Karya Cindy Adams Bag I "Alasan Menulis Buku Ini"
Saya
tidak menolak jika disebut seorang sukarnois, tetapi saya menolak jika pembaca
menuntut saya mengetahui 100% tentang kehidupan presiden pertama Indonesia,
salah seorang dari dua orang proklamator bangsa, Ir. Sukarno. Mendengar nama Sukarno
saya langsung tersentak, selalu banyak muncul pertanyaan demi pertanyaan dalam
benak saya, bagaimana tidak, sejarah selalu punya misteri yang menarik dan
tentunya berguna hingga saat ini. Apalagi yang akan kita ketahui adalah sejarah
berdirinya bangsa ini, bagi saya amat kurang ajar seorang anak bangsa tidak mau
tahu tentang sejarah bangsa nya sendiri, yang mereka tahu hanyalah media sosial,
baju bermerk, fashion masa kini, meskipun juga tidak sedikit anak bangsa yang
lahir dengan inovasi-inovasi yang menakjubkan di zaman sekarang.
Saya
yakin bahwa para pendahulu bangsa tidak meminta banyak akan jasa mereka untuk
dikenang, tetapi saya yakin dengan sangat mereka ingin generasi muda mengetahui
sejarah bangsa lebih baik. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa para pahlawan. Bicara soal sejarah adalah hal yang paling saya
benci ketika masa sekolah karena amat membosankan, kaku, dan menurut saya hanya
mengajak orang sekedar belajar tentang masa lalu. Satu-satunya yang saya suka
adalah guru sejarah yang mulutnya tidak henti bercerita. Beberapa tahun
belakangan saya mulai sadar bahwa sejarah amat penting, sehingga seperempat
lemari kain saya berisi buku-buku sejarah, baik itu dalam negeri hingga luar
negeri, kebanyakan otobiografi. Setelah sekian banyak otobiografi maupun
biografi yang telah saya baca maka tentang Sukarno adalah hal yang paling
menggelitik, mungkin saya merasa memiliki kepribadian yang sama dengan sang
proklamator. Buku demi buku saya lahap, situs demi situs saya jelajahi untuk
memahami bagaimana pemikiran dan tindak tanduk Sukarno semasa muda, semasa
masih hidup dan berjaya. Oleh karena itu saya pun berusaha membantu para
generasi muda untuk memahami beliau secara perlahan dan lebih baik dengan
mengutip, merangkum, menyederhanakan beberapa buku yang telah saya baca
mengenai Bung Karno.
Pertama
adalah buku fenomenal karya Cindy Adams yang menjadi buku tentang Sukarno
paling hits dan telah mengalami cetak ulang beberapa kali, tengok saja edisi
revisi yang telah mengalami cetak ulang setidaknya tiga kali yang berarti bahwa
pembahasan seorang Sukarno seakan tidak ada matinya, seperti mengurai benang
kusut jika diurai maka akan tambah panjang. Patut untuk pembaca ketahui bahwa
judul asli dari buku karangan seorang wartawati Amerika Serikat ini adalah
bukan “Penyambung Lidah Rakyat” melainkan adalah “Sukarno An Autobiography As
Told To Cindy Adams”. Buku yang lumayan tebal ini setidaknya berisi lebih dari
30 bab dan lebih dari 300 halaman, cukup banyak bagi muda yang tidak ingin
membaca buku tebal dan kalimat yang kaku.
Sekarang
mari kita bicara tentang apa isi buku yang di tulis langsung oleh sang wartawati,
tentunya akan butuh waktu yang lama dan halaman yang panjang jika kita ingin
memahami secara utuh keseluruhan isi buku, tulisan ini melainkan dibuat untuk
memahami bagian demi bagian yang ditulis
oleh Cindy agar lebih mudah dipahami bagi muda sekalian. Bagian pertama
buku ini adalah menceritakan bagaimana dan kenapa buku ditulis, sehingga
pembaca mengetahui alasan dibalik ditulisnya otobiografi seorang Sukarno,
setidaknya kita mengetahui apa pentingnya penulisan buku dan untuk apa ditulis
(bahasa yang berbelit-beli bukan?). Agaknya Sukarno ingin menjelaskan kepada
para rakyatnya bagaimana menggambarkan sesungguhnya sosok Sukarno, beberapa
latar belakang diceritakan oleh Sukarno dalam beberapa peristiwa yang seolah
menunjukkan bagaimana orang lain seharusnya menilai dirinya, sederhananya
adalah ia menceritakan kisahnya kepada Cindy Adams untuk memberikan pemahaman
kepada orang lain terhadapnya.
![]() |
Opening Words dalam buku "Penyambung Lidah Rakyat" |
Adapun
deretan peristiwa yang diceritakan pada bagian pertama adalah tentang bagaimana
ia menjelaskan bahwa menjadi seorang presiden juga harus memiliki kesenangan
lain daripada hanya menjalankan tugas protokoler yang kaku dan menuntut selalu
tampil baik. Bagaimanapun Sukarno hanyalah manusia biasa yang juga ingin bebas
menikmati beberapa kesenangan yang ia inginkan, namun disisi lain jabatan
sebagai Kepala Negara juga menuntutnya harus lebih berhati-hati dalam
bertindak. Sukarno memberikan beberapa contoh bagaimana para pemimpin dunia
memiliki kesenangan tersendiri untuk menghibur diri ditengah tugas protokoler yang serba padat, sebut saja
Presiden Kennedy yang senang berlayar, Ayub Khan senang dengan golf, Pangeran
Norodom Sihanouk menciptakan music hingga Lyndon Johnson memiliki peternakan
yang ia senangi. Sama halnya dengan Sukarno yang juga punya keinginan sendiri,
ingin lepas dari belenggu protokoler, beberapa kali ia kerap keluyuran untuk
mencari tukang sate pinggir jalan dan melahap sate itu sendirian, ia juga
menyukai belanja beberapa barang yang memiliki nilai seni untuk mempercantik
tampilan Istana Negara. Bahkan Sukarno membeli sendiri beberapa barang seperti
lampu Kristal, kursi beludru berlapis emas dan permadani Irak yang terkenal.
Jelas bahwa seorang Sukarno amat mencintai keindahan dan seni, hingga pernah
suatu kali seorang Amerika datang ke Istana Bogor bermaksud untuk menukar salah
satu barang antik istana dengan sebuah Cadillac mewah, hanya jawaban “TIDAK”
yang keras terlontar dari mulut singa podium.
Pada
peristiwa lain Sukarno juga bercerita mengenai ketertarikannya kepada wanita
dimana menurutnya seorang wanita adalah seni yang indah, sehingga beberapa
kalangan menafsirkan dengan membuat stigma bahwa Sukarno adalah pecinta wanita,
pemain wanita, playboy kelas kakap. Ketertarikan Sukarno kepada wanita adalah
hal yang wajar sebagai kaum adam, ia menceritakan secara jujur tentang
bagaimana ia berkunjung ke Jepang dan bertemu dengan duta besar Indonesia untuk
Jepang menonton sebuah acara yang disebut dengan Kokusai Gekijo menampilkan ratusan wanita cantik sekaligus. Tidak
hanya itu Sukarno juga dengan sengaja mengangkat beberapa wanita muda cantik
sebagai sekretaris pribadinya di Istana Negara, ia merasa begitu tenang dan
percaya diri jika melihat wanita muda. Namun sikapnya yang demikian
dimanfaatkan oleh beberapa media asing untuk menjegal Sukarno, salah satunya
adalah majalah remaja Amerika Serikat yang memajang foto Sukarno tengah
berdampingan dengan seorang gadis muda yang hanya memakai celana dalam,
setengah telanjang. Sehingga Sukarno menceritakan peristiwa itu kepada rekannya
Presiden Amerika Serikat kala itu John F. Kennedy.
Latar
belakang ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana anggapan banyak
orang tentang Sukarno yang tunduk kepada komunis, tunduk pada Moskow, berlutut
pada ideologi timur. Beberapa kali Sukarno membantah anggapan bahwa ia tunduk
dan mengemis kepada Moskow, baginya berteman dengan siapa saja adalah hal yang
menarik dan menyenangakan, berbagai paham yang telah ia ketahui dan pahami
disaring dan diambil bagian baiknya, seperti itu lah Sukarno yang tidak menelan
mentah-mentah berbagai macam paham yang merasuki otaknya, sungguh relevan bukan
dengan kehidupan saat ini. Beberapa latar belakang diatas belum termasuk isu Sukarno
sebagai kolaborator Jepang pada masa menjelang kemerdekaan.
Adalah
Howard Jones Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia yang menyadarkan Sukarno
untuk menulis otobiografinya, suatu malam Howard berkata kepada Sukarno, “Tuan
sudah seharusnya anda menuliskan sejarah kehidupan anda,” lagi–lagi Sukarno menolak
dan dan berkata akan hidup 10 sampai 20 tahun lagi. Tetapi si duta besar Howard
tidak menyerah hingga akhirnya pada tahun 1961 Sukarno bertemu dengan salah
seorang wartawati asal Amerika Serikat Cindy Adams yang merupakan isteri
seroang pelawak Joey Adams. Pesona Cindy yang periang dan memiliki rasa humor
yang tinggi membuat Sukarno langsung terpikat dan akhirnya ia pun bersedia
untuk diwawancarai. Menurut Bung Karno, Cindy seorang yang jujur dan tulisannya
dapat dipercaya. Pada akhir bagian pertama Sukarno kembali menegaskan bahwa
buku yang tengah ia garap bersama Cindy adalah bertujuan untuk menambah
pengertian yang lebih baik terhadap Sukarno dan menambah pengertian yang lebih
baik terhadap Indonesia tercinta. *Nanda
Bismar (30/01/2016)
Comments
Post a Comment