Koin dari Viktor
Liburan natal kemarin saya pulang ke kampung, yap dimana
lagi kalau buka desa Palupuah tercinta. Desa yang masih segar alami, hijau
dimana-mana sehingga setiap kali pulang kerumah serasa terapi mata dan hati
yang menyejukkan jiwa. Apalagi bisa berkumpul dengan seluruh anggota keluarga,
plus tentunya bisa makan masakan mama
tercinta. Sayangnya liburan kali ini saya tidak bisa
melakukan banyak hal, karena hujan yang terus mengguyur kampung. Setiap hari hampir tiada cela bagi hujan
seolah tidak ada habisnya air yang
dicurahkan, maklum kampung saya memang sering diguyur hujan apalagi pada saat
musim hujan seperti sekarang. Rencana untuk pergi ke rumah nenek pun harus saya
urungkan karena hujan yang tidak kunjung berhenti. Alhasil dua hari di rumah
saya lebih memilih menghabiskan waktu dengan menonton Tv, berkunjung ke
beberapa rumah teman lama dan menikmati hidangan yang hangat.
Jauh hari sebelum pulang kampun saya juga berencana ingin
ke Kota Padang, karena rindu dengan suasana Kota Padang
sekaligus ingin berkunjung ke sekre Genta. Saya pun berencana berangkat menuju Kota Padang pada hari sabtu,
sehari sebelum liburan berakhir.
Pagi-pagi hari sabtu saya bangun lebih awal, tanpa kompromi saya langsung
mandi dengan air yang dinginnya menusuk tulang. Semangat saya jelas mengalahkan
dinginnya air yang biasanya membuat saya enggan untuk mandi pagi. Saya harus
sampai di Padang sebelum makan siang jadi harus bergegas agar tidak terjebak
macet. Walaupun masih turun hujan tetapi saya tetap semangat karena sudah
terbayang berjumpa teman-teman semasa kuliah di Padang. Tepat pukul 10 pagi
saya bertolak dari terminal Aur Kuning menuju Kota Padang dengan menggunakan
angkutan umum yang biasa saya gunakan semasa awal kuliah dulu. Saya tidak
sendirian karena si Oji yang
juga ikut saya ke Padang. Kami bergegas menaiki mini bus yang lagi ngetem di depan
SMAN 3 Bukittinggi, satu demi satu penumpang
menaiki mini bus, lalu
masuk seorang pria berbadan tinggi, bule rupanya. Si bule duduk persis di
samping kiri saya, ia harus memasuki bus dengan sedikit merunduk agar kepalanya
tidak membentur atap mini bus. Bule itu melempar senyumnya kepada saya, lalu
saya menyapanya dengan menggunakan bahasa Inggris. Alangkah kagetnya ternyata
si Bule tidak mengerti bahasa inggris, dia hanya mengangguk dan tersenyum
ketika saya bertanya sehingga saya tahu bahwa ia adalah orang Rusia.
Mungkin merasa pusing dengan yang saya katakan
si bule mengeluarkan sebuah perangkat tab dari dalam tasnya, dia mengetik
bahasa rusia di aplikasi translator
yang kemudian dikonversi ke bahasa Indonesia, “saya tidak mengerti bahasa
inggris, hanya Rusia,” tulisan yang saya baca di tab milik bule. Hahahhaha…agak
geli juga membayangkan bule yang bisa melakukan perjalanan lintas Negara dari Benua Merah hanya
dengan membawa bahasa ibu.
Sesaat sebelum mini bus akan berangkat seperti biasa
kondektur meminta ongkos kepada seluruh penumpang. Bule pun tidak ambil pusing,
dia mengeluarkan dompetnya yang dipenuhi uang rupiah lalu meminta saya untuk
membayarkan ongkos, untung saja
bule punya uang pas sehingga bisa langsung
saya bayarkan. Dia mengacungkan jempol, mungkin ingin berucap terima kasih.
Hahahahaha. Mini Bus yang kami tumpangin pun melaju meninggalkan kota
Bukittinggi. Sebenarnya saya ingin tahu lebih banyak tentang Rusia, tapi saya
agak kikuk untuk memulai pembicaraan karena memang saya tidak mengerti sama
sekali bahasa Rusia, bahasa Inggris saja masih patah-patah….hahaha. Tetapi saya
tidak kehilangan akal, sama seprti bule saya pun mengeluarkan telepon genggam
saya lalu memulai obrolan kami via aplikasi translator. Ia pun memperkenalkan
dirinya, “nama saya Viktor, nama kamu siapa?”, tulisan yang aku baca dilayar
Tab nya. Ia pun juga mengeja nama saya dengan agak sedikit
kesulitan.
Beberapa kali Viktor juga memperlihatkan
beberapa foto yang ia ambil ketika melancong di Bukittinggi, sebuah peta wisata
juga digenggamnya. “apa maksud dari atap ini?”, katanya sambil menunjuk atap
bangunan rumah adat
Minangkabau yang difotonya. Alangkah kagetnya saya karena saya juga tidak tahu
mengenai filosofi atap rumah adat yang berbentuk runcing itu. Dengan cepat saya
mengetik di layar handphone,” itu adalah rumah tradisional kami”, kalau dia
lebih tahu daripada saya
tentu saja saya sangat malu. Ketika kami
melewati gunung merapi di Koto Baru, Viktor juga mencoba
mengambil foto puncak gunung
yang waktu itu diselimuti awan karena cuaca mendung, dari hasil gambarnya ia
tidak mengambil dengan baik karena mini bus juga melaju cepat.
Hujan rintik-rintik terus menemani perjalanan kami hingga
akhirnya kami tiba di Kota Padang. Sudah cukup lama saya tidak menginjakkan
kaki di kota ini, kota dengan segudang kenangan. Saya melihat Viktor
kebingungan, ia mengeluarkan secarik kertas diantara buku kecilnya. Beberapa kosakata
umum Bahasa Indonesia tertulis di kertas milik Viktor, seperti kata selamat
pagi, selamat siang, makan malam, hingga kata toilet lengkap dengan bahasa
Rusia di sampingnya. Sebelum turun dari minibus ia menunjuk kata toilet,
otomatis saya langsung mengerti yang ia inginkan, lalu saya mengajaknya untuk
pergi ke toilet di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Padang. Nah....ketika
di toilet ini ada kejadian lucu, pas Viktor telah selesai buang air kecil ia
pun hendak mencuci tangannya tetapi malangnya ia memutar kran terlalu kuat
sehingga air pun menyembur mengenai celananya. Hahahahaah....Viktor yang
malang, ia pun senyum-senyum malu seraya menutupi bagian celananya yang basah
dengan tas yang ia bawa, mukanya memerah.
Kemudian saya mengajak Viktor makan siang di sebuah
restoran cepat saji, rupanya ia juga lapar :D. Pelayan restoran sempat
kebingungan menjelaskan menu yang ada di buku, hahaha. Bagaimana tidak mereka
berbahasa yang tidak dimengerti satu sama lain. Akhirnya saya menjelaskan
kepada pelayan bahwa viktor tidak bisa bahasa inggris maka saya pun
berinisiatif memberikan beberapa menu makanan pilihan kepada Viktor, dengan
cepat ia menunjuk salah satu makanan lalu kami memesannya. Tidak menunggu lama
makanan yang kami pesan telah memenuhi meja makan, Viktor pun juga makan dengan
lahap seolah lidahnya telah menyatu dengan masakan Indonesia. Ketika saya
menawarkan untuk menambahkan saos cabai ia menolaknya seperti ketakutan melihat
hantu. Seolah ia mengatakan jika makan saos cabai bisa membunuhnya, lalu ia
memilih saos tomat. Tidak butuh waktu yang lama baginya untuk menyantap makanan
hingga tidak tersisa di piringnya. “kenapa kau makan begitu lahap Vik, makanan
mu juga habis tak bersisa”, ujarku padanya. Ia pun tersenyum, kemudian mengetik
di Tab lalu memperlihatkan kepada saya, “makanan mu adalah uang mu jadi kamu
tidak boleh membuang-buang uang”, aku tertegun membacanya. Setelah semua makanan
yang dihidangkan telah kami santap, ia mengeluarkan sebuah kamera dari dalam
tasnya, lalu mengambil beberapa potret saya dengan Oji. Tidak hanya kami,
tetapi ia juga meminta pelayan restoran untuk berpose. Beberapa saat kami ngobrol,
ia mengajak saya keliling Kota Padang untuk menemaninya, sayangnya tidak bisa
saya penuhi karena saya sudah memiliki agenda lain yang harus dilakukan. “tidak
masalah, tetapi tolong bantu saya menuju penginapan ini,” ucap Viktor lewat
tabnya. Dengan senang hati tentu saja saya membantunya.
![]() |
Ini dia koin dari Viktor |
Sebelum kami berpisah Viktor mengeluarkan beberapa koin
dari kantongnya, tiga koin dari Rusia. Ia menyodorkan koin tersebut kepada
saya, “ini untuk mu sebagai kenang-kenangan”, senyumnya. Saya tidak melihat
dari berapa jumlah koin yang ia berikan tetapi saya amat senang karena bisa
memperoleh uang koin dari seorang kawan tanpa harus menginjak tanah Rusia.
Tidak hanya memberikan tiga buah koin tetapi viktor juga memberikan sebatang
coklat dari Rusia, kali ini ia memberikan coklat itu pada si Oji. Saya pun
mengeluarkan dua buah keping uang koin senilai seribu dan lima ratus rupiah,
lalu memberikan kepada Viktor. Memang nilainya tidak seberapa tetapi saya
anggap koin itu adalah awal dari pertemanan kami. Kemudian Viktor meminta saya
untuk mengantarkannya menuju taksi agar lebih mudah sampai ke penginapan yang
ia tuju. Saya pun sempat tawar menawar dengan beberapa sopir taksi lalu kembali
memilih uang yang dipatok sang sopir untuk sampai ke penginapan yang dimaksud Viktor.
Kami bersalaman, lalu ia pun berlalu dari hadapan saya. Walaupun mungkin saya
tidak akan bertemu dengan ia lagi tetapi kami tetap bisa berkomunikasi via
jejaring sosial. Uvidimsya Vik!
Comments
Post a Comment