Menjelang Musim Kedua



Setelah cukup lama vakum dalam artian saya tidak lagi menulis tentang perjalanan hidup di kota ini, kini saya kembali dengan cerita baru yang tak kalah membosankan. Jika pembaca membaca “mencari tuah kota bertuah” edisi sebelumnya tentu akan dengan sangat mudah memahami hal-hal yang akan saya ceritakan pada edisi kali ini. Yapp...benar sekali, langkah saya terhenti ketika saya tidak lagi bekerja di KIA mobil sebagai marketing, setelah berhenti saya memutuskan untuk fokus pada beberapa tes yang tentunya mengiming-imingi saya dengan pekerjaan. Pertama adalah tes di salah satu bank terbesar di indonesia dimana saya hanya sampai pada wawancara psikologi, kemudian tes pekerjaan yang paling diminati oleh manusia sejagat raya, mungkin menempati rangking 1 dalam hal pekerjaan yang paling di idamkan. Apalagi jikalau bukan hantu yang bernama pegawai negeri sipil bekerja sebagai civil servant alias pelayan publik, lalu mengapa banyak orang yang berbondong-bondong untuk mengikuti tes yang satu ini? jawaban yang terbanyak tentunya adalah kesejahteraan dan keterjaminan hidup hingga uzur nanti. Seolah menjadi PNS kita sudah menjadi dewa yang hidupnya terus berada dalam level aman. Rupanya banyak manusia yang setengah dewa. Ketika tes CPNS akan berlangsung maka dengan seketika itu juga akan berhembus angin yang selalu berkata ada uang ada jabatan, kalau saya sih secara pribadi tidak percaya dengan yang namanya begituan dan lagian kalau saya percaya apa untungnya..hahaha.
 Bagi saya jika mereka masuk dengan cara berbayar ataupun cara yang baik-baik dalam artian lulus murni toh sama saja, sama-sama menjadi pelayan publik, sedikit perbedaan adalah yang masuk dengan cara berbayar berarti sangat ingin menjadi pelayan publik..hahaa. Tes CPNS tahun 2013 saya mengambil tes di daerah yang belum pernah saya jajaki hanya pernah mendengar namanya saja tepatnya di batang aia full alias full river alias sungai penuh Provinsi Jambi. Saya nekat melakukan tindakan penyeberangan karena ada seorang kawan tepatnya sih bukan kawan tetapi kawan yang penuh memory membantu saya mengurus semua keperluan saya untuk tes. Saya hanya mempersiapkan berkas dari Pekanbaru lalu saya mendengar bahwa saya dipanggil untuk tes. Tidak ada persiapan khusus yang saya lakukan untuk menghadapi ujian CPNS pertama dalam hidup ini hanya beberapa hal yang saya lakukan seperti meminta doa restu kepada kedua orang tua, nenek, dan beberapa sanak famili kemudian saya browsing beberapa soal-soal CPNS lalu saya membahasnya beberapa butir soal. Usaha terakhir adalah do’a. Berangkat menuju daerah yang belum saya kenal sama sekali merupakan suatu hal yang paling saya suka, sudah terbayang akan pemandangan yang baru dan tentunya indah. Sungai Penuh benar-benar daerah yang tidak bertuan bagi saya, tidak jauh memang tetapi di sana saya tidak punya siapapun untuk temui. Beruntungnya bagi saya adalah salah seorang senior sewaktu kuliah dulu bang Deri juga ikut tes di Sungai Penuh, jadi tak payahlah jika sudah ada kawan yang punya sanak saudara di sana.
 Sebelumnya pernah terbesit dalam fikiran saya bahwa sewaktu disana selama dua hari saya akan tidur di mesjid saja, dan ternyata memang banyak yang tidur di mesjid sewaktu saya di sana. Pemerintah Kota Sungai Penuh membuka semua pintu mesjid demi menampung semua tamu yang datang, tamu lebih dari 10.000 orang belum termasuk pengantar tamu :D. Hari itu saya berangkat dengan mobil milik bang Deri, terlebih dahulu saya kerumahnya menunggu teman-teman bang Deri yang lain datang. Jadwal keberangkatan selepas jumat terpaksa di delay karena setelah dirembukkan lebih baik berangkat setelah magrib dan tentunya saya tidak bisa melihat pemandangan dengan leluasa. Selepas makan malam kami berangkat dan ibu bang deri menyiapkan beberapa bungkus nasi untuk bekal kami di jalan.
 Tidak ada pemandangan yang bisa saya ceritakan selain hanya lampu mobil yang lalu lalang serta hembusan angin yang awalnya hangat berubah menjadi sangat dingin ketika kami sudah memasuki wilayah Alahan Panjang. Memang sangat terkenal bahwa wilayah Alahan Panjang sangat dingin karena memang berada di daerah ketinggian, kebun teh yang menghijau pada siang hari hanya seperti padang rumput yang hitam jika malam hari dan lampu-lampu rumah warga yang gemerlap dan bertumpuk-tumpuk. Saya mulai terkantuk-kantuk dan terbangun ketika kami sudah mencapai daerah Solok Selatan perbatasan dengan Jambi, kami memutuskan untuk berhenti istirahat sejenak dan menyantap nasi yang dibawa dari rumah bang Deri tadi. Waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari namun kami masih sepertiga perjalanan, memang niat awal dari rumah adalah slow but sure. Mobil yang kami tumpangi mendarat di Kota Sungai Penuh dengan selamat sekitar pukul 4.30, lalu kami langsung menuju rumah saudara bang Deri. Baru saja menginjakkan kaki di Kota Sungai Penuh saya langsung menyatakan kekaguman itu lewat syukur yang saya ucap. Sebuah kota yang indah bahkan sangat indah, hawanya sejuk karena memang di kelilingi oleh bukit, dari kejauahan kita bisa melihat kokohnya puncak Gunung Kerinci.
Hari itu kota yang baru mekar dari Kabupaten Kerinci tersebut terlihat lebih ramai banyak kendaraan dengan nomor polisi luar daerah lalu lalang di jalanan kota, utamanya kendaraan dari Sumatera Barat. Memang di sini umumnya orang-orang berbicara dengan bahasa Minangkabau karena dulunya wilayah ini masuk pada wilayah Sumatera Barat. Jadi tak susahlah berkomunikasi dengan orang-orang di kota ini, seperti biasanya di setiap sudut jalan akan kita temui rumah makan padang, sate padang, dan soto padang. Serasa berada di kampung sendiri.

Tersebutlah satu hal yang menarik bagi saya yaitu gaya arsitektur rumah penduduknya yang mencirikan rumah panggung khas budaya jambi dengan tangga langsung menuju lantai dua di sisi kiri rumahnya, hampir semua rumah yang saya lihat memiliki gaya arsitektur seperti itu. Dua lantai dengan tangga di sisi kiri. Sekilas kota ini mirip dengan Kota Sawahlunto di Sumatera Barat, hal pertama adalah kotanya kecil lalu di kelilingi bukit dan pada malam harinya pun ramai sama seperti Sawahlunto. Malam harinya saya menyempatkan jalan-jalan keliling kota sambil mencicipi beberapa kulinernya yang kebanyakan memang sudah saya cicipi di kampung, malam itu jalan utama kota terlihat macet dan sangat ramai. Saya memutuskan untuk makan malam di sebuah rumah makan di tengah kota, persis di depan rumah makan itu saya melihat sebuah pertigaan yang sangat mirip dengan persimpangan tiga di Kota New York Amerika dan Kota Shibuya di Jepang. Satu jalan yang kemudian dibelah oleh bangunan dimana di situ berdiri kokoh sebuah patung ninik mamak. Hanya saja pertigaan ini tentu saja tidak seramai New York tetapi memang mirip sekali, jika saja dipoles sedikit lagi maka akan terlihat lebih bagus.
 Di tempat saya tinggal kita bisa melihat dengan jelas kantor walikota yang baru saja dibangun dengan cat putih salju terletak di atas perbukitan, sepertinya walikota bisa memantau seluruh isi kota dari atas sana. Kekaguman saya akan keindahan dan keelokan kota kecil ini terusik oleh keberadaan sampah yang sangat merusak pemandangan. Hampir di setiap jalanan kota kita bisa melihat sampah berserakan dan saya tidak bisa berfikir kenapa kota yang  kecil nan indah ini bisa bertaburkan sampah yang banyak. Ada yang bilang bahwa orang bijak adalah orang yang membuang sampah pada tempatnya tentunya saja juga tidak menghakimi penduduk di sini dengan mengatakan mereka tidak bijak karena banyaknya sampah. Saat-saat tes pun tiba, saya mendapatkan lokasi tes di SD 058 sungai penuh yang awalnya saya mencarinya selama dua jam karena memang SD nya agak terpencil.
Oh ya sewaktu mencari lokasi kemarin saya bertemu dengan anak SD yang cantik dan luar biasa tingkahnya dan patut di acungi jempol. Jadi gini ceritanya pemirsa sore itu sebenarnya kami sudah hampir sampai lokasi tapi masih kebingungan lalu saya berhenti dan bertanya pada seorang gadis cilik yang sedang bermain sepeda dengan temannya. Saya bertanya padanya karena saya membaca tulisan SD 058 di belakang baju olahraganya yang berwarna merah jambu, “ dek..dek..SD 058 itu dimana ya?,” saya mencegatnya. Lalu ia menjawab dengan cepat menggunakan bahasa yang menurut saya khasnya jambi,” oh SD 58 ya bang, di sana bang sebelah sana, eh abang ikuti saja kami,” katanya ramah. Mungkin ia menginjak kelas 5 atau 6 SD dari postur badannya, sesaat ia berhenti di sebuah gang kecil. “nah bang itu di dalam SD 58, sudah kan bang kami balik dulu,” ia tersenyum. Lalu saya menyodorkan uang lembar 5000 kepadanya, “ini buat beli permen dek,” kataku. Namun kagetnya aku bukan main karena ia menolak uang tersebut. “ga ah bang, kami ikhlas kok,” katanya sambil tertawa, saya benar-benar tersentak dibuatnya kemudian saya paksakan ia untuk menerimanya. “terima kasih ya bang,” gadis kecil yang manis itu pun berlalu. Saya masih tidak percaya gadis kecil yang terlihat polos itu berbicara layaknya orang dewasa dan sangat sopan.
***
Pagi itu saya sudah siap dengan seragam hitam putih dan beberapa alat tulis yang sudah di persiapkan. Kami makan pagi bersama ingat ya makan bukan sarapan, lalu berangkat ke lokasi ujian masing-masing. Di lokasi ujian saya bertemu dengan banyak senior Administrasi Negara Unand adalah kak Lara dan Ninung ada juga Lusi dan kak Geneng yang juga ikut ujian di kota ini. Semuanya pasti berharap sama yaitu lulus, saya satu kelas dengan kak Ninung. Asik mengobrol dengan kak Lara tiba-tiba suara yang berasal dari pengeras suara menyuruh kami untuk masuk ke ruang kelas masing masing, seketika itu juga halaman sekolah yang semula ramai oleh manusia berbaju putih berubah sepi seketika, hiruk pikuk pagi itu lenyap. Di dalam kelas saya satu meja dengan seorang perempuan yang ternyata adalah dosen Administrasi Negara di STIA Sungai Penuh, senang sekali bisa ngobrol dengannya. Tak lama kemudian seorang ibu paruh baya yang sepertinya adalah pengawas kami memasuki ruangan dan langsung menjelaskan aturan ujian dengan gaya bahasa Jambinya yang kental. Saya dihadapkan pada soal-soal kemampuan dasar tetapi tetap saja matematika selalu menjadi momok yang menakutkan bagi saya. Ujian itu berlangsung selama dua jam dan saya menjawab hampir semua soal yang diujikan.
Setelah ujian selesai kami pun kembali kerumah dengan harapan tentu mendapatkan hasil terbaik. Sebelum pulang ke Sumbar kami menyempatkan juga untuk berwisata di salah satu ikon wisata Kerinci yaitu danau kerinci yang dapat ditempuh dalam waktu lebih kurang setengah jam dari Kota Sungai Penuh. Danau Kerinci lebih mirip seperti rawa dengan banyak tunggul kayu di tengah danau seperti danau buatan di perbatasan Riau dan Sumbar. Danau ini terlihat sangat indah dari kejauhan di kelilingi oleh perbukitan yang seolah-olah memagar danau tersebut. Tidak banyak fasilitas yang bisa kita nikmati di danau ini karena memang sepertinya kurang terawat malah terskesan hanya dibiarkan. Banyak fasilitas yang sudah rusak dan sampah juga memenuhi pinggiran danau. Saya menyempatkan untuk merendamkan separuh kaki ke dalam danau sambil menikmati pemandangan alam kerinci nan eksotis. Hanya sebentar kami di sini karena memang tidak banyak yang bisa kami lakukan selain hanya menikmati pemandangan dan berfoto-foto untuk kenang-kenangan.
***
Awalnya kami berencana akan langsung balik ke Sumbar setelah kembali dari Danau Kerinci, namun pak supir mengeluhkan kondisi badannya yang kurang fit dan kami pun memutuskan untuk balik esok paginya saja. Telah terfikir oleh saya akan pemandangan kebun teh dan Gunung Kerinci yang orang bilang memesona itu sehingga saya ingin tidur lebih cepat malam itu. Nah soal tidur menidur di kota kecil ini dijamin anda bisa tidur pulas dengan selimut hangat karena memang pada malam hari hawanya cukup dingin. Tak butuh waktu lama untuk masuk dalam alam mimpi.
Pagi pun menjelang hawa dingin menusuk sendi ku berkali-kali kutarik kain panjang yang menjadi selimut , diluar sudah terdengar suara hiruk pikuk orang. Saya keluar membuka pintu dan masih melihat kabut menutupi lereng bukit tempat kantor walikota yang baru dibangun. Kami pun semua bersiap untuk pulang ke Sumbar karena dinginnya hawa pagi itu saya memutuskan untuk tidak mandi pagi...hahaha. Semua orang terlihat bergegas mengemasi barangnya masing-masing termasuk aku, sepertinya sudah tidak sabar untuk menikmati pemandangan kebun teh di pagi hari. Tepat pada pukul 8.30 setelah kami semua sarapan dan berpamitan dengan saudara bang Deri lalu pak supir pun langsung tancap gas sepertinya beliau juga sudah tidak sabar ingin melihat Gunung Kerinci. Menjelang tiba di spot kebun teh saya hanya memikirkan bagaimana keindahan kebun teh tersebut karena memang saya belum pernah melihat pemandangan kebun teh kerinci.
 Dari kejauhan saya melihat pemandangan hijau muda kadang berubah menjadi hijau tua, saat itu cuaca agak sedikit mendung sehingga saya tidak bisa melihat puncak gunung kerinci dengan jelas karena di tutupi awan tebal. Mendekati pemandangan hijau hati saya berdesir dan membuka kaca mobil sehingga muka saya langsung dihembus angin pegunungan yang dingin. Tidak ingin kehilangan momen yang berharga itu saya pun mengabadikan pemandangan yang indah itu dengan kamera ponsel saya dan merekam beberapa menit video. Saya kagum dengan keindahan kebun teh yang sangat memanjakan mata, mampu merelaksasi mata sehingga saya tidak memalingkan pandangan saya melihat pemandangan hijau alami itu, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah hamparan hijau yang pada ujungnya membentuk garis permukaan. Gunung Kerinci pun terlihat dengan kokohnya berdiri di sebelah kiri saya, kadang saya juga melihat hamparan kebun penduduk kerinci, kebun kentang, bawang, lobak, dan cabai.
 Sayangnya adalah kami tidak sempat turun untuk berfoto bersama di tengah kebun teh. “nanti kita makan di tempat kemarin saja ya,” kata pak supir kepada bang Deri. Terfikir oleh ku bahwa pak supir belum mencicipi makanan sejak tadi pagi wajar saja jam 11 ia merasa lapar. Tak berapa lama ia berhenti di tepi jalan suatu pasar, ia pun mengajak kami turun untuk makan siang di sebuah kedai nasi masakan padang tentunya. “di sini favoritnya adalah lele bakar dan kita bisa makan kayak di kampus ambil sendiri sepuasnya” bang Deri kelihatan senang. Rata-rata memang semuanya makan dengan lauk lele bakar kecuali saya yang memang kurang suka dengan ikan lele lebih memilih ayam goreng sebagai lauk siang itu. Gurihnya rebus buncis segar yang telah lama tidak saya cicipi membuat selera makan saya bertambah 10 kali lipat apalagi dengan paduan cabai hijau yang cukup pedas, tengah kami dengan lahapnya makan tiba-tiba bapak yang punya kedai nasi membawa semangkuk gulai jengkol serasa dapat emas saya pun langsung menyambarnya. Selera makan juga di dukung oleh cuaca yang lumayan dingin sehingga semua dari kami tidak puas jika tidak nambah nasi lagi.
 Perjalanan pun di lanjutkan dengan perut yang amat kenyang. Pak supir mengemudi dengan cukup pelan sehingga saya agak cemas karena tentunya saya memikirkan bagaimana saya akan pulang ke dusun saya karena memang angkutan umumnya hanya sampai jam setengah tujuh malam. Benar saja yang saya khawatirkan terjadi, kami mendarat malam di jalan Padang Panjang Batusangkar tepatnya di Simpang Kubu, saya memilih turun di Simpang Kubu karena saya merasa lebih nyaman jika tidur di rumah tentunya bisa bangun sesuka hati esok harinya. “bang aku turun di sini saja masih ada kayaknya mobil ke Bukittinggi makasih ya bang,” saya pamit kepada bang Deri. Saya melihat dengan cermat jam tangan QQ kesayangan saya, “sudah pukul 07.00,” gumamku. Beruntungnya adalah aku bisa ke ATM terlebih dahulu karena uang ku hanya tinggal 20 ribu, lima menit sudah aku menunggu kendaraan umum yang menuju Bukittinggi tetapi tidak satupun yang lewat. Serasa menjadi backpaker malam itu, aku pun memberanikan diri menyetop pengendara motor. “bang numpang ke Padang Panjang bang,” ujar ku setengah bersorak seraya berdiri agak ke tengah. Pengendara itu pun berhenti sekitar 20 meter dari ku, tak ingin membuang kesempatan emas akupun berlari cepat dan meminta izin untuk menumpang, ia tersenyum dan aku pun senang dapat tumpangan hingga Padang Panjang.
Dengan cepat aku merasa akrab dengan abang yang memberi tumpangan yang rupanya ia adalah alumni UNP dan sekarang telah bekerja di Kalimantan sebagai operator di tambang batu bara. “gaji memang agak besar di sana nda, tetapi sama saja kita juga tinggal di tengah hutan ini juga aku mau pindah cari tempat kerja yang dekat-dekat saja,” katanya tertawa. Tak terasa karena keasyikan mengobrol aku pun sudah sampai di simpang tiga pasar Padang Panjang, aku pun meminta di turunkan. Tanpa fikir panjang aku langsung berlari ke seberang jalan karena memang biasanya angkutan umum masih ada yang lewat di Padang Panjang jam setengah delapan, ternyata di seberang jalan sudah ada mobil dari Sijunjung menanti karena masih ada bangku kosong jadi aku bisa menumpang hingga ke Bukittinggi. Perasaan ku masih agak cemas karena memang aku yakin bahwa mobil umum tidak ada lagi ke kampungku yang jauh di sana, tapi toh aku sudah berusaha untuk pulang jadi aku yakin pasti ada jalannya (zuppp....zuppperr sekali bukan :D).
 Sekarang yang penting adalah memikirkan bagaimana perut ku terisi penuh setibanya di Bukittinggi karena memang semenjak makan di kebun teh jam 11 tadi siang perutku tidak di isi lagi dengan nasi, hanya beberapa gorengan yang aku makan sore tadi di Kota Solok tentu saja gorengan hanyalah partikel kecil bagi perutku :D. Setelah membayar ongkos travel sepuluh ribu rupiah aku pun bergegas menuju kedai nasi yang tak jauh dari tempat aku berhenti, simpang Terminal Aur Kuning. Sepiring nasi dengan ikan bakar menjadi pilihan santapan dan langsung lenyap dengan sekejap, barulah selepas makan aku teringat bagaimana cara pulang ke rumah..hahaha. Tidak kehabisan akal akupun segera menelepon saudara jauhku untuk meminjam sepeda motornya, gayung pun bersambut ia dengan baik hati mau menemaniku pulang karena memang agak ngeri jika pulang sendirian melewati hutan belantara menuju rumahku. Sebelah kanan bukit dan sebelah kiri jurang.
 Malangnya adalah belum berapa menit kami berangkat dengan sepeda motor hujan pun mulai turun, aku pun cemas karena memang tidak ada mantel. Otak ku kembali berfikir memikirkan bagaimana cara pulang kerumah, ahaaaaa...entah kenapa aku yakin bahwa ada travel ke Pasaman yang sedang berhenti di pusat oleh-oleh di daerah Gadut, aku pun memutuskan untuk menerobos hujan daaaannn benar saja aku melihat mobil travel sedang berhenti di sebuah pusat oleh-oleh. Kesempatan emas kedua dan juga satu kursi masih kosong, sekarang fikiranku tenang dan mengalir seperti air sambil membayangkan teh hangat dan selimut di rumah.
***
Di rumah saya menyempatkan diri bermain futsal di sore hari karena memang sudah lama sekali tidak mencicipi bola futsal dan ketika bermain futsal saya selalu teringat dengan tim Glory Administrasi Negara 2008 yang mampu menyabet piala bergilir dekan FISIP. Suatu prestasi yang merupakana capaian tertinggi tim futsal A.N yang belum pernah dipecahkan oleh tim A.N lainnya hingga sekarang :P. Bukan hanya sekedar bermain futsal tetapi sekaligus juga ajang reunian dengan teman-teman dikampung semasa sekolah dulu dimana tiga kali dalam seminggu kami selalu bertemu dilapangan bola. Sebenarnya ingin mengulang masa-masa itu kembali dimana saat itu selalu penuh dengan keceriaan, tenaga yang masih sangat kuat, terus berlari seakan tak pernah lelah tetapi tentu tidak mungkin kita hanya berada di satu tempat.
Sore itu saya pulang sehabis bermain futsal saya bermaksud ingin mandi karena penuh dengan keringat. Ketika hendak mengambil handuk, mama yang sedang berada di dapur memanggil ku dan berkata,” nda tadi ada telfon dari Bank di Pekanbaru katanya selasa besok ada tes, gimana mau ikut ?,”. Sejenak aku berfikir dan teringat bahwa segala kesempatan harus aku coba lalu dengan cepat aku mengiyakan untuk ikut tes di bank itu. Walaupun rasanya belum puas berada di rumah, tetapi saya merasa bahwa waktu akan terus bergulir dan saya tidak bisa hanya dengan berdiam diri di rumah. Minggu yang cerah saya segera bersiap-siap untuk berangkat lagi ke kota bertuah, kota dimana pada season satu saya telah gagal meraih sukses dalam artian bahwa saya gagal di beberapa lini bukan berarti tidak mendapatkan hikmah dan pelajaran dari semua yang telah saya lakukan. Saya memutuskan tidak membawa si biru karena berharap jika sudah mendapatkan pekerjaan saya barulah saya akan membawanya ke Pekanbaru. Setelah berpamitan kepada kedua orang tua saya, kemudian dengan mantap saya melangkah kan kaki menuju kota yang ingin saya takhlukkan dan selalu membuat penasaran.
***
Nah bagaimana petualangan season dua saya di kota bertuah tentu pembaca sedikit banyak nya penasaran, kalau tidak penasaran tolong bohongi saya bahwa pembaca yang budiman penasaran...yaa hitung-hitung menyenangkan hati saya gitu lho. Penasaraaaann kan? Iya kan? Nah gitu dong? Okeh berikutnya saya akan bercerita mengenai petualangan saya di kota bertuah season dua yang tidak kalah menarik dengan season pertama yang pastinya selalu penuh dengan tawa dan cinta...hahahha. Saya anggap kisah kali ini adalah sebuah jembatan yang menjadi penghubung antara petualangan satu dengan petualangan dua.  
Tu kan penasaraann...hahahha...sekian banyak maaf terima kasih tetap berfikir positif dan tetap makan yang enak dan tetap bisa tidur dimanapun anda berada. Cando nan taralah kok ado nan talendo ka naiak talantuang ka turun banyak maaf karano ndak ado maksud dan tujuan penulis takah itu do..haha. see you soon.

di Garuda Sakti
Pukul 01.28 WIB
Sabtu 25 Januari 2014




Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )