Pesawat Pertama Saya
Minggu 19 Oktober 2014,
adalah hari dimana saya naik pesawat terbang untuk pertama kalinya selama 24
tahun menjalani kehidupan. Rute yang akan saya tempuh pada penerbangan pertama
adalah dari Kota Pekanbaru menuju Ibukota, Jakarta. Selama ini saya hanya
melihat pesawat terbang di langit meninggalkan awan yang lurus, bahkan semasa
kecil saya kerap meloncat-loncat kegirangan melihat pesawat terbang. Jika sudah
terdengar gemuruh suara pesawat di langit maka saya dan teman-teman akan
berhamburan keluar sambil meneriaki pesawat....pesawat...hingga tidak nampak
lagi dimata kami.
Kembali ke rute yang akan
saya tempuh, sekarang kita bicara soal Jakarta yang juga untuk pertama kalinya
saya kunjungi. Saya dan lima orang teman berangkat menuju Jakarta untuk
mengikuti pelatihan yang diadakan oleh kantor selama satu minggu. Saya berangkat
menuju bandara Sultan Syarif Qasim II bersama dengan Olvy, sengaja kami
berangkat agak cepat agar tidak terlalu terburu-buru di Bandara, jadi bisa menikmati
dengan santai fasilitas yang disediakan. Beruntungnya saya adalah Olvy mengerti
sangat bagaimana proses di bandara, maklum saja bro ini kan baru pertama kali
naik pesawat...hihihhi....jadi ada semacam perasaan yang tidak enak melanda.
Saya terus membuntuti Olvy mengikuti beberapa proses cek in, yang ternyata
simple saja..hahah. Semua barang bawaan kami sudah di registrasi, sekarang
waktunya santai sambil menikmati makan siang di ruang tunggu yang nyaman berkat
fasilitas kantor :D. Kami bisa makan dengan puas hingga tanda panggilan pesawat
terdengar.
Sebenarnya perasaan saya
masih sangat tidak karuan, sama sekali jauh dari kata nyaman, keringat saya
mengalir, gugup membayangkan akan berada diatas ketinggian ribuan kilometer
dari daratan. Walapun sudah saya coba atasi dengan menyantap berbagai makanan
tetapi tetap saja rasa gugup itu terus ada dan semakin menjadi-jadi menjelang
naik pesawat.
Kira-kira setengah jam
bersantai di ruang tunggu, panggilan untuk segera naik pesawat terdengar, degup
jantung saya semakin kencang. Tepat pukul 13.30 kami take off dari bandara SSQ
II, disini saya mulai merasa pusing yang hebat semua darah serasa naik menuju
ubun-ubun. Saya mengepalkan kedua tangan dan memejamkan mata, badan serasa
melayang dan ingin muntah. Cemas sekali perasaan waktu itu. Beberapa saat
kemudian co pilot memberitahukan ketinggian pesawat sudah berada pada
ketinggian normal, sehingga saya coba untuk membuka mata. Dengan kepala yang
masih pusing saya coba menyalakan sarana hiburan yang disediakan di kabin
masing-masing penumpang, saya memilih menonton video dokumenter perjalanan sang
bintang Michael Owen. Sesekali saya beranikan melihat keluar jendela untuk
melihat bagaimana pemandangan jika sedang berada di atas pesawat, “hanya awan
putih saja,” saya kembali menonton video sambil menahan rasa ingin muntah.
Beberapa kali saya juga merasakan guncangan-guncangan kecil, lalu terdengar
suara co pilot lagi yang mengingatkan penumpang untuk tetap berada di tempat
duduk dan memasang sabuk pengaman.
Asik menonton video, dua
orang pramugari menghampiri saya untuk menawarkan makanan. “maaf pak menunya
hanya ada satu, bapak mau minum apak,” ujarnya ramah sambil menyodorkan sekotak
makanan. “air mineral aja mba,” timpal saya. Bahkan senyum memukau pramugari
pun tidak sanggup menghilangkan rasa pusing saya, inikah yang disebut dengan
jet lag?. Setelah menyantap makanan yang diberikan, tidak berapa lama pramugari
itu datang lagi, kali ini ia menawarkan saya minuman. “maaf mba, cukup,” seraya
mengembalikan gelas dan kotak sisa makanan. Sekali guncangan agak terasa kuat,
tubuh saya gemetar namun berusaha menutupinya dengan pura-pura menikmati video
Michael Owen yang ternyata lama-lama malah membuat saya semakin pusing. Dalam
posisi ini saya mulai berfikir bahwa saya seharusnya tidak menonton filem
tentang pembajakan pesawat terbang, pesawat terbang jatuh, dan semua berita
tentang kecelakaan pesawat terbang yang harusnya tidak saya ikuti.
Sekitar 60 menit sudah
kami berada di udara, dari pengeras suara saya mendengar lagi suara co pilot
berbicara, “diberitahukan kepada seluruh penumpang bahwa kita akan segera
mendarat dan kondisi cuaca yang sangat baik,
selamat datang di Jakarta,” perasaan saya lumayan agak tenang mendengar
pengumuman dari co pilot. Beberapa kali saya mengabadikan pemandangan di luar
pesawat dengan kamera ponsel, langit yang biru seolah memantulkan warna dari
lautan biru di bawah sana. Semakin mendekati pendaratan semakin terlihat
beberapa gugusan pulau-pulau yang makin lama makin membesar ditengah lautan
luas. Beberapa kapal juga terlihat lalu lalang ditengah lautan, seperti
buih-buih putih yang saling berkejaran.
![]() |
nih gue kasih sayap pesawatnya :D |
Semakin dekat dengan daratan saya mulai
melihat pemukiman penduduk, sawah yang luas, jalan raya dengan mobil seperti korek api yang bergerak lalu
beberapa bangunan dengan asap mengepul sepertinya adalah kawasan industri.
Pesawat yang kami tumpangi semakin mendekati landasan, lalu roda pesawat sudah
menyentuh tanah tanpa ada guncangan yang berarti. Dengan kondisi badan yang
masih oyong saya berjalan gontai keluar dari pesawat.
Jakarta, Minggu 19 Oktober 2014
Comments
Post a Comment