selama dua jam karena memang SD nya
agak terpencil.
Oh
ya sewaktu mencari lokasi kemarin saya bertemu dengan anak SD yang cantik dan
luar biasa tingkahnya dan patut di acungi jempol. Jadi gini ceritanya pemirsa
sore itu sebenarnya kami sudah hampir sampai lokasi tapi masih kebingungan lalu
saya berhenti dan bertanya pada seorang gadis cilik yang sedang bermain sepeda
dengan temannya. Saya bertanya padanya karena saya membaca tulisan SD 058 di
belakang baju olahraganya yang berwarna merah jambu, “ dek..dek..SD 058 itu
dimana ya?,” saya mencegatnya. Lalu ia menjawab dengan cepat menggunakan bahasa
yang menurut saya khasnya jambi,” oh SD 58 ya bang, di sana bang sebelah sana,
eh abang ikuti saja kami,” katanya ramah. Mungkin ia menginjak kelas 5 atau 6
SD dari postur badannya, sesaat ia berhenti di sebuah gang kecil. “nah bang itu
di dalam SD 58, sudah kan bang kami balik dulu,” ia tersenyum. Lalu saya
menyodorkan uang lembar 5000 kepadanya, “ini buat beli permen dek,” kataku.
Namun kagetnya aku bukan main karena ia menolak uang tersebut. “ga ah bang,
kami ikhlas kok,” katanya sambil tertawa, saya benar-benar tersentak dibuatnya
kemudian saya paksakan ia untuk menerimanya. “terima kasih ya bang,” gadis
kecil yang manis itu pun berlalu. Saya masih tidak percaya gadis kecil yang
terlihat polos itu berbicara layaknya orang dewasa dan sangat sopan.
***
Pagi
itu saya sudah siap dengan seragam hitam putih dan beberapa alat tulis yang
sudah di persiapkan. Kami makan pagi bersama ingat ya makan bukan sarapan, lalu
berangkat ke lokasi ujian masing-masing. Di lokasi ujian saya bertemu dengan
banyak senior Administrasi Negara Unand adalah kak Lara dan Ninung ada juga Lusi
dan kak Geneng yang juga ikut ujian di kota ini. Semuanya pasti berharap sama
yaitu lulus, saya satu kelas dengan kak Ninung. Asik mengobrol dengan kak Lara tiba-tiba
suara yang berasal dari pengeras suara menyuruh kami untuk masuk ke ruang kelas
masing masing, seketika itu juga halaman sekolah yang semula ramai oleh manusia
berbaju putih berubah sepi seketika, hiruk pikuk pagi itu lenyap. Di dalam
kelas saya satu meja dengan seorang perempuan yang ternyata adalah dosen Administrasi
Negara di STIA Sungai Penuh, senang sekali bisa ngobrol dengannya. Tak lama
kemudian seorang ibu paruh baya yang sepertinya adalah pengawas kami memasuki
ruangan dan langsung menjelaskan aturan ujian dengan gaya bahasa Jambinya yang
kental. Saya dihadapkan pada soal-soal kemampuan dasar tetapi tetap saja
matematika selalu menjadi momok yang menakutkan bagi saya. Ujian itu
berlangsung selama dua jam dan saya menjawab hampir semua soal yang diujikan.
Setelah
ujian selesai kami pun kembali kerumah dengan harapan tentu mendapatkan hasil
terbaik. Sebelum pulang ke Sumbar kami menyempatkan juga untuk berwisata di
salah satu ikon wisata Kerinci yaitu danau kerinci yang dapat ditempuh dalam
waktu lebih kurang setengah jam dari Kota Sungai Penuh. Danau Kerinci lebih
mirip seperti rawa dengan banyak tunggul kayu di tengah danau seperti danau
buatan di perbatasan Riau dan Sumbar. Danau ini terlihat sangat indah dari
kejauhan di kelilingi oleh perbukitan yang seolah-olah memagar danau tersebut.
Tidak banyak fasilitas yang bisa kita nikmati di danau ini karena memang
sepertinya kurang terawat malah terskesan hanya dibiarkan. Banyak fasilitas
yang sudah rusak dan sampah juga memenuhi pinggiran danau. Saya menyempatkan
untuk merendamkan separuh kaki ke dalam danau sambil menikmati pemandangan alam
kerinci nan eksotis. Hanya sebentar kami di sini karena memang tidak banyak
yang bisa kami lakukan selain hanya menikmati pemandangan dan berfoto-foto
untuk kenang-kenangan.
***
Awalnya
kami berencana akan langsung balik ke Sumbar setelah kembali dari Danau Kerinci,
namun pak supir mengeluhkan kondisi badannya yang kurang fit dan kami pun
memutuskan untuk balik esok paginya saja. Telah terfikir oleh saya akan
pemandangan kebun teh dan Gunung Kerinci yang orang bilang memesona itu
sehingga saya ingin tidur lebih cepat malam itu. Nah soal tidur menidur di kota
kecil ini dijamin anda bisa tidur pulas dengan selimut hangat karena memang
pada malam hari hawanya cukup dingin. Tak butuh waktu lama untuk masuk dalam
alam mimpi.
Pagi
pun menjelang hawa dingin menusuk sendi ku berkali-kali kutarik kain panjang
yang menjadi selimut , diluar sudah terdengar suara hiruk pikuk orang. Saya keluar
membuka pintu dan masih melihat kabut menutupi lereng bukit tempat kantor
walikota yang baru dibangun. Kami pun semua bersiap untuk pulang ke Sumbar karena
dinginnya hawa pagi itu saya memutuskan untuk tidak mandi pagi...hahaha. Semua
orang terlihat bergegas mengemasi barangnya masing-masing termasuk aku,
sepertinya sudah tidak sabar untuk menikmati pemandangan kebun teh di pagi
hari. Tepat pada pukul 8.30 setelah kami semua sarapan dan berpamitan dengan
saudara bang Deri lalu pak supir pun langsung tancap gas sepertinya beliau juga
sudah tidak sabar ingin melihat Gunung Kerinci. Menjelang tiba di spot kebun
teh saya hanya memikirkan bagaimana keindahan kebun teh tersebut karena memang
saya belum pernah melihat pemandangan kebun teh kerinci.
Dari kejauhan saya melihat pemandangan hijau
muda kadang berubah menjadi hijau tua, saat itu cuaca agak sedikit mendung
sehingga saya tidak bisa melihat puncak gunung kerinci dengan jelas karena di
tutupi awan tebal. Mendekati pemandangan hijau hati saya berdesir dan membuka
kaca mobil sehingga muka saya langsung dihembus angin pegunungan yang dingin.
Tidak ingin kehilangan momen yang berharga itu saya pun mengabadikan
pemandangan yang indah itu dengan kamera ponsel saya dan merekam beberapa menit
video. Saya kagum dengan keindahan kebun teh yang sangat memanjakan mata, mampu
merelaksasi mata sehingga saya tidak memalingkan pandangan saya melihat
pemandangan hijau alami itu, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah
hamparan hijau yang pada ujungnya membentuk garis permukaan. Gunung Kerinci pun
terlihat dengan kokohnya berdiri di sebelah kiri saya, kadang saya juga melihat
hamparan kebun penduduk kerinci, kebun kentang, bawang, lobak, dan cabai.
Sayangnya adalah kami tidak sempat turun untuk
berfoto bersama di tengah kebun teh. “nanti kita makan di tempat kemarin saja
ya,” kata pak supir kepada bang Deri. Terfikir oleh ku bahwa pak supir belum
mencicipi makanan sejak tadi pagi wajar saja jam 11 ia merasa lapar. Tak berapa
lama ia berhenti di tepi jalan suatu pasar, ia pun mengajak kami turun untuk
makan siang di sebuah kedai nasi masakan padang tentunya. “di sini favoritnya
adalah lele bakar dan kita bisa makan kayak di kampus ambil sendiri sepuasnya”
bang Deri kelihatan senang. Rata-rata memang semuanya makan dengan lauk lele
bakar kecuali saya yang memang kurang suka dengan ikan lele lebih memilih ayam
goreng sebagai lauk siang itu. Gurihnya rebus buncis segar yang telah lama
tidak saya cicipi membuat selera makan saya bertambah 10 kali lipat apalagi
dengan paduan cabai hijau yang cukup pedas, tengah kami dengan lahapnya makan
tiba-tiba bapak yang punya kedai nasi membawa semangkuk gulai jengkol serasa
dapat emas saya pun langsung menyambarnya. Selera makan juga di dukung oleh
cuaca yang lumayan dingin sehingga semua dari kami tidak puas jika tidak nambah
nasi lagi.
Perjalanan pun di lanjutkan dengan perut yang
amat kenyang. Pak supir mengemudi dengan cukup pelan sehingga saya agak cemas
karena tentunya saya memikirkan bagaimana saya akan pulang ke dusun saya karena
memang angkutan umumnya hanya sampai jam setengah tujuh malam. Benar saja yang
saya khawatirkan terjadi, kami mendarat malam di jalan Padang Panjang
Batusangkar tepatnya di Simpang Kubu, saya memilih turun di Simpang Kubu karena
saya merasa lebih nyaman jika tidur di rumah tentunya bisa bangun sesuka hati
esok harinya. “bang aku turun di sini saja masih ada kayaknya mobil ke Bukittinggi
makasih ya bang,” saya pamit kepada bang Deri. Saya melihat dengan cermat jam
tangan QQ kesayangan saya, “sudah pukul 07.00,” gumamku. Beruntungnya adalah
aku bisa ke ATM terlebih dahulu karena uang ku hanya tinggal 20 ribu, lima
menit sudah aku menunggu kendaraan umum yang menuju Bukittinggi tetapi tidak
satupun yang lewat. Serasa menjadi backpaker malam itu, aku pun memberanikan
diri menyetop pengendara motor. “bang numpang ke Padang Panjang bang,” ujar ku
setengah bersorak seraya berdiri agak ke tengah. Pengendara itu pun berhenti
sekitar 20 meter dari ku, tak ingin membuang kesempatan emas akupun berlari
cepat dan meminta izin untuk menumpang, ia tersenyum dan aku pun senang dapat
tumpangan hingga Padang Panjang.
Dengan
cepat aku merasa akrab dengan abang yang memberi tumpangan yang rupanya ia
adalah alumni UNP dan sekarang telah bekerja di Kalimantan sebagai operator di
tambang batu bara. “gaji memang agak besar di sana nda, tetapi sama saja kita
juga tinggal di tengah hutan ini juga aku mau pindah cari tempat kerja yang
dekat-dekat saja,” katanya tertawa. Tak terasa karena keasyikan mengobrol aku
pun sudah sampai di simpang tiga pasar Padang Panjang, aku pun meminta di
turunkan. Tanpa fikir panjang aku langsung berlari ke seberang jalan karena
memang biasanya angkutan umum masih ada yang lewat di Padang Panjang jam
setengah delapan, ternyata di seberang jalan sudah ada mobil dari Sijunjung menanti
karena masih ada bangku kosong jadi aku bisa menumpang hingga ke Bukittinggi.
Perasaan ku masih agak cemas karena memang aku yakin bahwa mobil umum tidak ada
lagi ke kampungku yang jauh di sana, tapi toh aku sudah berusaha untuk pulang
jadi aku yakin pasti ada jalannya (zuppp....zuppperr sekali bukan :D).
Sekarang yang penting adalah memikirkan
bagaimana perut ku terisi penuh setibanya di Bukittinggi karena memang semenjak
makan di kebun teh jam 11 tadi siang perutku tidak di isi lagi dengan nasi,
hanya beberapa gorengan yang aku makan sore tadi di Kota Solok tentu saja
gorengan hanyalah partikel kecil bagi perutku :D. Setelah membayar ongkos
travel sepuluh ribu rupiah aku pun bergegas menuju kedai nasi yang tak jauh
dari tempat aku berhenti, simpang Terminal Aur Kuning. Sepiring nasi dengan
ikan bakar menjadi pilihan santapan dan langsung lenyap dengan sekejap, barulah
selepas makan aku teringat bagaimana cara pulang ke rumah..hahaha. Tidak
kehabisan akal akupun segera menelepon saudara jauhku untuk meminjam sepeda
motornya, gayung pun bersambut ia dengan baik hati mau menemaniku pulang karena
memang agak ngeri jika pulang sendirian melewati hutan belantara menuju
rumahku. Sebelah kanan bukit dan sebelah kiri jurang.
Malangnya adalah belum berapa menit kami
berangkat dengan sepeda motor hujan pun mulai turun, aku pun cemas karena
memang tidak ada mantel. Otak ku kembali berfikir memikirkan bagaimana cara
pulang kerumah, ahaaaaa...entah kenapa aku yakin bahwa ada travel ke Pasaman yang
sedang berhenti di pusat oleh-oleh di daerah Gadut, aku pun memutuskan untuk
menerobos hujan daaaannn benar saja aku melihat mobil travel sedang berhenti di
sebuah pusat oleh-oleh. Kesempatan emas kedua dan juga satu kursi masih kosong,
sekarang fikiranku tenang dan mengalir seperti air sambil membayangkan teh
hangat dan selimut di rumah.
***
Di
rumah saya menyempatkan diri bermain futsal di sore hari karena memang sudah
lama sekali tidak mencicipi bola futsal dan ketika bermain futsal saya selalu
teringat dengan tim Glory Administrasi Negara 2008 yang mampu menyabet piala
bergilir dekan FISIP. Suatu prestasi yang merupakana capaian tertinggi tim
futsal A.N yang belum pernah dipecahkan oleh tim A.N lainnya hingga sekarang :P.
Bukan hanya sekedar bermain futsal tetapi sekaligus juga ajang reunian dengan
teman-teman dikampung semasa sekolah dulu dimana tiga kali dalam seminggu kami
selalu bertemu dilapangan bola. Sebenarnya ingin mengulang masa-masa itu kembali
dimana saat itu selalu penuh dengan keceriaan, tenaga yang masih sangat kuat,
terus berlari seakan tak pernah lelah tetapi tentu tidak mungkin kita hanya
berada di satu tempat.
Sore
itu saya pulang sehabis bermain futsal saya bermaksud ingin mandi karena penuh
dengan keringat. Ketika hendak mengambil handuk, mama yang sedang berada di
dapur memanggil ku dan berkata,” nda tadi ada telfon dari Bank di Pekanbaru katanya
selasa besok ada tes, gimana mau ikut ?,”. Sejenak aku berfikir dan teringat
bahwa segala kesempatan harus aku coba lalu dengan cepat aku mengiyakan untuk
ikut tes di bank itu. Walaupun rasanya belum puas berada di rumah, tetapi saya
merasa bahwa waktu akan terus bergulir dan saya tidak bisa hanya dengan berdiam
diri di rumah. Minggu yang cerah saya segera bersiap-siap untuk berangkat lagi
ke kota bertuah, kota dimana pada season satu saya telah gagal meraih sukses
dalam artian bahwa saya gagal di beberapa lini bukan berarti tidak mendapatkan
hikmah dan pelajaran dari semua yang telah saya lakukan. Saya memutuskan tidak
membawa si biru karena berharap jika sudah mendapatkan pekerjaan saya barulah
saya akan membawanya ke Pekanbaru. Setelah berpamitan kepada kedua orang tua
saya, kemudian dengan mantap saya melangkah kan kaki menuju kota yang ingin
saya takhlukkan dan selalu membuat penasaran.
***
Nah
bagaimana petualangan season dua saya di kota bertuah tentu pembaca sedikit
banyak nya penasaran, kalau tidak penasaran tolong bohongi saya bahwa pembaca
yang budiman penasaran...yaa hitung-hitung menyenangkan hati saya gitu lho.
Penasaraaaann kan? Iya kan? Nah gitu dong? Okeh berikutnya saya akan bercerita
mengenai petualangan saya di kota bertuah season dua yang tidak kalah menarik
dengan season pertama yang pastinya selalu penuh dengan tawa dan
cinta...hahahha. Saya anggap kisah kali ini adalah sebuah jembatan yang menjadi
penghubung antara petualangan satu dengan petualangan dua.
Tu
kan penasaraann...hahahha...sekian banyak maaf terima kasih tetap berfikir
positif dan tetap makan yang enak dan tetap bisa tidur dimanapun anda berada. Cando
nan taralah kok ado nan talendo ka naiak talantuang ka turun banyak maaf karano
ndak ado maksud dan tujuan penulis takah itu do..haha. see you soon.
di Garuda Sakti
Pukul 01.28 WIB
Sabtu 25 Januari 2014
Comments
Post a Comment