Cindy Adams Bag II “Putra Sang Fajar”
Setelah
semua dari kita mengetahui alasan kenapa Bung Karno mau dituliskan rangkaian kehidupannya
oleh Cindy Adams, selajutnya Sukarno mulai bertutur tentang siapa dia
sebenarnya, sejak kecil, dimasa perjuangan hingga ketika ia melawan penyakit
ginjalnya di Wina. “Putra Sang Fajar” adalah benar salah satu julukan Bung
Karno, tidak lain adalah karena beliau lahir ditengah fajar menyingsing. Dalam
kepercayaan orang jawa bahwa seseorang yang lahir dalam waktu yang demikian
merupakan orang-orang yang nasibnya telah digariskan sebelumnya. “engkau akan
menjadi orang yang besar nak, ingat itu,” kata Ibu Sukarno.
Lahir
pada tanggal 6 Juni 1901, Sukarno beranggapan bahwa ia adalah makluk yang
istimewa karena dilahirkan dari angka yang serba enam. Bintang Gemini yang melekat
pada dirinya seolah memberikan ia kepribadian ganda. Bagaimana tidak seorang Sukarno
dapat bertingkah lemah lembut penyayang namun terkadang juga bisa keras kepala.
Seorang Sukarno tidak akan tega melihat seekor binantang pun terperangkap dalam
sangkar sekalipun itu adalah hadiah untuknya. Lihat saja ketika ia pernah
melepaskan seekor monyet ke dalam hutan di Sumatera atau ketika ia meminta
seseorang untuk melepaskan kembali kanguru yang tengah di kerangkeng.
Sewaktu
ia lahir kondisi bangsa Indonesia tidak ubahnya seperti anak ayam kehilangan
induk, penjajahan Belanda lekat mencengkram tanah air. Terdapat beberapa
pertanda yang dianggap dalam kepercayaan jawa tentang kelahiran Sukarno, salah
satunya adalah meletusnya Gunung Kelud yang berada tidak jauh dari rumahnya.
Lagi-lagi orang jawa percaya bahwa hal tersebut menandakan penyambutan bagi Sukarno,
namun dibalik semua itu ada cerita miris dimana Bapak Sukarno tidak mampu untuk
membayar dukun beranak demi membantu sang ibu melahirkan, alhasil Sukarno lahir
tanpa bantuan tangan para ahli. Dalam bagian ini Sukarno juga bercerita sedikit
mengenai asal usul kedua orang tuanya, Bapak Sukarno yaitu Raden Sukemi
Sosrodiharjo merupakan pengajar kelas rendah di Bali. Sedangkan Ibu Sukarno adalah
dahulunya seorang hindu penjaga pura di Bali, mereka bertemu ketika Bapak
Sukarno datang ke pura untuk menikmati ketenangan air mancur selepas pulang
sekolah. Adalah hal yang terlarang di Pulau Dewata apabila orang Hindu menikah
dengan seorang Islam, maka demi menyatukan cinta mereka rela kawin lari dengan
membayar denda.
![]() |
Bagian II |
Tidak
ada kata yang pasti dalam buku yang menuliskan bahwa Ibunda Sukarno telah
memeluk Agama Islam, tetapi saya yakin bahwa Bapak Sukarno telah mengajak sang
ibu untuk masuk Islam sebelum menikahinya. Tidak hanya kisah ibu dan bapaknya, Sukarno
juga bercerita mengenai betapa gagah beraninya moyang Sukarno bertempu
menghadapi Belanda. Adalah kakek dan moyang dari pihak Ibu Sukarno yang dengan
gagah berani berhadapan dengan belanda dalam perang Puputan, moyangnya berhasil
menumpas pasukan Belanda dengan sisa tenaga dan tentara yang ada, namun
kemenangan tersebut tidak berlangsung lama karena Raja Singaraja berhasil
ditangkap dan diasingkan oleh Belanda dengan cara yang amat licik. Sejak itu
keluarga Ibu Sukarno jatuh melarat, tidak ada habisnya kebencian ibu kepada Belanda.
Begitulah cerita pada bagian kedua dalam buku “Penyambung Lidah Rakyat”, cukup
singkat memang tetapi setidaknya kita dapat mengetahui asal usul lahirnya
Sukarno dengan sedikit kisah yang menggelitik. Pada akhir bagian Sukarno menegaskan
bahwa Kota Surabaya adalah tempat dimana ia dilahirkan seiring dengan pindahnya
Bapak Sukarno ke jawa, namun dimana desa persisnya ia lahir tidak tercantum di
dalam buku. *Nanda Bismar (31/01/2016)
Comments
Post a Comment