Ikan Lagi, Bu?
“Masak
ikan lagi bu!,” aku membuka tudung saji diatas meja makan. Ibu yang juga baru
pulang mengajar dari sekolah menyahut dari dalam kamar,” iya nak, belum ada
lauk lain yang bisa ibu masak,”.
Prakkkk...!!,
aku menutup keras tudung saji, “aku tidak mau makan ikan bu, aku bosan!,”
langkah ku gontai menuju kamar.
Tetapi
ibu tidak mau kalah, belum lagi aku sampai di kamar ia menarik tanganku, “kamu
harusnya bersyukur, orang diluar sana masih banyak yang susah untuk makan!,”
nada ibu tinggi dan mukanya memerah.
Memang
hampir dua bulan ini keluarga kami selalu menyantap ikan, pagi, siang, malam,
selalu menu ikan yang tersedia. Walaupun ibu sudah berusaha membuat kreasi
dengan menu ikan, tetapi tetap saja itu ikan dan aku bosan. Kadang ibu membuat
gulai ikan, goreng ikan, ikan bakar, asam pedas ikan, banyak lagi dan semuanya
sudah pasti ikan. Aku pernah dengar orang Jepang suka sekali makan ikan
sehingga mereka pintar dan kuat, tetapi aku yakin tidak sesering yang kami
lakukan hampir dua bulan belakangan ini. Sekarang daging ikan yang manis terasa
hambar bahkan lebih mendekati pahit di lidah. Seringkali ketika makan aku hanya
menyantap cabe gorengnya atau kuah gulai ikan agar nasi tidak terasa hambar.
![]() |
*Ist |
Suatu malam aku memberanikan diri bertanya
perihal itu kepada bapak, “Pak..bapak setiap hari memancing tidak capek? Kenapa
ikan baru dilepas bapak tangkap?,” dengan muka polos aku menghampiri beliau
yang sedang membersihkan alat pancingnya.
Kening
bapak berkerut, alisnya naik menatapku tajam,” itu bukan urusan mu!..lebih baik
pergi belajar sana!,” bapak membentak ku.
Hari
ini sudah lebih dari seminggu sejak kejadian malam itu, aku masih teringat
kata-kata dan bagaimana nada bapak membentakku. Pulang sekolah kali ini aku
berharap ada sesuatu yang baru di dalam tudung saji untuk aku makan siang.
Namun ternyata masih jauh panggang dari api, semua harapan ku sia-sia, masih
tersisa beberapa potong ikan goreng kemarin di dalam tudung saji. Seketika aku
menangis, aku tidak mau makan dan memilih meringkuk di kamar. Jangankan
sepotong daging ayam, satu butir telor untuk aku bikin telor dadar pun tidak
ada. Aku meringis menahan lapar hingga ibu datang membujuk ku untuk makan
siang, aku tetap tidak mau.
Ibu
terdiam, lalu berjalan ke dapur membawa sepiring nasi lengkap dengan sepotong
ikan goreng, “sini nak ibu suapin..kamu harus makan kalau tidak nanti bisa
sakit,” ibu memintaku.
Aku
mengalah, tidak kuat rasanya melihat raut muka sedih ibu, “aku hanya mau makan
dengan cabenya, ikan itu pahit,” rengek ku. Ibu menyuapi ku beberapa kali
hingga nasinya habis, ia tersenyum.
Seperti
biasa malam harinya aku belajar karena besok pagi akan ada ulangan Bahasa Indonesia,
walaupun mata pelajarannya cukup mudah tetapi aku harus tetap mempersiapkan
diri untuk ujian besok. Tidak hanya aku tetapi satu orang adikku yang masih
duduk di bangku kelas tiga SD juga tengah asik belajar. Tidak berapa lama
kemudian aku mendengar seseorang mengetuk pintu depan, “itu pasti bapak,” gumamku,
lalu bergegas membuka pintu, benar dugaanku, bapak dengan sekantong ikan di tangan
kanannya.
“yaaahh…ikan
lagi ya pak, tidak ada menu lain yang bisa kita makan, “ aku memelas menuju
kamar. “kau bilang apa!? Ikan lagi!,..aku sudah seharian memancing untuk kau
makan dan seenaknya kau bilang ikan lagi.!,” bapak melempar keranjang berisi
ikan ke meja makan hingga mengenai tudung saji.
Pranggg….piring dan gelas yang ada di meja makan
pecah berantakan. Bapak seolah tidak peduli malah semakin marah, ia membanting
meja makan sambil terus mengomel-ngomel tidak karuan. Tidak hanya itu ia juga
menendang pintu kamar mandi hingga roboh, aku gemetaran merasa bersalah,
sementara itu Miko adikku berlari ke kamar ibu.
Sesaat
suasana rumah hening,….
Aku mendengar langkah ibu mendekati bapak di
meja makan. “lain kali jangan begitu pak..wajar anak kita bosan karena setiap
hari mereka makan ikan,” nada lembut ibu pada bapak. “bapak kan tau cuma itu
yang bisa kita masak, lagipula hampir semua uang kita bapak gunakan untuk
memancing, jadi ibu tidak punya uang membeli lauk untuk mereka,” tambah ibu. Aku
dan Miko saling berpandangan, kami berharap suasana bisa tenang, tetapi belum
lama setelah ibu bicara kami mendengar meja makan kembali dibanting.
“ibu
bilang apa? Uang kita habis untuk memancing!? Itu uang aku!!!..bukan uang ibu
jadi lebih baik ibu diam saja..!!,” kembali suara bapak meninggi.
Ibu
seolah tidak mau kalah dengan ocehan bapak, tak pelak adu mulut pun terjadi,
bapak semakin mengeluarkan maki makian kepada kami dan ibu. “setidaknya bapak
kan bisa mengerjakan yang lain daripada seharian memancing..!!,” balas ibu
dengan nada yang tidak kalah tinggi.
Bapak
semakin meradang, “pokoknya aku akan tetap memancing, tidak peduli mau makan
ikan atau tidak..!!,” bapak menyabet alat pancingnya lalu berlalu ke ruang
tengah.
Aku
yang dari tadi terdiam berlari memeluk ibu, terisak,” ibu maafkan aku..aku
tidak bosan kok makan dengan ikan,” aku merasakan dadanya berdegup kencang. Ibu
menahan emosi agar tidak menangis di depan ku, sedangkan dari jauh aku melihat
bapak membersihkan tangkai pancingnya sambil mengomel-ngomel sendiri. *Nanda Bismar (01/01/2017)
Pesan ceritanya mantep bro
ReplyDeletethanks bro....keep spirit!!
Deletetolong kasi tau saya maknannya
ReplyDelete