PEREMPUAN AKUARIUM



Hari itu tanggal 25, dimana pada tanggal tersebut pada umumnya pekerja akan menerima gaji bulanan terutama para pekerja swasta. Wajah sumringah dan merah merona akan terlihat dari raut muka para karyawan, wajah dollar wajah uang. Hari itu pasti tidak akan terasa lelah di kantor, tanda-tanda awalnya adalah masuk kantor lebih pagi dari biasanya dan pulang lebih lama dari biasanya. Pokoknya hari itu dunia serasa hanya milik kita, dan begitu jam kerja usai maka mereka akan mulai berfikir kemana akan pergi menghabiskan uang banyak hari itu. Ada sebagian yang telah memikirkan jauh-jauh hari, dan ada yang tidak memikirkan sama sekali namun langsung beraksi jika uang telah ada. Sebagian dari mereka akan menghabiskan dengan memberi makan gratis para kolega nya di restoran atau warung kopi kelas eksekutif, jarang aku nampak di kedai kopi mak lepoh atau ampera mak uniang, dan sebagian lagi akan membelanjakannya untuk membeli beberapa keperluan hidup atau hanya sekedar untuk menambah koleksi baju, sepatu, kaos kaki, jam tangan KW tapi berasal dari brand kelas dunia.
Biasanya pada tanggal 25 akan nampak dengan jelas perbedaan antara pekerja yang masih lajang dengan yang telah berumah tangga, jika masih lajang maka akan segera mencari tempat keramaian untuk menghabiskan beberapa lembar uang soekarno lalu tertawa berkelakar bersama-sama, sedangkan jika sudah punya keluarga maka akan memilih pulang cepat dan tidak lupa singgah di minimarket untuk membeli beberapa makanan ringan, susu, sereal, maco balah, sapek, ikan teri, keperluan dapur dan mainan bagi yang sudah memiliki putra putri generasi penerus bangsa :D. Namun pada dasarnya apapun yang dilakukan seseorang untuk menghabiskan uangnya adalah hak prerogatif yang mereka miliki, apakah untuk di tabung atau dihabiskan dalam sekejap lalu besok melakukan peminjaman tanpa angsuran itu adalah sepenuhnya hak mereka. Pada episode kali ini akua kan bercerita tentang kehidupan manusia urban nan sabana gaul katonyo ntah kato urang kok baa ko lah, karena ini adalah cerita tentang gaya hidup alias life style maka gaya bahasa akan di ubah sedikit lebih gaul dan trend dari biasanya yang aku tulis. Beberapa bahasa mungkin akan sulit di mengerti namun percaya lah itu semua bermaksud baik menurut saya.
Cerita kali ini berawal dari uang, dan uang berasal dari gaji. Masih di kota ini, masih di kota bertuah dan masih tentang kota ini dan orang-orangnya yang aku tulis, dengan beberapa teman yang aku kenal, aku memiliki pengalaman hidup baru yang akan akuserahkan penilaiannya kepada seluruh pembaca yang budiman. Adalah malam itu aku, Aldi dan Yudi melakukan beberapa perjalanan ke tempat-tempat angker di kota ini, angkeeerr broo, pake banget. Bagaimana angkernya beberapa tempat ini akan gue cerita in lets goo broo, kita kemon.
Malam itu aku dan kedua teman baru saja menghabiskan santap malam di sebuah cafe di kota pekanbaru. Hari itu Yudi menerima gaji bulanannya, dan ia bermaksud untuk memberi aku dan Aldi makan gratis di sebuah cafe. Siapa sangka siapa duga setelah makan malam itu, Aldi memiliki inisiatif untuk pergi ke sebuah tempat yang bagi aku adalah angker. Kami bertiga meluncur dengan sebuah mobil SUV yang entah punya siapa aku tidak tahu, yang jelas kata Aldimobil ini adalah mobil pinjaman. Maklum saja kami bertiga tidak memiliki mobil, jadi sekali dapat mobil pinjaman langsung di ajak jalan-jalan. Yudi malam itu mengenakan celana pendek dengan atasan jaket parasut, dia adalah seorang karyawan sebuah perusahaan swasta di kota pekanbaru, sedangkan Aldi malam itu juga mengenakan celana pendek dengan atasan jaket bahan kulit dan aku lebih gila lagi hanya memakai celana pendek dan tidak memakai jaket, alhasil aku harus menikmati dinginnya AC mobil yang aku kira itu berkekuatan  1½ PK.
Entah angin apa yang membawa kami dengan sangat nyaman meluncur mengelilingi Kota Pekanbaru. Aldi langsung dengan sigap menyatakan ide nya yaitu pergi ke sebuah tempat massage modern yang berlokasi di salah satu jalan protokol di kota bertuah ini. Tanpa basa-basi Yudi yang saat itu berperan sebagai lumbung uang langsung mengiyakan, awalnya sih sempat ragu juga karena ia mengaku ada keperluan lain yang harus di purchasing dengan uang. Godaan Aldi sepertinya sulit sekali untuk di tolak oleh Yudi, akhirnya Yudi tersenyum lebar yang berarti adalah kata setuju tanpa tanpa rasa ragu. ”gue jamin itu adalah tempat spa yang bakalan jadi tempat favorit lo nantinya bro, ladiesnya yahut lagi aduhai memesona”, goda Aldi. Yudi hanya menjawab, ”okelah kita pergi bro, tapi gue mau kerumah dulu ada panggilan alam yang mendesak dan itu sangat tidak enak pas lagi spa rasa alam itu ada,”. Tertawa lepas. (sebenarnya pake aden waang mah, tapi biar lebih menjiwai kegaulan anak kota makanya pake lo gue aja jeng). Mobil SUV 4x4 tahun ketumbar yang berstatus pinjaman pun melaju menuju tujuan yang aku tidak tahu sama sekali, sehingga di sepanjang perjalanan aku hanya memikirkan kemanakah mereka akan pergi, apa yang mereka lakukan, dan apa hasil dari yang mereka lakukan, tentunya aku tidak peduli soal uang Yudi yang memang memiliki saldo banyak malam itu. Di tengah perjalanan Aldi kembali meyakinkan Yudi dengan rayuan mautnya, “Cuma 250 kok bro, udah lengkap itu mulai dari pijit, mandi susu, dan lain-lainnya, ya kalo lo mau lebih tinggal request aja sesuai kesepakatan on board,”. Aldi bersemangat seperti akan membunuh tentara kompeni dengan bambu runcing, lalu menyayatnya dengan sembilu, lalu membuangnya ke lubang berisi buaya darat.
Kira-kira setengah jam kurang sepuluh, mobil yang setir oleh Aldi masuk ke sebuah gang dan berujung di sebuah parkiran yang super luasssss. Aku berfikir tempat apa ini, aku melihat Aldi dan Yudi telah berjalan dengan jarak sepuluh langkah dari ku, sepertinya memang mereka sudah tidak sabar. Kami masuk ke sebuah tempat SPA dan Massage, ini kali pertama aku masuk ke tempat yang really asing. Saat masuk pintu pertama kami di beri semacam kartu yang itu adalah nomor antrian, disitu tertulis nomor dan dibaliknya ada beberapa poin layanan yang disediakan, ada stone massage, milk bath, traditional massage, cuma itu yang aku ingat kalau tidak salah ada 5 entah 7 menu. Setelah menerima nomor antrian kami disilakan masuk dan duduk di ruang tunggu, lumayan remang-remang 70 persen gelap lah, samo remang-remangnyo jo tenda ceper di ibukota negara ku. Ruang tunggunya terlihat lapang dengan interior serba hitam dan warna alami coklat kayu, dilengkapi dengan sofa yang empuk dan dua buah tipi yang memutar channel luar negeri dan dalam negeri. Selain itu juga ada mini bar yang di jaga oleh tiga orang lelaki, dan sebuah meja panjang yang berjejer perempuan yang masih abg lengkap dengan baju kemeja pendek dan rok lima cm di atas lutut. Kami segera mencari posisi ueanak tenan untuk menunggu.
Ternyata di ruang tunggu tidak hanya ada kami bertiga, namun juga terlihat beberapa orang yang juga mungkin ingin menikmati layanan tempat ini. Beberapa dari mereka masih mengenakan baju kantoran atau istilah kerennya office suit, ada yang asik dengan hisapan rokok nya dan ada yang asik dengan gadgetnya. Tidak hanya lelaki lajang namun yang sudah berumur pun juga terlihat di sini. Aku bisa melihat dari ketebalan kumis dan kerut wajahnya. Tengah asik mengobrol, tiba-tiba seorang wanita abg menghampiri kami, “udah pesan bang?,” sambil menyodorkan sepuluh kartu yang di gunting dengan desain hati atau lope. Tak disangka dan tak di duga dibalik hati tersebut ada tertulis nama-nama wanita yang tidak lain adalah terapis yang akan melayani, (maaf namanya ga akan aku sebutin di sini bro). Aldi yang memang sudah tidak sabaran langsung memilih satu nama sedangkan Yudi masih berfikir, mungkin ia fikir nama yang cantik tentu orangnya juga cantik, hahaha.  Yudi memilih satu nama yang ternyata setelah di pilih orang yang di tunjuk sedang melayani konsumen. ”lo ga mau nda? Gratis ini Yudi yang bayar nanti soal rembess gampang,” menyentak ku. Aku menggeleng, “ gue di sini aja bro, cuma satu setengah jam kan?, ga apa lah bro, enjoy ya mabroo”.
 Sementara mereka naik ke lantai dua yang sepertinya lantai khusus layanan, aku menunggu di ruang tunggu sambil menonton opera pan japa, lama juga rasannya menunggu mereka keluar dari ruangan privat itu. Menunggu memang membosankan (tentu tidak berlaku  jika yang di tunggu adalah sesuatu yang menguntungkan :D). Satu setengah jam pun berlalu, aku melihat Yudi keluar terlebih dahulu lalu sepuluh menit kemudian Aldi pun keluar dengan wajah penuh rona bahagia. Aku fikir mereka pasti sudah senang karena di pijat oleh terapis-terapis yang mungkin 80 persen berwajah cantik dan ahli terapi spesial umba-umba loop. Hanya beberapa menit kami duduk di sofa, Aldi langsung mengajak keluar sambil membujuk Yudi untuk mengeluarkan kartu geseknya. “semuanya 500 ya,” kata resepsionisnya yang merangkap jadi kasir. Pasti setelah ini akan pulang kerumah fikirku, karena memang aku sudah lumayan mengantuk dan lelah tentunya.
Awalnya sih emang tujuannya kerumah, namun entah angin apa yang membuat Aldi kembali membujuk Yudi untuk pergi ke suatu tempat yang lagi-lagi terdengar asing bagiku. “masih banyak uang kan broo?, ke STM yuk bro ( STM adalah bukan nama sebenarnya tempat itu, demi keamanan semata.), mumpung masih banyak kan,” Aldi membujuk dengan tidak berharap. Aku melihat raut wajah Yudi agak keberatan, namun itu hanya sesaat kemudian raut wajah itu kembali melebar, tanda sepakat. ”lo ganti ya uang gue, soalnyo besok ada yang musti gue bayar, kalo mau kita ke ATM sekarang,” Yudi memantik rokoknya. Kompak Aldi mengangguk girang, dan menggeber mobil untuk mencari mesin ATM terdekat.
Seperti biasa aku masih berfikir STM itu seperti apa, tapi ya sudahlah toh nanti akan aku temui juga dan akan melihat tempat itu secara langsung. Sesampainya di mesin ATM, Yudi langsung turun dan dengan cepat sudah kembali berada dalam mobil, tanpa pikir panjang Aldi menancap gas. Cukup lama aku rasa perjalanan ini, hingga kami sampai di sebuah jalanan yang cukup sepi, seperti jalur lintas antar propinsi (clue), lalu masuk ke jalan kerikil sekitar 50 meter hingga sampai di sebuah gerbang parkiran yang juga luassss. STM ternyata adalah sebuah penginapan, Aldi dan Yudi langsung bergegas turun tentunya aku juga mengikuti. Kami masuk ke sebuah ruangan yang sangat lapang, ruangan karaoke bersama, dengan dentuman musik yang membuat jantung ikut berirama. Cukup ramai ruangan itu oleh para lelaki lengkap dengan bir dan kacang, terlihat juga oleh ku beberapa wanita yang membuat aku berdesir dengan pakaiannya yang memang di luar batas kewajaran. Ruangan karaoke lebih gelap lagi ketimbang ruang tunggu spa tadi, ada banyak kursi putar, sebuah layar besar dan beberapa box speaker raksasa. Wanita-wanita silih berganti melayani tamu yang datang, beberapa ada yang membawa minuman, merokok dan minum bersama. Lagu yang diputar pun beragam, mulai dari lagu dangdut, POP, lagu minang, tapi kebanyakan dangdut sih, dan para tamu bernyanyi secara bergiliran dan juga ada yang berjoget.
Setelah duduk di sebuah kursi bundar tinggi, kami di datangi oleh seorang wanita yang mengenakan baju tipis, pendek ya bisa di bilang alakadarnya lah, ”mau minum apa bang,” sambil duduk di samping aku. Yudi memesan sebotol bir hitam dan aku yang awalnya kebingungan memesan memutuskan sebotol air mineral yang tentunya harga sudah pasti di luar batas kewajaran (sesaat mengingatkan aku akan harga teh botol di taplau yang bisa saja dua kali lipat dan dibuka tanpa diminta). Kami duduk ditemani oleh seorang wanita pelayan, hanya sebentar ia duduk menemani kami, lalu ia berlalu pergi dan datang lagi wanita dengan pakaian serba merah. Tidak banyak yang kami bicarakan dengan wanita pelayan, kami asik dengan obrolan bertiga.
Berbicara di ruangan ini harus dengan nada suara tinggi, bukannya marah tapi memang suara volume karaokenya amat dahsyat. “pilih duluan sana bro, jangan kelamaan lu,” kata Aldi.  Yudi langsung beranjak pergi ke arah bar di depan kami, sementara itu Aldi memesan sebuah lagu Ada Band untuk di nyayikan nantinya apabila giliran bernyayi datang. Tidak lama setelah Yudi pergi ke bar, aku yang masih penasaran Yudi pergi kemana, kenapa dan dengan siapa kemudian bertanya pada Aldi, “bro itu si Yudi lu suruh kemana? Ke WC ya dia?,” sambil membuka segel air mineral. Dengan wajah polos Aldi menjawab,” ga lah bro dia itu mau milih cewek yang mau di ajak cek in malam ini, 250 sekali di cek sama Yudi”.
 Aku pun makin penasaran, kemudian aku pun berjalan menuju sebuah sebuah ruangan di belakang kami. Ruangan itu nampak seperti akuarium besar, karena di sisi depan ruangan terdapat kaca yang lebar dan panjang, persis di sudut-sudut kaca ada beberapa pria yang berdiri dan melihat ke dalam kaca. Ada apa dibalik ruangan semi kaca tersebut?, pertanyaan itu terbesit di fikiranku sambil terus berjalan menuju ruangan itu. Sekarang akupun sudah berdiri bersama dengan beberapa pria yang ada di depan ruangan kaca, aku pun segera melongok ke dalam ruangan, dan supriseeeeee,,,amazing, cetar membahana ulala badai katrina ternyata pemirsa, mataku melotot seperti mata usopp ketakutan ketika melihat bajak laut datang, aku kaget bukan kepalang. Sesaat mataku tidak berkedip melihat apa yang aku lihat, di dalam ruangan kaca ternyata sederetan perempuan yang duduk disebuah bangku panjang dengan pakaian yang serba minim, ada yang berdandan biasa saja dan ada yang menor. Mereka tengah asik mengobrol, berbedak, smsan, blekberian, dan tidak ada yang telponan.
Di dada mereka di tempel nomor-nomor, mungkin nomor itu berfungsi untuk memanggil mereka yang tidak ada nama. Sayup-sayup aku mendengar di ruangan sebelah, “nomor 25 satu, nomor 25,” begitu ketika seorang pria memanggil. Sekarang aku tahu apa isi dari ruangan yang mirip akuarium itu, sekitar lima menit aku berdiri di depan kaca dan terus memandangi aktivitas mereka. Sebagian pria juga terlihat malu-malu dan berdiri hanya di pinggir kaca, sedangkan aku sendiri berdiri di tengah-tengah kaca. Kemudian aku pun kembali ke meja dimana Aldi tengah asik mengobrol dengan seorang perempuan yang mengenakan pakaian serba hitam, sepatunya super high heels, baju apa sih namanya atasannya hanya sampai dada, mungkin setiap lima menit pelayan wanita akan bergiliran. Jadi soal psikotesnya akan berbunyi seperti ini, jika aku, Yudi dan Aldi duduk di meja tersebut selama 2,5 jam berapa orangkah perempuan yang akan datang ke meja kami?. Hahahhaha. Damam.
Semenjak kedatangan kami telah tiga perempuan yang mampir di meja kami. Jika dua perempuan sebelumnya aku tidak berani untuk membuka pembicaraan, namun kali ini berbeda, aku berbicara dan mendalami perempuan yang satu ini. Aku memberanikan diri membuka pembicaraan, “namanya siapa ya?,” karena suara dentuman musik yang membahana dia hanya tidak mendengar apa yang aku tanya, sehingga aku ulangi dengan nada setengah berteriak ke telinga nya, jaraknya hanya sekitar dua sampai tiga cm lah dari telinganya. Dia pun menjawab lebih keras ke telinga saya, “ nama aku ani, a n i...aniii,” katanya. Sebenarnya aku tidak percaya namanya Ani, karena peran yang baik saja dimainkan oleh seseorang masih memerlukan nama samaran apalagi peran yang tidak begitu baik menurut aku harus diperankan oleh seorang Ani. Kami mulai akrab berbincang, Ani berasal dari Kota Kembang Bandung, tapi bukan mojang Bandung bro, dia sebenarnya berasal dari negara dodol yaitu Garut, kalau agan mau manggil negara kambing juga boleh.
Ani ternyata masih baru beroperasi di STM, sebelumnya Ani beroperasi di kota kembang, umurnya pun masih sangat muda, 23 tahun yang berarti itu sama dengan umur ku. Dilihat dari penampakannya sih emang sekitar umur 23an, tapi aku akan lebih percaya jika ia mengatakan bahwa umurnya sekitar 19 tahun, karena wajahnya memang masih terlihat sangat remaja. Kadang aku juga berfikir apakah dia tidak kedinginan berada dalam ruangan yang full AC dengan pakaian yang minim seperti itu, dari segala penjuru pun angin AC akan mudah masuk dengan leluasa. “aku baru di sini mas baru lima hari, ya aku belum punya pelanggan di sini sebelumnya aku di Bandung bukan di penginapan kayak gini, tapi di komplek-komplek perumahan kayak gang dolly gitu,” katanya lugas.
 Aku pun memanggilnya dengan sebutan neng Ani, orangnya periang dan sangat nyambung lagi kompak di ajak ngobrol. Jadi agar obrolan makin lengkap, aku pun menyarankan ia untuk memesan minuman, dan woowwww...ia tidak seperti wanita lain kebanyakan di ruangan itu yang memesan bir, hanya memesan air mineral yang sama dengan yang aku pesan, “biar tetap sehat kan mas,” katanya sambil tertawa kecil. Nah ada yang lucu sedikit nih bro, waktu meminta tagihan air mineral seharga 7000 rupiah, karena pencahayaan ruangan yang tidak maksimal boleh dikatakan hanya alakadarnya, aku pun merogoh kocek dan memberi selembar uang yang aku kira adalah lembaran 10000. Begitu mendapatkan uang, neng Ani langsung berjalan menuju kasir, ia berjalan agak cepat, namun ketika hampir di sampai di meja kasir ia melihat uang tersebut dan ia berteriak kaget, ternyata uang itu adalah uang 2000 rupiah, dan ia pun berlari kembali ke meja kami. Hahahhahaaha...., Aldi pun tidak kuasa menahan tawa, neng Ani pun memukul manja bahu ku, “hei mas,.. ini uang dua ribuuuu tauu,” wajahnya kesal. Boleh ketawa sekali lagi ya bro...hahahahahhahahahahaha. Memang tidak di duga dan tidak di sangka kejadian malam itu. Setelah aku beri uang 7000 ia pun pergi kembali ke kasir, dan tidak berapa lama kembali ke meja kami.
Karena sudah merasa akrab, aku pun memberanikan diri bertanya hal-hal yang agak sensitif, “kamu kerja ginian udah berapa lama? Enak ga? Kamu ga takut masuk angin? Ga takut sakit? Kena penyakit itu lho,” tanyaku dengan wajah penuh penasaran. Tanpa ragu ia menjawab, ”udah cukup lama juga mas, ya kadang aku takut juga sih kena penyakit yaaa tapi mau gimana lagi namanya juga hidup mas, makanya pake helm kan mas biar aman, helm sekarang bagus ya mas udah ada rasanya,” centilnya. Kalau soal helm mah sekarang gak perlu soal rasanya kan bro, sekarang harus SNI dan klik, kalo ga ya siap-siap aja di tilang pak polisi. Aku hanya tertawa kecil, dalam hati aku sedikit iba dengan neng Ani karena ia harus menjalani kehidupan yang sangat pahit karena diajak oleh teman-temannya.
Tengah asik berbicara dengan neng Ani, Aldi pun pergi meninggalkan kami berdua menuju akuarium, mungkin ia akan segera masuk kabin pikirku. Neng Ani pun menyentakku, ”mas ga mau masuk? Cuma ngobrol-ngobrol gini aja bosen tau mas, percuma ga masuk,” katanya merayuku. Aku pun dengan tegas menggeleng, “ga ah, aku lebih suka ngobrol aja aku masih kecil neng jadi kita ngobrol aja ya,” kilahku. Akhirnya Yudi pun keluar dari peraduannya merapat ke mejaku kemudian mengajakku keluar ruangan karaoke, mau tidak mau aku harus say good bye to neng Ani. ”neng aku pulang dulu ya udah malam nih, aku ngantuk, kapan-kapan kita jumpa lagi tapi tidak di sini mungkin di pasar buah atau pasar ikan,” akupun segera berlalu. Dia tersenyum.
Aku dan Yudi keluar sedangkan Aldi masih di peraduannya, mungkin tengah asik bermain gundu. Kami segera ke mobil,dan berharap Aldi agar cepat selesai dengan urusannya di dalam. Di mobil aku dan Yudi merebahkan diri di bangku mobil, aku berusaha untuk tidur karena sudah lelah dan ngantuk. Entah kenapa aku ikut gelisah melihat Yudi yang sangat gelisah, sebentar ia tiduran di mobil, sebentar ia turun dan kadang ia bernyayi sendiri. “wahh..si Aldi kelamaan nih, telponin nda,” wajahnya kelihatan gelisah. Tidak tahu apakah yang ia gelisahkan, aku pun berusaha menghubungi Aldi dengan telepon genggam ku, namun tidak ada jawaban. Kira-kira 15 menit Yudi kelihatan gelisah, mulutnya komat kamit sepertinya menghitung berapa uang yang telah ia keluarkan dari tadi, akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan karaoke untuk yang kedua kalinya.
Ternyata begitu ia masuk, Aldi pun keluar dengan senyuman yang lebih lebar dari tempat pijit tadi, sepertinya kenikmatan yang di dapat meningkat. “kemana Yudi tadi bro?,” katanya sambil megeluarkan sebungkus rokok dan aku menjawab,” mungkin dia mau bermain gundu lagi atau ingin memilih perempuan lagi,”. Benar saja, Yudi kembali cek in. Mengetahui Yudi kembali cek in, Aldi pun tertawa lepas (dalam hati mungkin ia berfikir Yudi ketagihan nih) dan mengajakku kembali ke dalam ruangan karaoke untuk minum dan memesan sebungkus kacang. Di dalam ruangan karaoke terlihat beberapa kursi sudah kosong, di tinggalkan pemiliknya entah cek in entah cek out entah ke WC. Aku pun melihat lagi sosok neng Ani yang baru saja aku tinggalkan, ia terlihat melayani seorang pria paruh baya. Mereka terlihat mesra, pria itu ternyata mendapat jatah giliran bernyayi dan berdansa dengan neng Ani. Neng Ani yang malang. Lama juga kami menunggu Yudi, dan akhirnya ia keluar dengan wajah masih penuh senyuman sepertinya kekuatannya masih dalam level aman. ”dua kali ni yeeee,” Aldi meledek Yudi.
 Ia hanya tertawa lepas, kami pun menuju mobil. Kali ini pasti aku akan pulang dengan mereka, ya setidaknya tenaga dan ambisi serta amunisi mereka sudah habis untuk malam ini. Dugaan ku ternyata meleset jauah dari perkiraan, hipotesa gagal, rumusan masalah tidak terbukti, penelitian gagal, kompre ulang, seminar ulang, gagal, gagallllll padahal tidak penguji. Gagal bertoga (#eh). Mereka ternyata ingin pergi lagi mengunjungi sebuah tempat yang menurut aku sih sama saja dengan STM, sama-sama menyajikan wanita. Dulu tempat ini seperti gang dolly yang masih ada di Surabaya, sekarang komplek itu sudah tidak ada kalau tidak salah semenjak tahun 2010 sudah di musnahkan. Namun apapun yang namanya di musnahkan tentu akan meninggalkan serpihan atau paling tidak itu bekas-bekas pemusnahan, dan ini yang di musnahkan adalah mikroorganisme hidup yang dengan otomatis dapat hidup di tempat lain. Ini ibaratnya seperti bom nuklir yang di jatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki yang masih meninggalkan jejak hingga sekarang.
 Memang sekarang komplek itu tidak ada lagi, namun tidak jauh dari komplek lama, masih ada bekas-bekas itu, dan di sinilah kehidupan baru dimulai. Di komplek Gundul, ya Gundul adalah bukan nama sebenarnya dari komplek ini. Di sini ibaratnya adalah pasar kaki lima, dan STM adalah pasar kelas atas atau mall lah. Namanya juga pasar kaki lima sudah tentu ramai akan pengunjung-pengunjung yang ingin kenikmatan dengan harga diskon up to 60%, makin malam diskon makin naik hingga 80%. Dengan tarif berkisar antara 100 sampai dengan 150 ribu, mereka para lelaki sudah menikmati hidangan yang telah di sediakan, tentunya masih bisa nego. Di Gundul ini yang aku identikkan dengan pasar kaki lima bermacam model tersedia, dari yang masih segar, muda, kencang, hingga kerut, mengkerut dan keriput siput, bahkan ada yang sudah kembung. Entah karena masuk angin setiap malam. Sebuah variasi dan sensasi belanja di kaki lima. Komplek Gundul ini memiliki topografi tidak beraturan, jalanannya ada yang menurun, menanjak, datar tapi berbatu pokoknya serba banyak lobang lah.
Hampir di setiap rumah di  komplek ini mereka para penjaja dagangan duduk manis dengan pakaian yang serba minim tentunya, beberapa ada yang berdiri di depan pagar sambil memanggil-manggil lelaki yang datang. Di sini aku melihat sebuah pola persis di pasar kaki lima, dimana para konsumen akan berjalan-jalan atau berkeliling terlebih dahulu, lalu tawar menawar harga dan berkeliling lagi untuk membandingkan dengan harga di tempat lain. Begitu harga termurah di dapat maka deal onderdil pun terjadi. Kami tiba di komplek ini jam setengah tiga pagi, dan aku telah berniat dari awal apabila mereka turun untuk melakukan transaksi maka aku akan tidur saja di atas mobil. Setelah beberapa menit berkeliling, Aldi dan Yudi sepakat berhenti di sebuah rumah berwarna merah jambu, dimana di depannya telah berjejer beberapa perempuan mulai dari yang muda hingga yang agak tua. Sebelumnya Aldi juga telah berhenti di sebuah rumah yang ia klaim adalah langgananya namun karena lelaki yang mengantri terlalu banyak maka ia segera mengurungkan niatnya.
 Mobil kami langsung dihampiri beberapa orang perempuan, dan aku terpaksa ikut kedalam rumah karena Yudi bilang tidak aman di dalam mobil, dengan pasrah aku berjalan gontai kedalam rumah itu, kami duduk di ruang tamu. ”mau minum atau mau langsung masuk aja mas?,” ujar seorang wanita yang sepertinya adalah senior di rumah ini. Yudi pun memesan duah buah minuman kaleng, ”aku di sini paling ahli lho mas, paling top servisnya,” kata wanita tadi sambil menaruh minuman kaleng di atas meja. Aku yang tidak tahan dengan suasana rumah yang berantakan dan aromanya yang sangat tidak karuan akhirnya memutuskan keluar dan kembali ke dalam mobil. Secara otomatis aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam rumah, namun hanya beberapa saat Yudi dan Aldi ikut menyusul aku ke dalam mobil. ”meleset bro..meleset,” kata Aldi, aku kebingungan kenapa mereka berdua keluar begitu cepat, dan ternyata transaksi gagal. Aku senang bukan kepalang, dalam hati aku menyanyikan anthem dora the explorer ketika sudah berhasil sampai tujuan, berhasil...berhasil..hore, kita akan pulang berhasil horeeee. Tanpa kompromi mobil SUV butut langsung melaju menuju rumah kami. Dan aku tersenyum bahagia tiada tara, bahwa aku telah di selamatkan oleh yang maha kuasa dari godaan dunia malam yang baru saja aku lewati.
Kalau tidak salah jam sudah menunjukkan pukul setengah empat dan begitu pintu rumah di buka aku pun langsung menghempaskan badan ku yang sudah terlalu lelah di atas kasur. zzzzzzzzZZZZZZZZZ. Semenjak kejadian yang aku alami malam itu, aku pun bertekad tidak akan kembali ikut dalam euforia mereka, setidaknya aku telah mengetahui hal yang menurut aku tidak baik, ini menurut aku lho walaupun sebagian orang bangga dengan menghamburkan uangnya disana. Lebih baik tahu dari pada tidak sama sekali kan brooo. Bagi kawan yang ingin mencoba silahkan saja, tapi saran aku sebaiknya jangan karena ya karena itu, sudahlah semoga ada manfaatnya cerita dalam berita aku ini. Cando nan taralah ambiak nan baiaknyo buang nan buruaknyo yo sanak, talabiah takurang ambo mintak maaf, nama dan tempat sengaja di rahasiakan untuk kepentingan keamanan semata, tapi percaya lah ini kisah nyata dan di alami dalam keadaan sadar sesadar-sadarnya,  sesadar dan senyata pembaca membaca cerita ini. hahahahhaha. Wslm.

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Gadih Minang (Sakola atau Balaki?)

TRAGEDI 26 MEI 2011 . ( PART II )